"Terry, hati-hati." pak Gilang berjongkok untuk membantu aku membereskan buku bawaan yang jatuh karena tertabrak punggung badannya.
"Ayo masuk." ucap pak Gilang saat buku terakhir itu ia berikan padaku.
Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkah besar pak Gilang.
"Assalamualaikum, selamat pagi." ucap pak Gilang saat memasuki kelas.
"Waalaikum salam, Pak." jawab seisi ruangan serentak.
Aku langsung duduk pada jejeran bangku kelasku. Ku perhatikan pak Gilang yang memberikan sedikit arahan. Ku pandangi setiap lekuk wajah pak Gilang yang terlihat serius saat memberikan materi mata kuliah biologi.
Wajah serius di balik kacamata tipis itu membuat pandanganku tak bisa lepas darinya. Ku buang senyum geliku dan menggelengkan kepalaku.
Aku ini kenapa? mana mungkin pak Gilang menaruh hati padaku. Gadis kaku dan juga dingin tak berekspresi. Karena perkataan Ayah tadi, pikiranku jadi bercabang tak menentu.
*****
Setelah malam itu, aku tak menemukan Yudha lagi. Seperti menghilang tanpa jejak, Yudha pergi begitu saja. Bahkan orderan yang aku buat di percetakan tempat ia bekerja pun tak di antar oleh Yudha.
Entahlah, Yudha memang suka menghilang tanpa jejak. Sama seperti lima tahun dulu, dia meninggalkanku tanpa kabar. Tanpa alasan dia memutuskan hubungan kami.
Yudha, hadirmu kembali membawa seribu luka yang harus kembali aku telan. Kepergianmu yang kedua kali juga membawa kehampaan yang tak pernah bertepi dalam hatiku.
Entah mengapa, aku tak mampu mengisi kekosongan ini. Semua yang terindah dalam ingatanku seperti hilang bersama bayangan tentangamu.
Aku selalu menghindar untuk bertemu denganmu, namun saat ini aku berharap kamu menemukan aku secara tiba-tiba. Seperti saat pertama kali kita berjumpa setelah lima tahun berpisah.
Entah kenapa, saat ini setiap pagi aku menantikan kamu memberhentikan motormu di depanku. Mengharapkanmu berseberangan meja denganku, dan berharap bisa duduk kembali di boncengan sepeda bersamamu.
Aku mengharap kehadiranmu kembali, mampu membasuh lukaku, mengisi segala ruang kosong dalam hatiku. Saat ini aku tak peduli lagi seberapa perih luka yang akan kembali berdarah.
Ku hirup udara sejuk tengah hari di bawah pohon besar di halaman kampus. Ku pejamkan mataku untuk bisa lebih menikmati udara yang masuk ke hidungku.
Sejenak pikiranku kembali mengawan ke masa putih biru dulu. Yudha, saat itu sering memanggilku Kirei-chan. Bukan karena aku mirip gadis Jepang, tapi karena Yudha yang sangat suka anime dan juga komik Jepang.
Bukan tak pernah marah dan putus hubungan, aku dan Yudha malah sering bertengkar dan saling membenci. Namun aku tak sanggup berlama-lama membenci Yudha.
Yudha selalu ada saat aku membutuhkan teman untuk bicara dan bercerita. Terkadang Yudha hanya mendengarkan tanpa memberikan solusi, tapi itu mampu membuat aku lega.
Andai saat perpisahan Ayah dan Bunda masih ada Yudha di sisiku. Pasti Terry yang saat ini masih menjadi Kirei-chan nya Yudha.
Kirei-chan yang masih bertingkah konyol dan petakilan. Cerewet dan juga sangat pembakang. Suka bertengkar apalagi merajuk, aku rajanya.
Namun kemana semua sifat itu pergi? Entah lah, bersama dengan hancurnya dunia dan juga keluargaku, Kirei-chan terkubur dalam luka dalam itu.
Kirei-chan menghilang begitu saja, bersama dengan hilangnya sang pemberi nama. Semua yang indah berubah menjadi luka, semua senyum bahagia berubah menjadi tangis tanpa suara.
"Maaf, Yudha. Tapi saat ini aku merindukanmu." ucapku lirih. Ku hela nafasku dan membuangnya berat. Seberat beban luka hati yang berusaha aku pikul sendiri.
"Terry..." sontak panggilan itu membuat aku terkejut dan membuka mataku.
"Ngapain di bawah pohon sendirian? kesurupan baru tahu." Reza menyenggol lengan tanganku lembut.
Aku hanya melemparkan senyum dan menggelengkan kepalaku.
"Tantri mana?"
"Gak tau, kayaknya gak masuk."
"Ehm." Reza memoyongkan bibirnya dan mengangguk pelan.
"Jam kelas siang masih lama?"
"Lumayan."
"Kantin yuk, Yang."
Senyumku memudar dan ku miringkan kepalaku, ku tatap Reza yang hanya cengengesan tak menentu.
"Udah, ayuk!" Reza menarik pergelangan tanganku.
Aku terpaksa mengikuti langkah kakinya. Berjalan menuju kantin kampus. Ku perhatikan setiap punggung lelaki yang berada di situ. Tapi mataku tak menemukan sosok yang aku cari.
