Drrttt… drtttt…
Ponsel yang berada di saku jas Rama bergetar saat dirinya sedang menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Laki-laki itu melihatnya dan tertera nama "Lian" disana. Memang, tadi sebelum dirinya berangkat ke kantor, sang kakek memaksa mereka untuk bertukar nomor ponsel agar bisa saling mengabari. Dan Rama paling tidak bisa menolak sang kakek.
"Ada apa gadis itu menghubungiku?" gumam Rama namun tak ayal juga dia mengangkat telepon itu.
"Iya…" ucap Rama.
"Mas, aku… aku di rumah merasa bosan. Apa aku boleh keluar sebentar?" tanya Kian dari balik telepon.
"Mau kemana?"
"Gak jauh kok Mas. Hanya jalan-jalan ke restoran yang di dekat taman kota."
"Hmm,"
"Boleh, Mas?" tanya Kian dengan Riang.
"Iya pergi saja," jawab Rama lagi.
"Makasih banyak, Mas," ucap Kian lalu sambungan itu terputus.
Kian langsung mengganti pakaiannya, menyisir rambutnya yang terurai dan memberikan sedikit polesan warna di wajahnya. Setelah dia anggap sempurna, gadis itu lalu mengambil tas selempangnya dan pergi diantar oleh sopir keluarga mereka.
Tepat pukul 11 siang, Kian sampai di sebuah restoran cukup besar yang terdapat di dekat taman kota sesuai dengan apa yang dia katakan kepada Rama. Dengan riang gadis itu turun dan masuk ke dalamnya. Dia memesan satu porsi makanan dan minuman untuk dia makan di tempat serta membeli sebungkus makanan dan minuman yang dibungkus dan meminta pelayan mengantarkannya ke sopirnya yang ada di mobil. Kian tidak ingin dirinya makan enak sedangkan sang supir menunggu di mobil sambil melamun. Itu sebabnya dia membelikannya makanan.
Kian sangat menikmati makan siangnya. Itu terlihat di wajahnya yang tampak semakin bercahaya. Bagaimana tidak, sudah hampir satu bulan dia menjalani pernikahan palsunya dan baru kali ini dia bisa jalan-jalan keluar rumah. Sepiring steak daging dan jus strawberry miliknya sudah habis dia lahap.
"Hmm, baru jam satu. Boleh gak yah kalau aku jalan-jalan sebentar sebelum pulang? Ah tapi langsung pulang aja deh. Aku gak mau berurusan dengan mata tajamnya Mas Rama," gumam Kian sambil tersenyum.
Baru saja dirinya bangkit dari duduk, sebuah suara memanggil dirinya terdengar.
"Kian…"
Kian menoleh ke arah samping dan melihat sosok seorang laki-laki dengan menggunakan kemeja putih yang dibalut jas berwarna coklat muda sedang berdiri menatapnya. Kian mengerutkan kening. Otaknya terus berpikir mencoba mengingat-ingat siapa laki-laki di depannya itu.
"Jangan bilang 5 tahun kita tidak bertemu tapi kamu sudah melupakan aku," ucap laki-laki itu lagi. Kian masih mematung membuat laki-laki itu menarik nafas dan menepuk keningnya pelan.
"Ayolah Kian, siapa lagi orang di dunia ini yang bisa membedakan mana Kian dan mana Lian?" tambah laki-laki itu sambil tersenyum.
Kian memelototkan matanya saat dia menyadari siapa sosok laki-laki itu. Bibirnya tersenyum dan dia langsung menghambur ke pelukan laki-laki itu.
"Samir," teriak Kian dengan gembira.
"Ya ampun, kok kamu tambah ganteng banget sih?" tanya Kian sambil terus mencubiti pipi laki-laki itu.
"Aduh.. aduh.. sakit Kian.." ucap Samir meringis. Kian melepaskan tangannya tanpa berhenti tertawa.
"Oh iya, maaf.. maaf.. ayo duduk. abisnya kamu berubah banget. Gimana jadinya kamu bisa berubah jadi ganteng gini?" tanya Kian di sela tawanya. Samir duduk di kursi di depan Kian.
Seorang pelayan tampak menghampiri untuk mencatat pesanan mereka. Dan pada akhirnya mereka hanya memesan dua gelas minuman saja.
"Kalau aku berubah jadi ganteng, berarti sekarang kamu bersedia dong kalau menikah denganku," canda Samir sambil mengedipkan sebelah matanya.
