Semangkok sup kacang merah, sepotong roti dan juga secangkir teh telah selesai dihidangkan, aku dan guru langsung menyantap sarapan kami.
Setelah pembicaraan soal tujuan Guru mengangkatku sebagai seorang murid semalam, akhirnya Guru memutuskan untuk segera pergi ke pusat kota dan mendaftarkanku sebagai petualang di guild.
“Ternyata sup kacang dan sepotong roti tak terlalu buruk untuk memulai hari,” ungkap guru setelah menghabiskan makanannya.
“Memangnya kau biasa makan apa guru?”
“Aku tak terbiasa sarapan karena harus segera melakukan penelitian ketika bangun, tapi dengan adanya dirimu sekarang. Aku akan menantikan makanan buatanmu ke depannya.”
“Kau ini mengangkatku sebagai seorang murid atau pelayan?”
“Apa maksudmu? Tentu saja seorang murid harus memperhatikan kesehatan gurunya, sama halnya seperti aku yang akan selalu memperhatikan perkembanganmu. Bukan begitu?”
Memang ucapan Guru itu terdengar masuk akal mengingat manusia adalah makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain, tapi mengingat ini adalah Guru yang berbicara, aku jadi meragukan ucapannya.
“Kurasa itu tidak sepenuhnya benar guru.”
“Tak bisakah kau berhenti membantah perkataan dari orang yang lebih tua darimu?”
“Jika orang itu bijak, mungkin aku bisa,” Aku pun meletakkan mangkukku, dan meminum teh yang masih hangat.
Rasa hangat dari teh benar-benar menyegarkan diriku. Rasa khas dari teh telah berhasil membebaskan tenggorokanku dari rasa berat yang ditinggalkan oleh sup kacang dan perasaan kering di tenggorokanku yang disebabkan oleh roti tawar itu juga seolah hilang seketika.
“Kau benar-benar membuatku kesal, kau tahu?”
“Bukan guru, aku manusia bukan Tahu.”
“Sebenarnya berapa umurmu sehingga mengeluarkan candaan pak tua seperti itu?”
Aku tak terlalu mengindahkan perkataan Guru padaku dan melanjutkan makanku. Setelah selesai makan, aku langsung menyiapkan perbekalan untuk segera pergi ke ibu kota bersama guru.
Sedangkan untuk Guru, dia menungguku di halaman depan rumah kakek sembari membawa beberapa barang yang dirasa berguna untuk bertahan hidup ke dalam kantung dimensi miliknya.
Setelah selesai menyiapkan perbekalan seperti pakaian dan yang lainnya. Aku langsung pergi menuju Guru yang terlihat sedang menungguku di bawah sana.
“Apa kau sudah siap?” tanya guru yang telah menungguku sedari tadi.
“Sudah guru.”
“Baiklah.” Guru langsung mengeluarkan sebuah peluit dari saku miliknya.
Aku menunjuk ke arah peluit yang dipegangnya. “Untuk apa itu?”
“Kau akan segera tahu,” ucap Guru tanpa melirik ke arahku. Guru langsung meniup peluit tersebut, namun aku tak bisa mendengarkan suara dari peluit itu sama sekali.
“Kenapa itu tak bersuara?”
“Peluit ini tidak di desain untuk menarik perhatian manusia melainkan untuk hewan.”
“Hewan?”
“Ya, hewan. Nah, itu dia datang.” Dia menunjuk ke arah langit di belakangku.
Aku membalikkan badanku mencoba melirik ke arah yang dia tunjuk. Di atas sana aku bisa melihat siluet seekor kuda yang memiliki sayap sedang terbang ke arah kami dengan kecepatan yang luar biasa
Hwaark!
Terdengar suara hewan yang seperti gabungan antara suara kuda, singa dan burung. Selain suara tersebut ada juga suara kepak-kan sayap yang keras disertai angin yang cukup kencang.
“Apa itu?” tanyaku.
“Itu Griffin.”
“G-Griffin?” Aku tak menyangka hewan yang dimaksud guru adalah seekor griffin.
Griffin adalah monster berkepala burung namun memiliki badan layaknya singa dengan otot kekar dan cakar yang sangat tajam, kudengar cakar griffin bisa merobek zirah dari para prajurit dengan begitu mudahnya.
Griffin sendiri adalah monster yang biasa datang secara berkelompok dan sering menyerang para petualang yang tak sengaja masuk ke dalam daerah kekuasaan mereka. Selama ini tak ada buku maupun orang yang menyebutkan bahwa griffin bisa bekerja sama dengan manusia.
“Bukankah griffin itu monster buas?”
“Untuk orang lemah sepertimu mungkin terlihat seperti itu.”
