13

"Maaf ya, bolanya jadi kena kamu." ucap pak Gilang setelah selesai mengelap dahiku.

"Gak apa-apa, Pak. Gak sakit juga."

Pak Gilang melepas tawanya, menatapku dengan matanya yang sedikit sipit.

"Ini dirumah saya Terry, kalau yang lain dengar kamu manggil saya Bapak. Saya bisa di ledekin terus."

"Jadi bagaimana, Pak? kan Bapak memang dosen saya."

"Kalu kamu gak nyaman panggil saya Mas atau Kakak, panggil saya Gilang saja."

"Tapi itu lebih gak sopan lagi, Pak."

"Tuh kan, panggil saya Pak lagi, harus bisa dong Terry, kita tetangga, saya risih di panggil Pak saat di luar kampus."

Aku hanya menganguk pasrah. Bagaimana aku mau manggil Mas atau Kakak? aku merasa risih jika harus memanggil pak Gilang sedekat itu.

"Gilang, yuhuuu." panggil tante Namira dari depan pintu dapur.

Pak Gilang menolehkan pandangannya dan melihat tante Namira dengan wajah yang datar.

"Malam ini Terry nginap disini, dia pakai kamar kamu ya. Kamu tidur sama Guntur."

"Iya, Ma." jawab pak Gilang datar.

"Terry, nanti kamu kunci kamar ya. Jangan sampai Gilang menyelinap masuk ke kamar kamu." ucap Tante Namira asal.

Aku menaiki sebelah alisku dan menatap pak Gilang serius.

"Ma, Gilang bukan lelaki seperti itu? kenapa jelek banget sih mikirnya?" sanggah pak Gilang tegas.

"Ya mana tahu aja kamu khilaf, karena kelamaan menjomblo."

Tante Namira beranjak dari posisinya dan membuka pintu dapur. Namun tante Namira kembali menatap kearah kami.

"Kalau Mama sih berharapnya kamu bisa khilaf, Gilang." ucap tante Namira cepat sambil memasukan badannya kedalam.

"Ya ampun, Mama." pak Gilang menggeleng dan memukul dahinya sendiri.

Pak Gilang mengusap wajahnya kasar, menghela nafas dan menggaruk tengkuk lehernya. Raut wajahnya berubah merona, mungkin pak Gilang malu.

"Maaf ya Terry. Kamu harus dengar ucapan begitu dari mulut Mama."

Aku melepaskan tawaku, lucu melihat ekspresi pak Gilang yang tersipu malu. Aku menggelengkan kepalaku, perlahan pecahan tawaku mulai terdengar.

"Kenapa ketawa sih?" tanya pak Gilang yang ikut tersenyum.

Aku hanya tertawa dan menggeleng, tak tahu harus berucap apa. Tapi bagaimana mungkin lelaki seperti pak Gilang memiliki Ibu yang humoris dan buka-bukaan seperti tante Namira.

Suara guntur terdengar di telinga kami. Sesaat pak Gilang melihat kedua bocah yang sedang bermain di depan kami.

"Libra, Leo. Ini sudah mau hujan, ayo masuk!" seperti perintah Pak Gilang.

Kedua anak kecil itu masuk, termasuk aku juga mengikuti langkah kaki pak Gilang untuk memasuki ruangan.

"Aku pulang dulu ya, Pak?"

"Pak?" ucap Pak Gilang sambil menaiki sebelah alis matanya.

"Emh ... Gilang." ucapku sungkan.

"Bukannya mau nginap disini? kok pulang?"

"Tapi gak mungkin saya tidur pakai baju seperti ini, kan Pa ... Emh ... Gilang!" terlihat wajah pak Gilang yang ingin tertawa namun ia tahan.

"Yasudah kalau begitu saya temani."

"Eh gak perlu, Gilang. Saya bisa sendiri kok."

"Sudah, ayo." pak Gilang menarik tanganku keluar dari pintu depan.

Aku membuka pintu dan langsung menaiki lantai dua. Aku memilih baju piyama berlengan panjang. Namun saat aku ingin turun, guntur kembali menggelagar, seketika membuat lampu padam di seluruh komplek.

Aku membuka laci-laci nakas yang ada di lantai dua. Mencoba mencari mancis ataupun senter. Setelah lama mencari aku menemukan senter kecil. Ku coba untuk menghidupakannya.

Namun bersamaan guntur kembali menggelegar bersamaan cahaya dari kilat yang masuk dari jendela-jendela kaca lantai dua. Getaran dari guntur itu membuat aku terlompat.

"Ahhh..." sontak aku melemparkan senter yang aku pegang tadi.

"Terry," suara pak Gilang terdengar dari bawah.

Di susul suara langkah kaki yang sedikit berlari menaiki anak tangga. Aku mencari dimana aku melemparkan senterku tadi.

"Terry, kamu gak apa-apa?" pak Gilang datang dengan cahaya senter dari ponselnya.

"Gak apa-apa, Pak. Tadi saya cuma terkejut saja." ucapku sambil bangkit dan berdiri.

"Kamu sudah siap?"

