15

Ku tepuk dahiku dan menggelengkan kepalaku. Dasar tidak waras kamu Terry, bagaimana mungkin pak Gilang bisa suka sama gadis seperti kamu. Huh ... Yang benar saja?

"Hey." Tantri kembali merangkul bahuku secara tiba-tiba.

"Kebiasan deh, Tan." ucapku sedikit kesal.

"Eh ... Lihat ini." Tantri mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya.

Ku ambil dan ku lihat isi kertas itu. Ku naiki sebelah alis mataku saat melihat isi kertas itu.

"Ini?" tanyaku sambil menatap Tantri bingung.

"Iya, itu beneran."

"Tantri, ini gila. Mereka ini dosen loh, masa di buat begini?"

"Tapi ini sudah izin pak Reino kok. Selebaran ini akan di bagiin buat narik mahasiswa dan mahasiswi baru, Terry."

"Promosi kalian kacau." ucapku sambil menggeleng pasrah.

Ku lempar bokongku diatas kursi stainles di kantin dan kembali ku perhatikan selebaran yang di buat anak-anak dari jurnalistik ini.

F4 dari Universitas Samudera.

Lenny Ayudia,

Reinold Ardinsyah,

M. Gilang Syuhada,

Zildane Beyazid,

Ruben Syahputra.

Terletak lima foto dosen muda yang namanya tertera diatas. Bersamaan dengan jurusan mereka masing-masing.

Apa mereka sudah gila? ini bisa membuat dosen yang tertera namanya meradang. Apalagi pak Gilang, bisa mengamuk dia.

"Tant, apa kalian yakin?" tanyaku sekali lagi, bagaimana juga ini selebaran yang konyol.

"Emh." ucap Tantri mengangguk sambil menyuapi makanan dia.

"Aku gak yakin saat pak Gilang tahu dia gak akan marah." ucapku berusaha membujuk.

"Tahu gak? foto mereka berlima kami dapat dari pak Reino sendiri. Jadi udah aman, karena pak Reino sudah kasih izin."

"Tapi kamu yakin pak Gilang tahu? kamu tahu sendiri kan pak Gilang gimana?"

"Tunggu... Tunggu. Kok kamu jadi pusingin pak Gilang ya Ter? atau jangan-jangan..." Tantri menggantung kalimatnya sambil menatapku penuh makna.

"Jangan mikir yang aneh-aneh. Aku cuma takut kamu dapat masalah gara-gara ini." ucapku berusaha tenang.

Kenapa aku merasa serba salah begini ya, melihat foto pak Gilang akan tersebar di khalayak umum. Seakan tak terima jika pak Gilang akan di pandang banyak cewek dan menjadi populer.

Sudahlah Terry, ini bukan urusanmu. Jangan ikut campur, lagian bagus kan kalau pak Gilang banyak yang sukai. Lagian Mamanya pak Gilang juga sudah ingin pak Gilang segera menikah.

Ku ikuti kelas siang dengan banyak memandang poster yang di berikan oleh Tantri. Ku lipat dan ku letakan di selipan lembaran buku yang ku bawa di lengan tangan.

Segera ku siap-siap saat bel kelas berbunyi.

Ting... Notifikasi pesanku berbunyi saat pertama kali kuhidupkan kembali ponselku.

(Saya tunggu di tempat tadi, jangan gak datang. Saya tungguin, pokoknya sampai kamu datang.) pesan dari dosen biologiku.

Entah kenapa mendapatkan pesan dari pak Gilang membuat suasana hatiku membaik. Padahal dari tadi aku mengikuti kelas sambil uring-uringan.

Ku keluarkan ponselku dan mengirimi pesan ke Tantri untuk tidak menungguku. Aku berjalan sambil melihat kesekeliling. Tak ingin ada teman-teman yang sampai melihatku.

Begitu belok ke jalan tikus tadi, body belakang motor pak Gilang sudah terlihat di pandanganku. Ku percepat langkahku mendekati motor pak Gilang.

"Bapak kok maksa sih? bagaimana kalau tadi saya tidak datang?" tanyaku langsung saat berada di sebelah pak Gilang.

"Saya tahu, kamu bukan orang yang tega membiarkan orang lain menunggu." ucap pak Gilang sambil memberikan helmnya padaku.

"Bak bisa tolong pegangi buku saya dulu?" tanyaku sungkan.

Pak Gilang mengambil tumpukan buku yang aku bawa tadi. Tangannya meraih lembaran yang kulipat tadi. Pak Gilang mengernyitkan dahinya saat membuka lembaran kertas itu.

Ku tutup mulutku dengan kedua tanganku saat mendapati pak Gilang yang sedang memperhatikan lembaran kertas itu.

"F4 dari Universitas Samudera." pak Gilang membacakan itu sambil melihat kearahku.

"Si tampan Reino dari jurusan jurnalistik. Si dingin Gilang dari jurusan biologi. Si keren Zildane dari jurusan Sosiologi. Si manis Ruben dari jurusan Akuntan. Dan si cantik Lenny dari jurusan Hukum." ucap pak Gilang lembut tapi menekan.

