BRUKH…
Kian terbangun dari tidurnya saat kedua telinganya mendengarkan bunyi bedebum seperti ada sesuatu yang jatuh. Matanya melotot saat melihat ternyata Rama yang terjatuh. Laki-laki itu sedang terduduk di lantai kamar mandi dimana pintunya sudah terbuka.
Dengan segera, Kian berlari dan menopang tubuh laki-laki itu. Awalnya Rama menolak bahkan sampai mendorong Kian, akan tetapi gadis itu lumayan keras kepala juga. Dengan tanpa bicara sepatah katapun, Kian terus menepis tangan Rama dan menopang tubuhnya agar bisa berdiri. Laki-laki itu pun pada akhirnya menurut dan bertumpu pada tubuh mungil Kian.
Seorang gadis bertubuh mungil menjadi tumpuan seorang laki-laki bertubuh besar? Memang itu akan sangat berat terasa oleh Kian akan tetapi wanita ini cukup tangguh juga. Dia akhirnya bisa menolong Rama hingga sampai ke atas tempat tidur.
Masih tanpa bicara, Kian mengambil gelas berisi air di nakas dan memberikannya kepada Rama. Laki-laki itu pun meneguk air minum itu hingga tandas. Kian melihat ke arah jam di dinding yang masih menunjukkan pukul 3 dini hari. Wanita itu pun membantu sang suami berbaring lalu menyelimuti tubuh laki-laki itu kembali.
"Jika kamu butuh sesuatu, panggil aku saja!" ucap Kian akhirnya bersuara. Akan tetapi seperti biasa, tak ada jawaban sedikitpun yang keluar dari mulut Rama. Akan tetapi Kian tidak peduli. Sepertinya lama kelamaan, dia mulai terbiasa dengan sikap dingin Rama pada dirinya.
***
Angin pagi yang sejuk mulai terasa menyentuh sela pori-pori seorang laki-laki yang masih terlelap tidur. Suara kicauan burung semakin ramai terdengar pertanda matahari akan segera naik. Rama mengerjap-ngerjapkan matanya sebentar sampai akhirnya dia bisa melihat dengan sempurna. Ditatapnya jendela kamar yang sudah terbuka dan kondisi kamar yang sudah rapi.
Tangan laki-laki itu meraih sebuah gelas yang ada di atas nakas lalu meminum air di dalamnya hingga tandas. Sesaat dia memperhatikan gelas kaca tersebut yang dia putar-putar pelan. Seketika ingatannya kembali ke malam dimana dirinya hampir saja bercinta dengan sang istri. Rama tidak sadar apa yang sudah dia lakukan kepada wanita itu. Hati kecilnya merasa bersalah akan tetapi egonya yang begitu kuat membuat dirinya enggan untuk meminta maaf kepada Kian, apalagi mengakui kesalahannya.
Di lain tempat, tepatnya di lantai bawah, Kian sedang menyiapkan sarapan. Semua makanan sudah dia sajikan di atas meja dimana kakek Bimo sudah duduk dengan santainya.
"Dan ini nasi goreng spesial request-nya kakek," ucap Kian sambil menyimpan sepiring nasi goreng lengkap dengan sayur, telur, daging, dan juga kerupuk di depan Kakek Bimo.
Dengan semangat Kakek Bimo langsung meraih sendok dan garpu.
"Sebenarnya ini bukan menu spesial. Yang membuat nasi goreng ini spesial adalah karena kamu membuatnya dengan penuh kasih sayang," ucap sang Kakek yang langsung menyuapkan satu sendok nasi goreng itu ke mulutnya.
"Hmm, benarkan apa yang kakek bilang. Rasa nasi goreng ini benar-benar mantap," tambah sang kakek dengan mengacungkan dua jempol tangannya ke hadapan Kian. Gadis itu pun langsung tersenyum.
Keceriaan di ruang makan sempat terjeda saat kedua manusia beda usia itu melihat Rama yang berjalan mendekati mereka. Kian dengan segera berlari mendekati Rama untuk membantunya sampai ke tempat duduk. Namun kali ini, laki-laki itu membiarkan sang istri melakukannya karena di depan mereka ada Kakek Bimo.
"Kamu mau makan nasi goreng, Mas?" tanya Kian setelah Rama duduk di kursinya. Laki-laki itu pun mengangguk.
Dengan cekatan wanita itu pun memasukkan beberapa sendok nasi goreng ke atas piring, menambahkan sendok dan garpu lalu menyimpannya di depan Rama.
"Kamu tidak makan?" tanya Rama saat dirinya melihat Kian yang kembali duduk tanpa mengambil makanan.