Dia benar, aku lupa jika dibandingkan dengan monster. Guru adalah sosok yang lebih buas dan berbahaya dari mereka. Setidaknya monster akan menunjukkan pergerakan yang jelas ketika hendak menyerang targetnya, tak seperti manusia yang bisa menyerang kapan saja tanpa kita ketahui, terlebih jika manusia itu adalah seorang ahli seperti Guru.
Griffin yang sedari tadi melayang di atas kami akhirnya mendarat dan langsung membungkuk di hadapan kami, atau lebih tepatnya di hadapan Guru.
“Kalau begitu cepat naik!” seru guru padaku.
“N-naik? Apa aman?”
“Tentu, griffin ini tak akan berani macam-macam padaku, atau kau lebih memilih untuk berjalan kaki ke, Eldrea?”
“B-baiklah.” Aku langsung menunggangi griffin tersebut dengan hati-hati, diikuti oleh Guru yang duduk tepat di belakangku.
Setelah diberi tanda oleh guru, griffin tersebut langsung terbang melewati hutan yang begitu luas dan langsung
mengarah ke barat dengan kecepatan tinggi.
Bayangan rumah kakek perlahan mulai menghilang tertutupi oleh pepohonan yang ada di hutan. Aku memang sedih harus meninggalkan hutan mengingat ini adalah tempat di mana aku dibesarkan dan di asuh oleh kakek.
Namun aku tak bisa untuk terus tinggal di sini, aku harus pergi dari sini dan melanjutkan hidupku, kurasa itu juga hal yang sangat diinginkan oleh kakek jika dia masih hidup.
“Oh iya, sebenarnya seperti apa kakekmu itu? Kenapa orang tua yang sedang sakit parah malah memilih tinggal di tengah hutan yang jauh dari peradaban, apa dia seorang buronan?” tanya guru di tengah perjalanan.
“Bukan seperti itu. Kakek hanyalah manusia biasa yang memilih tinggal di hutan setelah ditinggal wafat oleh istrinya.”
“Itu saja? Lalu bagaimana caranya dia menemukanmu?”
“Kudengar kakek menemukan ku di dekat gua ketika dia sedang berburu.”
“Hmm, kukira dia adalah seorang ahli bela diri yang memilih tinggal di hutan untuk mencapai tujuannya.”
“Maaf saja, tapi kakek hanyalah pemburu biasa.”
“Yah, bukan seperti aku berharap sesuatu yang istimewa juga.” Guru pun menunjuk jauh ke depan. “Lihat, kita sudah hampir sampai.”
“Jadi itu adalah Eldrea?”
“Benar, bagaimana menurutmu?”
Aku terkesima dengan apa yang sedang kulihat sekarang, sebuah istana yang begitu megah. juga banyak sekali kereta kuda yang melintasi pemukiman penduduk di sepanjang jalannya menuju istana.
Kami terbang melintasi sawah dan pemukiman penduduk dengan begitu cepat, terlihat banyak sekali orang yang melihat ke arah kami dari bawah sana. Yah, itu wajar mengingat apa yang kami tunggangi saat ini adalah seekor griffin.
Hwaark! Kwark!
Griffin yang kami tunggangi pun mendarat di tengah hamparan rumput yang begitu luas di dekat pintu masuk istana. Terlihat banyak sekali penjaga yang sudah bersiap di posisinya ketika melihat kami mendarat.
“Siapa kalian?!” ucap seorang prajurit.
“Kami adalah petualang dari guild,” jawab Guru sembari memperlihatkan tanda anggota guild kepada prajurit tersebut.
“Petualang?” Prajurit tersebut lalu mengambil dan memeriksa tanda pengenal milik guru. “Baiklah kalau begitu kau boleh masuk, tapi griffin itu tidak bisa ikut masuk ke istana,” ungkapnya setelah selesai memeriksa tanda pengenal milik Guru.
“Tak apa, lagi pula kami sudah tak memerlukannya lagi.” Guru lalu memerintahkan griffin yang kami tunggangi untuk pergi.
Kepak-kan sayap dari griffin tersebut membuat beberapa prajurit yang sedang berjaga terdorong mundur beberapa langkah.
“Kalau begitu kalian sudah boleh masuk.” Prajurit tersebut mengembalikan tanda pengenal Guru.
“Terima kasih, semoga hari kalian menyenangkan, Pak penjaga,” ucap Guru sembari mengeluarkan senyum yang begitu menawan.
“Kau juga, Nona. semoga hari kalian berdua menyenangkan.”
Kami lalu dipersilakan masuk ke dalam Ibu Kota Eldrea. Ketika melewati gerbang kota aku benar-benar terkesan dengan apa yang aku lihat. Banyak sekali bangunan yang berjejer di setiap sudut kota, sangat berbeda dengan keadaan di luar tembok kerajaan.
