Istirahat di akademi siang ini cukup berbeda dari biasanya. Jika biasanya pada murid langsung pergi berlatih atau langsung ke kafetaria. Saat ini setiap murid sedang berkumpul di halaman akademi membicarakan mengenai pengumuman yang ditempelkan di madding.
{Perhatian kepada setiap murid Akademi pahlawan Eldrea.
Kami selaku staff pengajar di akademi. Memperingatkan semua murid untuk lebih berhati-hati dikarenakan telah ditemukannya korban kekerasan tanpa diketahui pelaku dan motif di balik tindakan kekerasan yang hampir merenggut nyawa dari salah seorang murid.
Kami juga menghimbau para murid untuk mulai bergerak bersama dalam sebuah kelompok ketika sore hari, karena dikhawatirkan akan terjadi penyerangan berikutnya.
Dengan demikian pengumuman ini kami sampaikan, semoga keselamatan menyertai kita semua.
Salam Hangat.
Gareth Hunt}
“Apa ini serius?”
“Ada orang misterius berkeliaran di akademi?”
“Sebenarnya para staff ini melakukan apa saja!”
“Hei! Sebaiknya mulai saat ini, kita harus pulang bersama!”
Terdengar suara kegelisahan dari setiap murid yang membaca pengumuman itu. Sepertinya semuanya telah berjalan dengan lancar. Aku meminta Tuan Gareth untuk melakukan ini semua.
Karena dengan begini orang-orang tidak akan melihat Tristan sebagai korban bully melainkan sebagai korban orang misterius yang menyerang akademi. Aku tak ingin Tristan terus dijauhi jika orang-orang tahu dia adalah korban bully.
“Apa kau yakin semua ini akan bekerja?” tanya Kevin.
Aku dan kedua temanku sekarang sedang memperhatikan reaksi dari para murid di halaman akademi. Ini semua demi kesuksesan rencana kami, sehingga kami harus berpura-pura menjadi murid yang tidak tahu apa-apa.
“Percaya saja padanya, ini demi Tristan,” ucap Viona.
“Tenang saja, kalian tak perlu khawatir, bukan hanya demi Tristan,” tuturku, “Ini juga demi menangkap para bajingan yang menyebabkan Tristan dirawat sekarang.”
Kami berencana membuat Albert dan kelompoknya tidak ada dalam posisi siaga karena perbuatan mereka pada Tristan. Jika mereka dalam posisi siaga, akan sulit bagi kami untuk mendekat padanya.
Ditambah jika kami bergerak menemuinya, Albert pasti hanya akan mengelak dan berusaha menjauhi konfrontasi yang kami lakukan, dan akan menyebabkan kami sebagai pihak yang salah karena mencoba memulai perkelahian.
Bahkan koneksiku dengan Tuan Gareth saja tidak akan terlalu membantu kami jika kami ada di posisi tersebut. Itu semua akan menyulitkan situasi kami yang ingin membalaskan dendam Tristan.
“Tenanglah, melihat dari sifatnya itu. Kurasa dia akan segera mendatangi kalian dengan sikap angkuh nan bodohnya itu,” ucap Guru melalui telepati.
“Kita akan membuatnya jadi orang pertama yang menghampiri kita, sehingga jika ada sesuatu terjadi, itu semua hanya akan terlihat seperti perkelahian anak-anak biasa. Ini juga akan mempermudah, Tuan Gareth dalam membantu rencana kita.” ucapku.
Kevin dan Viona hanya mengangguk melihat ke arah bahuku. Mata mereka benar-benar memancarkan rasa marah yang luar biasa pada Albert. Saat ini hanya tinggal menunggu waktu saja bagi Albert mendatangi kami.
“Hei, apa menurut kalian putri es itu memperhatikan kita?” tanya VIona menunjuk ke sebuah kerumunan murid yang mengenakan seragam berwarna putih.
Aku mulai melihat ke arah yang Viona tuju. Terlihat murid-murid di sana mengenakan seragam serba putih, dari kemeja, celana dan almamater akademi yang dipenuhi pernak-pernik yang terlihat seperti lencana padanya.
Namun di tengah-tengah kelompok yang menarik perhatian semua orang itu. Ada seorang perempuan yang terus memperhatikan kami saat ini. Dia terlihat seperti seusia denganku namun mengeluarkan aura kebijaksanaan padanya.