"Sudah."

"Yasudah, kalau begitu cepat kita kembali kerumah saya, ini gelap dan kita cuma berdua. Nanti malah terdengar kabar yang tak enak."

Aku pun berjalan mengikuti langkah kaki pak Gilang menuruni anak tangga. Saat pak Gilang membuka salah satu daun pintu rumahku, angin kencang menerpa wajahku.

Hujan diluar sudah sangat lebat, di tambah angin dan juga cahaya kilat. Sedikit banyaknya aku ngerih jika harus keluar.

"Ada payung, Ter?" tanya Pak Gilang.

Aku mengangguk dan berjalan ke tempat penyimpanan payung. Ku berikan pada pak Gilang saat aku sudah berada di hadapannya.

Pak Gilang membuka payung itu, lalu mengunci pintu rumahku. Pak Gilang berjalan kelur dari teras, namun aku hanya berdiam di depan pintu.

"Ter, ayo." ajak pak Gilang.

"Saya takut, Pak."

"Jangan takut, ada saya. Ayo!" pak Gilang menarik tanganku untuk berada di bawah satu payung dengannya.

Kembali ku tatap wajah pak Gilang, sedikit tersenyum, aku menundukan pandanganku.

"Saat begini jangan panik. Tenang saja, saat berjalan juga santai saja. Insha Allah akan baik-baik saja." pak gilang berusaha menenangkanku dengan perkataannya.

Seperti tahu aku akan berlari untuk menyeberangi jalan, pak Gilang malah berbicara seperti itu.

"Sudah siap?" tanya pak gilang sebelum keluar dari teras rumahku.

Aku hanya mengangguk lalu tersenyum. Pak Gilang meraih sebelah jemariku dan mengenggamnya erat, sebelah tangannya pak Gilang memegang gagang payung. Ia menatap rumahnya yang berada di seberang jalan.

"Bismillah." pak Gilang membuang nafasnya.

Lalu perlahan dia melangkahkan kaki keluar dari teras dan melintasi taman depan rumahku. Aku menggenggam jemari pak Gilang erat, ku tatap wajah serius pak Gilang yang menatap fokus kedepan.

Ku peluk lengan tangan pak Gilang saat cahaya kilat menyilaukan pandanganku. Pak Gilang melemparkan pandangannya padaku dan tersenyum manis, aku membalas senyumannya dan perlahan menundukkan wajahku. Tersipu malu karena tatapan pak Gilang.

Entah kenapa di tengah dingin angin yang menerpa dan juga dingin air yang mengguyur bumi. Seluruh badanku terasa hangat, ada rasa aman dan juga nyaman yang saat ini aku rasakan.

Baru melintas sampai di tengah jalanan aspal, kembali guntur menggelagar kuat, di sambut cahaya kilat dan getaran pada bumi. Seketika aku melompat dan memeluk badan Pak Gilang kuat.

Kurasakan tangan pak Gilang memelukku erat, aku memberanikan mendongakkan kepala. Ku lihat pak Gilang sedang menatapku lekat, wajahnya bersemu merah dan tangannya terasa gemetar.

Tetesan air hujan dari helaian rambutnya mulai menyapa kulit wajahku.

Ku rasakan tetesan hujan mulai menembus kulit badanku, pak Gilang melepaskan payungnya dan memelukku secara spontan.

"Sudah terlanjur, lari yuk!" ajak pak Gilang langsung menarik tanganku tanpa aba-aba.

Aku menyapu atas kepalaku saat memasuki teras rumah pak Gilang. Ku hapus juga buliran air yang masih berada diatas piyamaku. Setelah selesai menyapu, ku buang pandanganku kearah pak Gilang.

Pak Gilang mengacak-acak rambutnya yang basah. Berusaha menjatuhkan buliran air yang menempel di rambutnya.

Kenapa saat ini jantungku malah bertabuh kencang. Seperti ingin keluar saat bola mataku menatap pak Gilang.

"Maaf ya, jadi basah deh." ucap Pak Gilang sambil tersenyum.

Aku tersenyum dan menggeleng. Lalu tawaku pecah mengingat hal tadi. Padahal jaraknya paling ada 10 meter, tapi kenapa jarak itu terasa sangat panjang tadi.

Duaar ...

Suara petir menyambar kembali, membuat aku terlompat. Sesaat aku dan pak Gilang saling bertatapan. Lalu kami kembali tertawa geli.

"Kamu manis banget saat tertawa seperti ini, Terry."

Deg, jantungku kembali berdetak saat pak Gilang berjalan mendekatiku.

"Kamu sakit?" pak Gilang memegang dahiku.

Kembali mata kami bertatapan, dan bersamaan wajahku kembali menghangat.

Terpopuler

Comments

Yanti

Yanti

mulai lupa dech sama yudha ne yea... cie cie..

2023-07-28

1

Nunasoraya

Nunasoraya

Aku suka sih Terry sm Gilang. Move on doooong

2020-04-22

2

Jingga Annida

Jingga Annida

aduh 5 tahun memendam rasa,, masa langsung berubah gitu sihh

2020-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!