Pewaris

Sebuah mobil mewah melaju kencang dari arah bandara menuju kediaman Anggoro. Adalah Byantara, putra satu-satunya dari Anggoro dengan istrinya yang pertama, Andini.

Setelah kematian sang ayah, ia dipaksa pulang oleh Ruwina dan Edwin karena menurut keduanya perusahaan akan hancur kalau jatuh ke tangan Maureen, ibu tirinya.

Akh, mendengar istilah ibu tiri, perasaan Byan benar-benar tidak nyaman. Ada rasa mencelos setiap kali mengingat bagaimana kelakuan sang ayah dulu yang kerap bermain-main dengan banyak wanita bahkan saat ibunya masih ada.

Hal yang tidak pernah hilang dari ingatannya adalah saat ibunya meninggal karena kecelakaan, itupun karena memergoki Anggoro yang sedang berduaan dengan wanita malam di sebuah hotel. Hal itulah yang membuat Byan akhirnya memutuskan untuk pergi ke luar negeri dan merintis bisnis barunya di sana. Ia tidak mau terikat dengan nama besar Anggoro yang menurutnya sangat mengecewakan.

“Byan, kamu harus ingat, kalau wanita itu tidak berhak mendapatkan harta peninggalan papahmu. Walaupun kamu sangat marah sama papahmu, kamu tetap tidak bisa membiarkan wanita itu yang menguasai kerajaan bisnis peninggalan beliau. Dia pasti akan semena-mena memperlakukan om dan nenek kamu.”

“Dia juga menguasai rumah utama yang papahmu bangun untuk ibumu. Apa kamu mau membiarkan rumah itu jatuh ke tangan wanita serakah itu?” Suara Edwin yang penuh provokasi masih terdengar dari sambungan telepon.

Byan membuka atap mobilnya, agar udara bebas lebih banyak masuk ke dalam mobilnya. Mendengar semua aduan Edwin, membuat dadanya bergemuruh dan nafasnya sesak. Hembusan angin itu menerbangkan rambutnya juga menerbangkan ingatannya ke masa lalu.

Ia memang mengumpati kesalahan mendiang Anggoro tapi perempuan yang menjadi ibu tirinya, menurut Byan sangat tidak tahu diri. Bagaimana bisa hanya dengan menjadi istri ayahnya selama dua hari, wanita itu langsung menguasai semua kekayaan milik Anggoro?

“Kamu juga harus memikirkan nenek, Byan. Bagaimana kalau perempuan itu mengambil semuanya dan mengusir nenek ke jalanan? Nenek sudah tua, tidak ada tempat berlindung kecuali kamu dan om kamu.” Kali ini suara Ruwina yang terdengar. Bahkan diiringi isakan sedih dari mulut wanita tua itu.

“Saat papah melakukan banyak kesalahan terhadap mamah, kalian diam aja. Sekarang, kalian menggunakanku sebagai alat untuk menghadapi wanita itu.” Decik Byan yang tersenyum sinis. Ia tidak habis pikir dengan dua orang yang menurutnya cukup tidak tahu diri ini.

“Kami bukan tidak membela mamahmu. Tapi, papahmu memegang kuasa sepenuhnya. Mana mungkin kami berani melawannya, Byan.” Timpal Edwin dengan penuh keputusasaan.

Byan tidak menimpali, ia lebih memilih mengakhiri sambungan telepon dan fokus pada jalanan yang ada di hadapannya. Seperti apa sebenarnya sosok wanita yang membuat ia sampai harus turun tangan?

Dalam perjalanan, Byan mengenakan kacamata hitam untuk menghalau cahaya matahari yang menyilaukan matanya. Ia menyetel musik bergenre rock kesukaannya untuk meningkatkan adrenalinenya. Ia tidak sabar untuk bertemu dengan wanita yang dikatakan licik oleh paman dan neneknya.

Perjalanan itu dinikmati Byan beberapa saat. Hembusan angin ia biarkan menerbangkan rambutnya yang tanpa pomade. Sungguh, ia pun merindukan suasana kota ini yang ia tinggalkan delapan tahun lalu.

Sudah banyak yang berubah dari kota ini. Lebih tertata rapi dan bersih walau udaranya tetap tidak sesejuk dulu.

“Uhuk!” Byan sampai batuk saat menghela nafasnya terlalu dalam. Hah, kelegaan itu tidak lagi terasa.