Mendengar hal itu, senyum di wajah Kian memudar. Sudah sejak dari dulu Samir memang selalu menyatakan cinta kepadanya akan tetapi selalu dia tolak. Samir, Kian, dan Lian adalah teman masa kecil. Dari sejak dulu Samir sangat menyukai Kian. Dia bahkan tak bosan untuk menunjukkan cintanya kepada Kian sejak mereka satu sekolah bersama. Akan tetapi setelah tamat sekolah, Samir melanjutkan pendidikannya di luar kota dan sejak saat itu hubungan diantara mereka terputus. Dan setelah lima tahun, mereka baru bertemu kembali tapi Samir masih tetap menyatakan perasaannya kepada Kian.
Seorang pelayan yang mengirimkan pesanan mereka membuat Kian tersadar dari lamunannya.
"Samir, jujur sampai sekarang aku selalu bingung," ucap Kian mengalihkan pembicaraan. Dia tidak mau obrolan tentang pernikahan itu sampai panjang. Karena jika itu terjadi, dia tidak tau harus menjawab apa. Apalagi sekarang dia sedang berpura-pura menjadi istri sang kakak ipar.
"Bingung? Bingung kenapa?" tanya Samir.
"Bagaimana kamu bisa mengetahui siapa Kian dan siapa Lian hanya dengan sekali melihat? Bahkan orang tua kami saja masih sulit untuk membedakan kami," tanya Kian. Sesaat dia sangat menyesali nasibnya sendiri karena orang tua yang seharusnya bisa menjadi pelindung dirinya, tapi pada kenyataannya malah masih belum bisa membedakan kedua anak kembarnya.
"Hmm, bagaimana ya? Mungkin karena aku melihat tidak menggunakan mata tapi menggunakan hati," jawab Samir sambil tersenyum.
"Hmm, gombal," jawab Kian sambil sedikit mencubit tangan Samir yang berada di atas meja.
"Dih, serius. Jika aku melihat menggunakan mata, pasti aku tidak akan bisa membedakan kalian berdua. Tapi jika aku menggunakan hati maka aku pasti akan mengetahui siapa Kian dan siapa Lian."
"Kenapa?"
"Karena hatiku sudah terikat kepadamu, Kian. Jadi hatiku tidak akan mungkin bisa tertukar."
"Walaupun misalnya kami bertukar identitas?" tanya Kian. Samir langsung terdiam dan menatap wajah gadis itu.
"Apa ada yang ingin kamu katakan kepadaku?"
Samir bertanya karena dia bisa merasakan jika ada maksud dibalik pertanyaan Kian baru saja.
"Tidak. Tidak ada. Aku hanya bertanya saja," jawab Kian tersenyum kikuk. Sedangkan laki-laki itu masih memandang cinta pertamanya itu dengan intens.
"Oh iya, jadi selama ini bukankah kamu meneruskan sekolah di luar kota. Lalu sedang apa kamu disini?" tanya Kian lagi-lagi mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aku sudah bekerja di salah satu perusahaan ternama. Dan kamu pasti pernah mendengarnya," jawab Samir dengan tenang.
"Oh iya? Memangnya kamu bekerja dimana?"
Samir sempat terdiam sejenak lalu tersenyum.
"Amarta's group"
Uchuk… uchuk…
Mendengar sang sahabat bekerja di Amarta's Group membuat Kian kaget bahkan sampai tersedak minuman yang sedang dia sedot. Samir langsung panik dan dengan cepat dia berdiri memberikan tisu ke arah Kian sambil mengusap-usap punggungnya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya laki-laki itu saat Kian sudah mulai tenang.
"Iya. Aku tidak apa-apa. Terima kasih," jawab Kian. Samir kembali ke kursinya.
"Kamu bekerja di Amarta's Group? Tapi itu kan perusahaan…" Kian memotong kalimatnya.
"Iya. Perusahaan kakak iparmu," jawab Samir sambil tersenyum.
"Tapi…"
"Aku bekerja di cabang. Bukan di kantor utama," ucap Samir.
"Bukankah Lian menikah dengan CEO Amarta's Group?" tambah laki-laki itu.
"Hmm," Kian menggumam sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Bagus kalau begitu. Apa kamu tau? Rama Amarta adalah teman kuliahku."
"Apa?"
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Ika Ika
second male
2023-06-12
0
Bayangan Ilusi
ayo Samir.. semangat untuk dapetin hati kian..
2023-06-03
0