11

Pak Gilang melepaskan pegangan tangannya pada daguku saat mata kami saling bertemu.

"Kelas siang akan dimulai, tapi kamu gak bisa ngikuti kelas dengan baju basah begini, Terry." ucap Pak Gilang lembut.

Sementara aku hanya berdiam, tak bisa mengendalikan semu di wajahku yang mulai menghangat.

"Saya antar kamu pulang ya, biar bisa ikuti kelas siang." ucap Pak Gilang lembut.

"Gak usah, Pak." tolakku lembut.

"Kalau kamu nunggu bis, nanti kelas siang bisa terlambat."

"Kalau saya boleh minta tolong, Bapak bisa izini saya pulang?"

"Kamu sakit, Terry?" pak Gilang meletakan satu punggung tangannya di dahiku.

Kembali mataku menangkap wajah pak Gilang yang berada tepat di hadapanku. Kenapa wajahku terasa begitu hangat? aku tersenyum sendu dan menundukan pandanganku.

"Suhu badan kamu sedikit hangat, kamu pasti masuk angin." ucap Pak Gilang kembali.

"Ayo saya antar kamu pulang." Pak Gilang bangkit dan meraih kunci motornya.

"Gak perlu Pak, saya bisa pulang sendiri."

"Nanti kalau kamu pingsan di jalanan bagaiamana?"

"Alhamdulillah sampai sekarang saya belum pernah pingsan, Pak." jawabku sedikit malu.

Pak Gilang tersenyum, perlahan tawanya meledak. Menampilkan sederet jajaran giginya yang putih dan terlihat manis karena runcingan pada giginya terlihat indah.

"Terry, bukan berarti kamu gak bakalan bisa pingsan, karena kamu belum pernah pingsan, kan?" ucap Pak Gilang menahan tawanya.

"Sudah, ayo saya antar. Lagian Ayah kamu pernah meminta saya menjaga kamu, selama kamu jadi mahasiswi disini."

Oh ... Jadi kenapa selama ini Pak Gilang menaruh perhatian lebih sama aku karena Ayah pernah bilang begitu ya?

Pantas saja, selama ini pak Gilang perhatian ke aku, ternyata semua karena rasa tanggung jawabnya ke Ayah.

"Gak usah Pak. Saya gak mau ngerepoti, lagian apa setelah ini Bapak gak ada kelas?"

"Oh ... Iya." pak Gilang menggaruk tengkuk lehernya.

"Maaf, sepertinya saya gak bisa antar kamu." ucap Pak Gilang bersalah.

"Gak Papa, Pak. Kalau begitu saya permisi." ucapku sambil meraih tasku.

Saat aku ingin membuka pintu, pak Gilang kembali memanggilku.

"Ganti baju kamu dengan ini, takutnya suhu badan kamu akan menaik kalau kamu pakai baju basah itu." ucap Pak Gilang sambil menyerahkan jaketnya padaku.

"Kalau kamu takut terlihat mahasiswi lain, kamu bisa ganti di toilet dekat gerbang." sambungnya kembali.

Seakan tahu apa yang ada di dalam pikiranku. Aku mengambil jaket itu, dan ku masukan dalam tasku. Aku tersenyum sendu.

"Makasih, Pak." ucapku sambil membuka pintu ruangan pak Gilang.

Aku berjalan melewati koridor, seperti perintah pak Gilang. Aku mengganti jaket yang pak Gilang beri di kamar mandi dekat gerbang kampus. Lalu jalan keluar menuju halte bis di depan kampus.

Semilir angin yang bertiup membuat aroma wangi dari jaket pak Gilang menembus penciumanku. Entah kenapa, harum parfume ini membuat aku sedikit tenang.

Aroma dari parfum yang pak Gilang pakai seprti karakter pak Gilang yang tegas dan juga lembut. Kadang pak Gilang terlihat manis, kadang juga bisa menjadi killer.

Pak Gilang termasuk dosen muda yang di kagumi para mahasiswi muda disini. Selain pak Gilang ada juga dosen muda yang menjadi bintang kampus, dan satu dosen wanita cantik di jurusan Hukum. Lebih tepatnya dosen pembimbing Reza.

Pak Gilang hanya menjadi idola di kalangan mahsiswi Biologi, ya pak Gilang memang tak terlalu tampan. Namun pak Gilang lebih terbilang manis dan kharismatik. Dengan kacamata tipis yang sering ia gunakan saat di dalam kelas. Menjadikan pak Gilang terlihat lebih dewasa.

Eh ... Tunggu, Terry. Kenapa kamu jadi memperhatikan setiap detil penampilan pak Gilang. Ayolah Terry, sadar, kamu ini mahasiswi pak Gilang.

Aku tersenyum datar dan menepuk dahiku sendiri. Bersamaan dengan bis yang ku tunggu datang di hadapanku.

Sepanjang perjalanan aku hanya melihat kearah jendela.

Ku lihat ada beberapa siswa SMP pulang dengan menaiki sepeda mereka, melintasi trotoar jalan. Ada satu sepeda yang berboncengan dengan seorang gadis remaja.

Melihat itu, kembali aku teringat dengan masa lalu. Hampir setiap hari Yudha membonceng aku di bagian belakang sepedanya. Berdiri sampai terkadang kakiku menjadi kebas seluruhnya.

Kenapa aku masih selalu terjebak oleh masa lalu bersama Yudha. Dimana dan kemana saat ini kamu Yudha? aku rindu.