Dari nadanya terdengar sekali kalau dia tak setuju oleh selebaran itu.

"Jadilah bagian dari Universitas kami dan temui dosen impian kalian dari setiap jurusannya." sambungnya kembali membaca tulisan kecil di bawah foto mereka berlima.

Pak Gilang menyilangkan kedua tangannya di dada. Matanya menatapku sambil tersenyum sinis.

"Kalian mau buat selebaran untuk menarik mahasiswa, apa menarik fans fanatik dari lima artis kampus Universitas ini?" tanya pak Gilang serius.

"Saya gak tahu pak. Saya dapat kertas itu dari teman saya." ucapku pelan sambil menundukan pandanganku kebawah.

"Maafkan saya, Terry. Saya tahu ini pasti bukan kamu yang buat." ucap pak Gilang kembali tersenyum ramah.

"Ayo naik, nanti saja kita bahas ini." sambung pak Gilang sambil memasukan bukuku kedalam tas ransel miliknya.

Sebenarnya aku tak enak hati pada Tantri dan juga pak Gilang. Bagaimana jika pak Gilang tahu kalau Tantri dan teman-temannya yang buat itu. Apa pak Gilang akan menegur Tantri?

Ini masih pak Gilang, bagaimana jika tiga dosen lainnya tahu? duh Tantri, habislah riwayatmu.

"Terry." panggil pak Gilang saat berhenti di lampu merah.

"Iya, Pak."

"Kita makan dulu sebelum pulang ya. Saya belum ada makan dari siang karena banyak kerjaan, mau kan?"

"Hem, gimana ya, Pak?" ucapku sedikit bingung.

"Tenang, saya akan cari tempat yang ekslusif kok. Jadi gak ada mahasiswi yang tahu." sambung pak Gilang. Lagi-lagi pak Gilang tahu apa yang ada di dalam pikiranku.

"Hem, terserah Bapak saja." ucapku mengalah.

Pak Gilang menghentikan laju motornya di parkiran teras cafe ekslusif. Nama cafenya ekslusif, bukan tempatnya. Ya Tuhan, pak Gilang, kamu ini benar-benar deh.

Ku ikuti langkah kaki pak Gilang memasuki cafe yang bisa di kategorikan dalam jajaran cafe mewah. Pak Gilang menyapa salah satu seorang lelaki di balik bar cafe.

Aku berjalan mendekat saat tangan pak Gilang melambai kearahku. Aku tersenyum saat teman pak Gilang melihat kearahku.

"Ganas, Lang. Ini siapa? gebetan baru?" tanyanya saat melihatku berdiri sejajar dengan pak Gilang.

"Jangan heboh gitu, ini salah satu mahasiswi gue. Namanya Terry."

Lelaki itu menyodorkan tangannya kearahku, ku sambut dan tersenyum sendu.

"Adi," ucap lelaki itu saat berjabat tangan denganku

"Enak banget ya jadi elu, Lang. Kalau gak ada pacar tinggal nyomot mahasiswi lu aja."

"Mulai gak jelas deh. Emang gue ini lelaki apaan?" ucap Pak Gilang sambil tertawa lepas.

Ternyata pak Gilang bisa seperti lelaki biasa. Bicara santai dan juga bercanda. Kenapa setiap hari aku selalu melihat sisi pak Gilang yang berbeda. Sebenarnya ada apa sih di hatiku ini. Lagi dan lagi wajahku kembali menghangat saat melihat pak Gilang tertawa lepas seperti ini.

"Eh, ayo. Gue antar ke tempat spesial buat kalian berdua."

Pak Gilang hanya tersenyum dan menggeleng pasrah. Mengikuti langkah kaki temannya itu. Kami bedua duduk di tempat yang bisa di bilang ekslusif sih. Tertutup dari tempat yang lainnya.

"Lang, happy ya. Terry selamat menikmati." ucap lelaki tadi sambil pamit keluar.

"Terry, ayo pilih makanan yang kamu suka. Saya traktir." ucap pak Gilang kembali formal.

Aku membuka lembaran menu yang ada di hadapanku. Kalau aku terlalu lama disini, makan malam Ayah bagaimana ya?

Terpopuler

Comments

☠⏤͟͟͞R⚜🍾⃝ ὶʀαͩyᷞαͧyᷠυᷧͣ🏘⃝Aⁿᵘ

☠⏤͟͟͞R⚜🍾⃝ ὶʀαͩyᷞαͧyᷠυᷧͣ🏘⃝Aⁿᵘ

cafe eksklusif....sy jadi ingat baca novel di dalam nya juga bahas nama cafe..cafe sebelah...bukan hanya karena letaknya di sebelah tapi emang namanya cafe sebelah...hahhaaha

2020-01-03

0

Rahima Maryati

Rahima Maryati

asyik... kencan pertama with pa Gilang..🤗🤗

2019-12-03

0

Wina

Wina

Cieeeee tery😍😍😍
Yudha udah di tenggelamkan ini nampaknya😂😂

2019-12-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!