Wajah dinginnya yang cantik itu dihiasi dengan rambut hitam sebahu dan mata cantik yang berwarna zamrud. Benar-benar terlihat seperti seorang putri. Ekspresi dinginnya itu terus ditujukan pada kami dari kejauhan.
“Siapa dia?” tanyaku.
“Dia adalah murid nomor 1 di akademi saat ini. Adelyn Waston,” ucap Kevin.
“Benar, tapi kudengar dia tak pernah peduli pada teman-teman sebayanya, lalu kenapa dia terus memperhatikan kita? Apa kita akan ketahuan?” bisi Viona.
“Aku tak yakin itu bisa terjadi, mengingat hanya kita yang mengetahui situasi saat ini. Kecuali jika dia adalah seorang cenayang,” jawab Kevin pelan.
“Yah, jika memang seperti itu, kurasa kita hanya terlalu berlebihan saat ini,” ucapku.
Namun, walau kami berusaha berpikir seperti itu. Tatapan dinginnya yang terlihat seperti sedang mengintai mangsa itu benar-benar mengganggu kami. Dia tak berhenti melihat ke arah kami sedikitpun.
Dengan menggesek lengannya dan kepala tertunduk, Viona berbisik. “Hei, apa kita telah membuatnya marah?”
“Aku tak tahu, aku tak bisa menebak isi pikiran orang seperti dia,” jawab Kevin.
“Kalau begitu ada apa dengan tatapan mengerikannya itu?”
“Sudah kubilang, aku tidak tahu, VIo!”
"Sebaiknya kita pergi dari sini,” ucapku.
“Benar, kau benar, kita hanya akan membuat orang-orang mulai menaruh curiga pada kita,” jawab Kevin.
Kami akhirnya memutuskan untuk segera pergi dari halaman akademi dan memutuskan untuk berdiskusi di tempat lain saja. Kevin menyarankan kami untuk pindah ke perpustakaan.
Perpustakaan yang memiliki koleksi buku kurang lebih sebanyak 98.000 buku tersebut benar-benar indah. Interior yang serba kayu dan balkon yang menghadap ke arah hutan benar-benar membuat suasana di sini menjadi sangat cocok untuk membaca
Di sana kami tak duduk di meja yang telah disiapkan perpustakaan melainkan kami langsung ke tempat kosong yang tidak ada banyak orang. Kami memutuskan untuk berdiskusi di rak kategori swordman, karena swordman sendiri biasanya lebih memilih praktik dari pada teori, sehingga membuat kategori swordman selalu kosong di perpustakaan.
“Sepertinya di sini aman,” ucap Viona, “Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan?”
“Kita tak ada pembahasan lain soal Albert, kita sudah mengerti semua rencananya,” ucap Kevin, “Sepertinya sekarang adalah waktunya kami,” dia merujuk pada dirinya dan Viona, ” Untuk mendapat penjelasan tentangmu, Nona Burung,”
Guru yang masih dalam bentuk burung pun menjelaskan situasi kami berdua. “Singkatnya aku adalah Guru sihir dari, Deron. Tak banyak yang bisa kukatakan pada kalian untuk sekarang, semoga kalian bisa mengerti keadaan kami.”
Kevin dan VIona saling melempar tatap dan mengangguk perlahan. “Baiklah, kami mengerti situasi Anda, kami paham jika Anda tak dapat menjelaskannya secara rinci, setidaknya kami tahu jika Anda tidak ada di pihak yang berbahaya,” ungkap Kevin pengertian.
“Terima kasih atas pengertiannya.” Guru berhenti berbicara sebentar. “Ada seseorang datang kemari.”
Kami mulai melihat ke arah belakang kami. Betapa terkejutnya kami ketika melihat Adelyn sedang berjalan menghampiri kami, sepertinya kecurigaan kami tentang dia yang sedang mengawasi gerak-gerik kami itu benar.
“Apa kau adalah murid yang mencatat skor tertinggi di ujian masuk akademi?” ucap Adelyn padaku.
“Benar, apa kau membutuhkan sesuatu dariku?”
“Itu benar.” Dia melirik ke arah Kevin dan Viona sebelum melanjutkan ucapannya. “Ikutlah denganku sebentar.”
“Tunggu! Apa tujuanmu datang tiba-tiba dan ingin membawa, Deron?!” tanya Viona tak senang.
“Sebaiknya kau menjelaskan niatmu itu,” lanjut Kevin.
Terdengar Guru berbicara pada kami melalui telepati. “Tenanglah, untuk sekarang biarkan, Deron mengikuti kemauan anak ini.”