*****

Di tempat berbeda, Maureen masih menikmati makan siangnya seorang diri. Ia hanya ditemani dua pelayan yang berdiri di belakangnya dan menunggu titah Maureen selanjutnya.

Satu keratan roti bakar, masuk ke mulut Maureen. Roti gandum yang biasanya terasa enak kali ini tidak terasa nyaman saat masuk ke tenggorokannya. Entah apa yang salah dengan makanan ini.

Sesekali ia menoleh kursi utama yang menjadi tempat biasanya Anggoro duduk.

Memotongkan steak untuknya lalu memberikannya pada Maureen sebagai bentuk ungkapan cinta. Hubungan mereka memang sedekat itu bahkan sebelum mereka memutuskan menikah. Bayangan laki-laki itu masih jelas terlihat terlebih saat ia melihat karangan bunga yang berjejer di depan rumahnya.

“Bi,” pangil Maureen pada pelayannya.

“Iya nyonya muda.” Satu pelayan segera mendekat dan tertunduk di belakang Maureen.

“Segera bersihkan karangan bunga di sekitar rumah. Saya sudah tidak mau melihatnya lagi. Baunya terlalu mengganggu saya.” Ucap Maureen.

Melihat karangan bunga sebanyak itu membuat Maureen merasa sama-sama berada dalam kuburan yang sama dengan mendiang suaminya.

“Baik nyonya, akan kami bersihkan.” Sahut pelayan itu patuh.

Maureen tidak lagi berbicara. Ia memilih meneguk minumannya yang terasa tetap hangat walau udara hari ini tidaklah terik. Masih ada titik-titik embun yang berkumpul di dedaunan.

“Selamat datang tuan.” Suara pelayan laki-laki terdengar jelas menyapa seseorang.

Diikuti dengan suara derap langkah kaki tegas seseorang masuk ke rumahnya. Maureen mengira kalau yang datang paling juga Edwin yang selalu mencak-mencak memintanya keluar dari rumah ini.

“Apa nyonyamu ada di rumah.” Tanya seorang laki-laki yang samar terdengar oleh Maureen.

“Ada tuan. Beliau sedang makan siang.” Ucap kepala pelayan pada seorang laki-laki.

Laki-laki itu kini berdiri di hadapan Maureen, melepas kacamatanya lalu tersenyum kecil pada wanita yang terlihat kaget melihat kedatangannya.

“Selamat siang ibu tiri.” Sapa Byan seraya mengangguk.

Maureen mengernyitkan dahinya. Ia mengenal garis wajah laki-laki ini, rasanya tidak asing.

“Mohon maaf nyonya, beliau adalah tuan Byantara, tuan muda kami. Putra satu-satunya dari mendiang tuan Anggoro.” Terang kepala pelayan yang mengangguk sopan pada Maureen.

“Atau kamu bisa memanggilku, pewaris Anggoro.” Imbuh Byan dengan senyum tipis yang penuh ancaman.

“Tentu, silakan masuk putraku. Apa kamu sudah makan siang?” Maureen bertanya dengan tenang. Lihat saja ekspresi wajahnya yang seolah mengejek pengakuan Byan sebagai sang pewaris.

Byan tidak menjawab, ia berjalan mendekat ke meja makan dan menarik salah satu kursi dengan kasar. Menurutnya ia tidak perlu penawaran.

“Tidak perlu berbasa-basi, aku tidak perlu sambutan pura-pura ramah dari seorang perempuan murahan.” Ucap Byan seraya duduk di kursi dan menaruh tasnya di atas meja dengan kasar.

Pelayan yang melihat tingkah tuan mudanya terhenyak kaget. Tapi Maureen tetap dengan ketenangannya melihat tingkah Byan yang sengaja memancing emosinya.

“Aku tidak perlu berpura-pura menyambutmu karena sebenarnya kedatanganmu tidak diharapkan di sini. Suamiku bahkan tidak pernah membahas kalau aku akan punya anak tiri yang tidak tahu tata krama sepertimu.”

“Aku pikir, kamu gelandangan yang kelaparan.” Maureen tersenyum sinis seraya meneguk minumannya dengan elegan. Pikirnya, tidak ada yang boleh merendahkannya di rumah ini.