"Iya ini juga mau," jawab Kian yang langsung mengambil sarapan untuk dirinya sendiri. Sebenarnya sejak tadi, Kian tidak merasa lapar, akan tetapi pertanyaan dari Rama membuat wanita itu tiba-tiba saja merasa senang. Pertanyaan yang diartikan oleh Kian sebagai sebuah perhatian itu membuat dadanya sedikit bergejolak. Bagaimana tidak, ini adalah pertama kalinya laki-laki itu memberikan perhatian kepadanya. Kakek Bimo pun sampai tersenyum melihat hal itu.
Semua orang telah menyelesaikan sarapannya ketika terdengar suara pintu diketuk. Seorang pelayan membukakan pintu dan lalu kembali ke ruangan dimana para majikannya itu berada.
"Permisi Tuan, di luar ada tamu. Katanya keluarganya Nyonya Lian," ucap pelayan tersebut.
Kakek Bimo yang mengerti siapa yang dimaksud langsung berjalan cepat menghampiri, sedangkan Rama seperti tidak terlalu bersemangat dan Kian sendiri malah bingung, mau apa mereka datang kemari?
Kini semua sudah berkumpul di ruang keluarga. Ada Kakek Bimo, Rama, Kian, Kakek Dul, Ayah Lukman dan juga Lian. Sedangkan sang ibu tidak ikut.
"Ada apa ini Dul? Tumben datang kemari tapi tidak memberitahu kami terlebih dahulu," tanya Kakek Bimo.
"Hmm, begini Bim," ucap Kakek Dul yang sesekali melirik ke arah ayah Lukman. Seolah mengerti dengan isyarat dari sang ayah, Ayah Lukman pun mulai berbicara.
"Hmm, begini Pak. Maksud kedatangan kami kemari yang pertama kami ingin melihat keadaan Lian. Jujur kami sangat merindukan Lian," ucap Ayah Lukman. Semua orang tersenyum. Kecuali Rama yang masih menatap tajam ke arah Lian. Dia masih mengingat apa yang dilihatnya di club kemarin malam.
"Dan yang kedua, kami ingin memberitahukan kepada Lian jika Kian mulai besok tidak akan tinggal bersama kami lagi."
Kian mengerutkan keningnya. Tidak akan tinggal bersama keluarga lagi? Memangnya Lian mau pergi kemana?
"Memangnya Li.. Eh Kian mau kemana, Yah?" Tanya Kian.
"Perusahaan tempat dia melamar kerja beberapa minggu yang lalu sudah menghubunginya dan dia diterima bekerja disana. Jadi secara otomatis dia harus tinggal disana karena letak perusahaannya di luar kota."
"Pekerjaan?" Kian tambah bingung dengan ucapan sang ayah.
"Iya Nak," jawab Ayah Lukman.
Kian menatap ke arah Lian. Gadis itu tersenyum tipis seolah sedang mengejek Kian.
"Ayah, apa aku bisa bicara berdua dengan Kian?" tanya Kian.
"Iya Nak, tentu saja."
Kian berdiri dan menarik tangan Lian untuk mengikutinya ke halaman belakang. Sesampainya disana, Lian merasa takjub melihat taman yang luas dan indah.
"Waw, taman yang indah. Rupanya adikku sudah berubah menjadi orang kaya ya? Hmm kalau kayak gini sepertinya aku menyesal karena udah tuker tempat sama kamu… Tapi gak juga deh… Bagiku Vicky adalah kekayaan terbesar yang aku punya," racau Lian tanpa melihat ke arah sang adik.
Kian menarik lengan Lian hingga sang kakak akhirnya melihat ke arahnya.
"Apa lagi rencanamu?" tanya Kian dingin. Lian hanya tersenyum.
"Rencana apa adikku sayang?"
"Apa maksud ayah kalau kamu akan pergi dan tidak akan lagi tinggal bersama mereka?"
"Ooh itu." Lian duduk di salah satu ayunan yang ada disana. Dia gerakan mainan itu sehingga dirinya terayun pelan.
"Ayah kan tadi sudah bilang kalau aku diterima kerja di perusahaan di luar kota," jawab Lian santai.
"Perusahaan apa? Sejak kapan kamu melamar pekerjaan di luar kota?"
"Tidak pernah!!!" Lian berkata sambil menghentikan ayunan kakinya.
"Apa? Lalu? Lian aku mohon jangan bertingkah aneh lagi. Sudah cukup kamu memintaku untuk menggantikan posisimu sebagai istrinya Mas Rama. Jangan pernah ngelakuin hal konyol lagi!" ucap Kian sedikit berteriak.
"Shuuutt" Lian menempelkan jari telunjuknya di bibirnya sendiri.
"Jangan berteriak dan jangan terlalu histeris seperti itu. Nanti ada yang melihat dan curiga, bagaimana?" ucap Lian lagi.
"Aku mohon Lian. Jujur sama aku. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ini ada hubungannya dengan Vicky?"
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Ika Ika
masih dingin sikap rama
2023-06-05
1