Mendengar perkataan Guru membuat kami saling melempar tatap. Apakah itu memang hal terbaik yang untuk kami lakukan saat ini? Tapi bagaimana kami mengatakannya pada Adelyn jika kami bersedia mengikutinya setelah kami baru saja menolak ajakannya itu?
“Aku tak bisa berbicara di depan kalian berdua,” Adelyn berkata, “Bisa dibilang, ini, anu, emm, bisa dibilang ini adalah pembicaraan mengenai laki-laki dan perempuan.” Dia mengatakan itu sembari tertunduk dan wajah yang memerah.
“Haa!”
Kami benar-benar terkejut dengan apa yang dikatakan olehnya. Terlebih Kevin dan Viona. Mereka benar-benar tak menduga Adelyn yanng mereka anggap putri es karena sikapnya yang dingin akan mengatakan semua itu. Apa ini yang dimaksud dengan pengakuan cinta?
“Ah, baik, aku, aku akan berbicara denganmu sebentar,” ucapku gugup.
Aku lalu menyerahkan Guru pada Kevin untuk berbicara empat mata dengan Adelyn. Siapa sangka wajah dinginnya yang ditujukan pada kami itu hanya karena alasan seperti ini.
“Terima kasih!” Dia menjawab dengan membungkukkan badannya. Dia masih terlihat sedang menahan malu.
Aku akhirnya mengikuti Adelyn menuju balkon perpustakaan. Di sana hanya ada kami berdua, saling menatap jauh ke dalam hutan, penuh pohon rimbun yang tertiup angin. Pemandangan yang benar-benar menenangkan … seharusnya seperti itu.
Jantungku benar-benar berdetak dengan sangat cepat. Aku tak menyangka akan mendapatkan sebuah pengakuan cinta seperti ini. Di sana, kami hanya menatap hutan tanpa bersuara sama sekali.
“Ehem, jadi, kalau boleh tahu, apa, yang mau kau ucapkan?” tanyaku memutus keheningan diantara kami.
“Ah, tidak, tidak ada.”
Sepertinya dia masih gugup sama sepertiku. Akhirnya kami hanya bisa kembali memperhatikan pepohonan yang tertiup oleh angin tersebut. Hanya itu yang bisa kami lakukan.
“Kepompong kecil akan dapat menjadi kupu-kupu ketika melihat bintangnya,” Dia kembali berkata.
“Maaf?”
“Ah, tidak, aku hanya terpikirkan mengenai kutipan dari buku yang aku baca.” Dia mengatakan itu sembari menghela napas.
“Oh, itu terdengar sangat puitis. Aku menyukainya.”
“Syukurlah,” Dia berhenti sejenak, “Ma-maaf, sepertinya aku harus kembali sekarang. Maaf telah menyita waktu berhargamu.” ucapnya seraya membungkukkan badannya.
“Ah, enggak apa-apa, aku tak keberatan sama sekali.”
“Terima kasih, sebaiknya aku segera kembali … dah!” Dia lalu berlari meninggalkanku di balkon sendirian.
Nampaknya teman-temanku yang memperhatikan percakapan kami dari jauh memutuskan untuk mendekat padaku ketika melihat Adelyn yang berlari seperti anak kecil.
“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Viona seketika setelah mendekat padaku.
“Tidak, tidak ada apa-apa.”
“Jujurlah pada kami, Bung,” ucap Kevin.
“Benar tak ada apa-apa,” jawabku sembari memalingkan wajah.
Dengan senyuman jahil di wajah VIona, dia berkata. “Kenapa kau malu-malu begitu? ayolah jujur saja.”
“Vio benar, kau seharusnya menceritakan tentang percakapan cinta diantara kalian, kami akan menikmati pembelajaran dari seorang expert dalam hal menggaet hati lawan jenis tanpa harus berbicara padanya.” lanjut kevin sembari memegang pundakku.
“Beneran enggak ada apa-apa!” ucapku.
Mereka terus tertawa karenanya. Pada akhirnya siang itu kami habiskan hanya dengan Kevin dan VIona yang terus mencoba menggali informasi tentang aku dan Adelyn. Sepertinya mereka menikmati semua ejekkan yang mereka lontarkan padaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Jira (💤)
Emang ya teman-teman yang ****** sukanya ngejek gak jelas
***Ini aku lompat, gegara notif "Liat aja bab 20, aku" gpp. nanti mbalek kok
2023-05-06
1