Jika di luar sana dipenuhi dengan sawah dan pemukiman penduduk yang tidak terlalu padat dan jalanan yang terbuat dari tanah. Di sini aku melihat rumah-rumah berjejer dengan rapi tanpa celah, juga jalanan kota yang terbuat dari bebatuan yang tersusun dengan sempurna. Pemandangan ini benar-benar membuatku terkesima.
“Bagaimana kesan pertamamu di Ibu kota?”
”Kagum, aku benar-benar kagum. Ini tidak bisa dijelaskan dari kata-kata yang ada di buku saja.”
“Haha, tentu saja bocah. Kau tidak akan bisa mengenal dunia jika hanya membacanya dari buku. Sudah cukup basa-basinya, ada hal yang lebih indah dari pusat kota dunia ini. Sekarang ayo kita pergi ke guild, tempatnya tak terlalu jauh dari sini.” Guru pun berjalan di depanku.
Di sepanjang jalan aku melihat banyak sekali bangunan dengan tanda khusus di dekat pintu masuknya, setiap tanda memberitahukan fungsi dari bangunan tersebut seperti penginapan atau pun restoran. Bukan hanya itu, di sini juga banyak sekali orang yang berlalu-lalang sehingga membuat tempat ini begitu hidup.
Di tengah jalan, kami melewati sebuah air mancur dengan patung 4 orang yang mengenakan pakaian seperti prajurit di tengahnya.
“Siapa mereka?” Tanyaku pada guru.
”Pria tua yang berdiri di paling kiri itu adalah Theodor, yang di sebelah kanan itu adalah Maximus. dan 2 orang yang berada di tengah mereka adalah, Jester dan Trishia.” jelasnya.
“kenapa tidak ada patung dirimu?”
“Itu karena aku tidak dikenali oleh orang-orang ketika perang berakhir, ingatkan? Aku membeku ketika mencoba menghalau serangan raja iblis. terlebih murid ku menolak hal tersebut. Mereka tahu betul jika aku pasti akan menolaknya.”
“Jadi itu alasan kenapa keberadaanmu tidak diketahui oleh publik.”
“Benar, akan lebih baik jika aku tetap tersembunyi di mata publik. Dengan begitu aku bisa tetap bergerak dengan
bebas tanpa menarik banyak perhatian padaku.”
“Tak kusangka akan mendengar kata-kata itu keluar dari mulut orang yang membawa griffin ke kerajaan yang damai seperti ini.”
“Aku hanya suka melihat reaksi mereka yang panik melihat monster di hadapan mereka,” Guru mengatakan hal
tersebut dengan senyuman yang menyeramkan.
Kami lalu melanjutkan perjalanan kami. Tak jauh dari air mancur tadi. Kami akhirnya sampai ke gedung milik guild
petualang yang ada di Eldrea.
Di dalam guild, aku melihat banyak sekali petualang di dalamnya, dari orang-orang yang berbadan besar hingga
kecil, sampai ada juga manusia yang memiliki bagian tubuh binatang, seperti ekor atau kuping binatang.
“Selamat datang di guild Eldrea, apa tujuan kalian datang kemari?” Senyum ramah ter-lontar dari seorang
perempuan yang berdiri di belakang bar.
“Aku ingin bertemu dengan Yohan.” ucap guru.
“Dengan Guild Master? Kalau boleh tahu ada urusan apa anda dengan master?”
“Bilang saja padanya jika teman lamanya berkunjung kemari.”
“Baik, mohon tunggu sebentar.” Perempuan tersebut lalu beranjak pergi ke lantai 2.
Tak lama setelah perempuan itu pergi, aku dan guru bisa melihat seorang pria paruh baya dengan badan kekar,
berkepala botak dan wajah dipenuhi jenggot. Berdiri dari balkon lantai 2 dan melihat ke arah kami.
“Margareth! Sudah lama aku tak melihatmu. Ada apa dengan penampilanmu yang tak berubah sama sekali itu? Apa kau menggunakan ramuan atau semacamnya?” Teriakannya menarik perhatian setiap orang yang ada di sana.
“Kau tak seharusnya mengatakan itu dengan keras pak tua!”
“Hahaha! Maaf, maaf. Seharusnya aku mengajakmu terlebih dahulu ke ruanganku. Kalau begitu ayo kemari, kita bisa berbincang di ruanganku,” ajaknya seraya tertawa ringan.
Dilihat dari sikapnya, sepertinya aku telah bertemu dengan seorang ahli dengan sikap aneh lainnya hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Manusia Biasa
ini juga ke spasi
2023-05-10
1
Manusia Biasa
tak kira pegasus. Kalau pegasus mah jadi nostalgia ama saint saiya padahal
2023-05-10
1
Manusia Biasa
Ini juga ke spasi bang😁
2023-05-10
1