“BRAK!!!” Byan menggebrak meja dengan keras. Kepala pelayan dan kedua pelayan di belakang Maureen sampai terhenyak. Mereka berkeringat dingin melihat tatapan tajam antara Maureen dengan Byan.

Tapi Maureen tetap dengan ketenangannya.

“Beri dia makan yang cukup sampai dia kekenyangan. Setelah itu, suruh dia pergi. Aku tidak terbiasa satu meja makan dengan manusia tidak punya sopan santun pada orang tua.” Decik Maureen seraya menaruh serbet di tangannya dengan kasar.

Ia beranjak dari tempatnya, membiarkan Byan yang mengeram kesal di tempatnya.

Andai Maureen bukan seorang wanita, mungkin ia akan mengajak wanita itu berduel.

Melihat Byan yang tidak menimpali, Maureen hanya tersenyum kecil. Sepertinya ia berhasil membungkam mulut laki-laki yang lebih tua darinya itu. Ingat, dalam hal ini ia adalah istri dari mendiang pemilik rumah ini. Maka, ia lah yang lebih berkuasa.

“Telpon salon langgananku. Aku ingin perawatan di rumah.” Pesan Maureen sebelum benar-benar pergi.

“Baik nyonya.” Sahut salah satu pelayan.

Byan hanya berdecik mendengar ucapan Maureen. Rupanya wanita itu sedang memamerkan kekuasaannya di depan Byan.

“Seseorang yang sebelumnya tidak memiliki apa-apa, memang akan sangat congak saat dititipi secuil berlian.” Gumam Byan yang tersenyum sinis pada bayangan ibu tirinya.

****

Boleh share like, komen, vote dan gitf nya yaa untuk Byan dan Maureen... terima kasih

Terpopuler

Comments

Bzaa

Bzaa

jgn liat dr luarny... ntar kl udah mengenalnya bucin lgi Bru😉..
aku hadir otor . sehat dan sukses sll 😘

2024-01-09

1

ikhaa

ikhaa

alo author, ini novelmu kedua yg kubaca pake cap cip cup kr banyak. dan kusuka cara penulisanmu.. 👍🏻