Kembali ku hela nafas panjang dan membuang kasar, ku tarik salah satu kursi kosong di situ dan membuang bokongku. Ku keluarkan sebuah novel dan membukanya sambil menunggu Reza kembali.
Reza kembali datang dengan pesananku di tangannya. Mata Reza terus menatapku lekat, walau sedikit risih namun aku tetap berusaha untuk tetap tenang.
"Terry," panggilnya lembut.
Aku hanya membuang pandangan ke arah Reza yang saat ini duduk di hadapanku.
"Kalau gak ada Tantri, kamu jadi sendirian saja dong, ya?" tanyanya sambil memainkan sendok di tangannya.
Aku hanya mengangguk dan kembali menyuapi potongan siomay dari dalam piringku.
"Memang gak bosen apa Ter? main nya cuma sama Tantri mulu, coba cari kawan baru dong."
Aku tersenyum dan menarik gelas jus milikku. Meneguknya sedikit sebelum menjawab pertanyaan Reza.
"Buat apa banyak teman, Za? sama Tantri sudah cukup nyaman kok."
"Pergaulan kamu kurang jauh, Ter. Terlalu kaku dan monoton. Gak bosen apa?"
Aku hanya menggeleng dan kembali tersenyum lembut.
"Dari SMA kamu gak berubah ya Ter?"
Aku menaiki sebelah alis mataku dan meletakan sendok makanku.
"Maksudnya?" tanyaku bingung.
"Masih tertutup banget dan selalu dingin. Kamu seperti menarik diri dari lelaki, seperti risih kalau ada lelaki yang dekati kamu."
Aku kembali tersenyum dan menggeleng pasrah. Untuk ukuran lelaki, ternyata Reza ini cukup peka juga. Memperhatikan kelakuan dan juga sikapku dari dulu.
"Aku walaupun playboy begini, tapi gak bejat juga loh, Ter." ucapnya serius.
Aku sedikit terkekeh mendengar ucapan Reza.
"Serius tahu, Ter. Echm..." Reza berdehem sedikit dan merapikan rambutnya.
"Aku masih serius suka sama kamu." sambungnya dengan tatapan serius.
Sedikit menghela nafas, ku tatap Reza dingin. Sebenarnya aku tahu, Reza masih menyimpan rasa padaku. Tapi tak mungkin aku menerimanya. Apalagi kalau dengan posisi dia yang saat ini banyak sekali memacari cewek di kampus ini.
"Terry, kalau kamu jadi pacar aku, aku janji bakalan jadiin kamu yang satu-satunya. Karena dari dulu aku sukanya sama kamu." ucap Reza meyakinkanku.
"Jujur, kamu adalah cinta pertamaku, Terry." sambungnya serius.
Sejenak aku terdiam, bagaimana mungkin aku menjadi cinta pertama Reza? aku bukanlah gadis pertama yang di tembaknya saat masih SMA.
"Reza, gak perlu bilang begitu, aku tahu dulu sebelum kamu bilang suka sama aku, kamu sudah pacaran sama orang lain."
"Enggak, Terry. Kamu salah." ucapnya sambil meraih tanganku.
"Aku sudah memperhatikan kamu sejak pertama kali kita satu kelas dulu, Terry."
Kali ini salivaku terasa sangat berat untuk di telan. Ada rasa tak enak saat melihat Reza begini, selama ini Reza sering mengganggu dan menggodaku. Terkadang dia juga selalu bercanda, karena itu aku tak pernah menganggap ucapannya serius.
Selain Tantri, Reza adalah orang yang ku anggap teman. Aku tak merasa risih jika hanya berdua dengannya saja, walaupun terkadang sifat penggodanya itu membuat aku sedikit tidak nyaman.
"Terry." Reza mengenggam jemari tanganku lembut.
"Aku memang selalu main-main, tapi aku tak pernah main-main dengan perasaan aku ke kamu. Selama ini kalau aku bilang aku masih terlalu jatuh cinta padamu, itu adalah keseriusan, Terry."
"Reza, aku selama ini nyaman sama kamu sebagai teman aku. Selain Tantri, kamu adalah orang yang paling dekat sama aku."
"Jadi maksud kamu, selama ini kamu gak pernah anggap perasaan aku serius?" perlahan rona wajah yang di tampilkan oleh Reza berubah sendu.
Kini aku benar-benar melihat raut kesedihan yang terpancar dari wajahnya. Ada perasaan tak enak, ada juga perasaan kasihan.
Apakah harus aku terima saja? lalu bagaimana dengan Yudha? jujur aku masih menunggu kehadirannya kembali. Jika aku memulai ini dengan lelaki lain, mungkinkah kesempatan aku kembali pada Yudha tak ada lagi?
Sungguh, aku benar-benar bingung menghadapi situasi seperti ini. Kembali ku buang pandanganku ke Reza, tak ada ekspresi lain yang terpancar selain rona wajah sendu. Reza tak pernah sesendu ini sebelumnya.
"Reza, aku..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Yanti
aduh nembak mulu dech reza, nunggu yudha ajalah..
2023-07-28
0
Jingga Annida
First love never die Terryyyyy.....
2020-04-11
1
Senja Restami
move on terry, terry
2019-11-28
0