Aku rindu tatapan matamu, aku rindu celotehmu, dan aku rindu saat naik sepeda bersama denganmu lagi. Aku akan menyiapkan hati untuk mencoba menanyai alasanmu, ku mohon muncul lah ke hadapanku lagi.

Aku berjalan memasuki kamarku, ku rebahkan badanku dan menatap luas langit-langit kamar. Perlahan kesadaranku mulai menghilang.

Keringat mengucur deras dari balik kain tebal jaket pak Gilang yang aku kenakan. Keringat yang banyak membuat kulitku lengket. Aku bangkit dan mengguyur badanku dengan air.

Ku keringkan rambutku dengan handuk dan ku singkap kain gorden jendela kamarku. Ku lihat di seberang sana, pak Gilang sedang bermain dengan salah satu keponakannya.

Bermain basket dengan anak lelaki berumur tujuh tahun di depan garasi rumahnya. Pak Gilang anak kedua dari tiga saudara. Pak Gilang mempunyai seorang kakak perempuan dan juga adik lelaki.

Ku perhatikan tubuh tegap pak Gilang yang sedang men-dribell bola di tangan kanannya. Lalu berlari dan melompat, memasukan bola dengan tepat pada keranjang basket.

Aku menutup kain gorden jendela kamarku, ada apa denganku?

Gara-gara Ayah, aku jadi sering memperhatikan pak Gilang.

Ku dengar suara ponselku berdering, ku angkat pangilan itu setelah melihat nama yang tertera.

"Ter, kamu udah masak, Nak?"

"Belum, Ayah. Kenapa?"

"Gak perlu masak, nanti malam kita makan di luar saja ya."

"Baiklah, Ayah."

Sesaat panggilan dari Ayah terputus. Kembali aku berdiri di balik jendela, namun pak Gilang sudah tak berada disana. Berjam-jam aku berdiri disini, sampai kehadiran mobil Ayah menampakan dirinya.

Aku bahkan menghabiskan waktu yang cukup lama untuk merenung di pinggir jendela. Ku putuskan untuk bersiap-siap. Ku pilih dres di bawah lutut berwarna putih dengan les hitam di bagian bawahnya, dengan tambahan blero lengan pendek berbahan brukat untuk menutupi tali satu atasan dress yang ku gunakan.

Ku cepit rambutku ke atas dan menyisakan sejuntai poni panjangku di sisi kanan. Aku mengambil heels dan segera turun ke lantai bawah.

Ku tunggu Ayah di kursi depan, dan tak lama berselang Ayah keluar dari pintu depan.

"Sudah siap, Ter?" tanya Ayah saat menutup daun pintu depan.

Aku hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Ayah.

"Ayo." ajak Ayah lembut.

Ayah berjalan menyeberangi jalanan komplek dan berjalan menuju rumah Pak Gilang. Saat berada di depan garasi ku tarik tangan Ayah lembut.

"Ayah, bukannya kita mau makan di luar?" tanyaku bingung.

"Iya, kita di undang makan sama tante Namira."

"Tapi, Ayah."

"Sudah, ayo masuk. Gak enak kalau kita kelamaan nanti."

Dengan menunduk aku berjalan memasuki pintu depan rumah Tante Namira. Wanita cantik itu langsung mencium pipiku saat melihat aku datang mendekat.

Tante Namira menggandeng tanganku untuk langsung menuju meja makan. Disana aku melihat mbak Gita dan bayinya sudah duduk duluan.

Aku melempar senyum saat mbak Gita melihat kearahku.

"Terry, makin cantik saja sejak terakhir jumpa." ucap mbak Gita ramah.

"Makasih, Mbak. Anak mbak, lelaki atau perempuan?" tanyaku basa basi.

"Ini perempuan lagi." mbak Gita tersenyum lebar, membuat lesung di pipi bagian atasnya terlihat, seperti lesung yang dimiliki artis cantik Sandy Aulia.

Suara hentakan langkah kaki terdengar dari lantai atas.

"Om, main di taman belakang lagi, ayo." rengekan si ganteng anak kedua mbak Gita.

"Iya, Om butuh energi buat main, nanti siap makan malam kita main lagi." kini berganti suara milik pak Gilang yang terdengar.

Tak lama berselamg pak Gilang dan Leo turun dari tangga atas, Leo menarik-narik ujung baju pak Gilang.

Lagi-lagi aku kembali memperhatikan penampilan pak Gilang yang sangat jauh berbeda saat berada di kampus.

Pak Gilang terlihat beda dengan kaus oblong lengan panjang berwarna abu-abu. Dengan celana casual dan juga rambut yang tak tersisir rapi.

Aku menundukan wajahku saat pak Gilang melihat kearahku, kusisir juntaian rambutku dan ku buang pandanganku kesamping. Kenapa lagi-lagi wajahku terasa hangat saat pak Gilang menatapku begini?

Terpopuler

Comments

Yanti

Yanti

mulai jatuh cinta kamu Terry, kalo kamu jatuh cinta, yudha nya mau di bawa kemana

2023-07-28

0

Marny Ariqah Maisarah

Marny Ariqah Maisarah

susah ditebak ni cerita

2020-03-18

0

Rian Ardiyanto

Rian Ardiyanto

pantesan di tunggu di KBM ga nongol ☺☺

2019-12-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!