2023-08-29

1

naya_handa

naya_handa

Kebayang kan hahaha

2023-05-09

1

lihat semua
Episodes
1 Pemakaman
2 Pewaris
3 Perdebatan
4 Ranjang yang dingin
5 Kesepakatan
6 Pengintaian
7 Trick Pertama
8 Gossip Maureen
9 Keluarga Anggoro
10 Perempuan Sewaan
11 Liburan Singkat
12 Jebakan Untuk Byan
13 Ikut terjebak
14 Mengenali musuh
15 Kesan Singkat
16 Kembali pada realita
17 Bantuan sahabat
18 Kejaran kumbang
19 Perhatian pada musuh
20 Dua orang asing
21 Pernyataan Cinta
22 Apa harus berbalik arah?
23 Pemandangan Pagi
24 Keresahan dua laki-laki
25 Pucuk pimpinan
26 Kewaspadaan oma
27 Pencarian
28 Bincang malam
29 Persiapan
30 Anak tiri lucknut
31 Ibu tiri dan anak tiri
32 Tingkah toddler
33 Bujuk Rayu
34 Kegelisahan dua orang
35 Usaha di pagi hari
36 Kecelakaan
37 Kesepahaman
38 Sorotan Ruwina
39 Tantrum di pagi hari
40 Perbincangan dengan teman
41 Mie ayam
42 Brangkas apa group?
43 Kemarahan Maureen
44 Saling memikirkan
45 Panggilan dari sahabat
46 Mengenang
47 Pulau baru
48 Uring-uringan
49 Ketenangan
50 Seperti pesan terakhir
51 Perasaan yang berbeda
52 Kepanikan
53 Berkeliling
54 Video call
55 Night cap
56 Tidak terduga
57 Harusnya tidak terjadi
58 Memilih diam
59 Penegasan
60 Frekuensi yang sama
61 Ke gap!
62 Bertingkah
63 Masalah tidak menyenangkan
64 BIM
65 Saran Om
66 Hari yang kosong
67 Pulang
68 Kecurigaan
69 Jalan toll
70 Mengungkap rahasia
71 Tekad Maureen
72 Rengekan di pagi hari
73 Menemui duka
74 Sakit yang berulang
75 Sakit yang berulang 2
76 Ronda
77 Byan....
78 Tawaran kepada teman
79 Bujukan Oma
80 Pesan dari sahabat
81 Pesan beruntun
82 Pengakuan di masa lalu
83 Pertemuan terakhir
84 Janji Riswan
85 Mengenang sudut pandang
86 Pandai membuat cemas
87 Kebingungan Riswan
88 Kejujuran
89 Menemui yang harus di jaga
90 Menemani di titik terrendah
91 Tali pengikat yang terputus
92 Keisengan pagi hari
93 Waspadanya tuan bucin
94 Muah Muah
95 Apartemen Greenleaves
96 Menunjukkan tekad
97 Kabar tidak menyenangkan
98 Bar -Maureen- Bar
99 Percakapan hati
100 Patahnya kutukan ranjang dingin
101 Demam Finlandia
102 Di tempat masing-masing
103 Bahagianya Maureen
104 Secarik kertas
105 Pamer
106 Menerima
107 Kebersamaan terakhir kalinya
108 Titik balik
109 Melodi di panti
110 Kejutan terbesar
111 Mengikat janji
112 Clossing statement
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Pemakaman
2
Pewaris
3
Perdebatan
4
Ranjang yang dingin
5
Kesepakatan
6
Pengintaian
7
Trick Pertama
8
Gossip Maureen
9
Keluarga Anggoro
10
Perempuan Sewaan
11
Liburan Singkat
12
Jebakan Untuk Byan
13
Ikut terjebak
14
Mengenali musuh
15
Kesan Singkat
16
Kembali pada realita
17
Bantuan sahabat
18
Kejaran kumbang
19
Perhatian pada musuh
20
Dua orang asing
21
Pernyataan Cinta
22
Apa harus berbalik arah?
23
Pemandangan Pagi
24
Keresahan dua laki-laki
25
Pucuk pimpinan
26
Kewaspadaan oma
27
Pencarian
28
Bincang malam
29
Persiapan
30
Anak tiri lucknut
31
Ibu tiri dan anak tiri
32
Tingkah toddler
33
Bujuk Rayu
34
Kegelisahan dua orang
35
Usaha di pagi hari
36
Kecelakaan
37
Kesepahaman
38
Sorotan Ruwina
39
Tantrum di pagi hari
40
Perbincangan dengan teman
41
Mie ayam
42
Brangkas apa group?
43
Kemarahan Maureen
44
Saling memikirkan
45
Panggilan dari sahabat
46
Mengenang
47
Pulau baru
48
Uring-uringan
49
Ketenangan
50
Seperti pesan terakhir
51
Perasaan yang berbeda
52
Kepanikan
53
Berkeliling
54
Video call
55
Night cap
56
Tidak terduga
57
Harusnya tidak terjadi
58
Memilih diam
59
Penegasan
60
Frekuensi yang sama
61
Ke gap!
62
Bertingkah
63
Masalah tidak menyenangkan
64
BIM
65
Saran Om
66
Hari yang kosong
67
Pulang
68
Kecurigaan
69
Jalan toll
70
Mengungkap rahasia
71
Tekad Maureen
72
Rengekan di pagi hari
73
Menemui duka
74
Sakit yang berulang
75
Sakit yang berulang 2
76
Ronda
77
Byan....
78
Tawaran kepada teman
79
Bujukan Oma
80
Pesan dari sahabat
81
Pesan beruntun
82
Pengakuan di masa lalu
83
Pertemuan terakhir
84
Janji Riswan
85
Mengenang sudut pandang
86
Pandai membuat cemas
87
Kebingungan Riswan
88
Kejujuran
89
Menemui yang harus di jaga
90
Menemani di titik terrendah
91
Tali pengikat yang terputus
92
Keisengan pagi hari
93
Waspadanya tuan bucin
94
Muah Muah
95
Apartemen Greenleaves
96
Menunjukkan tekad
97
Kabar tidak menyenangkan
98
Bar -Maureen- Bar
99
Percakapan hati
100
Patahnya kutukan ranjang dingin
101
Demam Finlandia
102
Di tempat masing-masing
103
Bahagianya Maureen
104
Secarik kertas
105
Pamer
106
Menerima
107
Kebersamaan terakhir kalinya
108
Titik balik
109
Melodi di panti
110
Kejutan terbesar
111
Mengikat janji
112
Clossing statement

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!