Rasa sakit yang membekas di leher sehabis di cekik dengan brutal oleh Guru masih sangat mengganggu ku saat ini. Namun walau begitu, Guru menyuruh ku untuk segera duduk di sebelahnya sehingga dia bisa menjelaskan perihal hasil laporan yang baru saja dia baca.
“Guru kau seharusnya bisa sedikit menahan diri ketika memarahi muridmu sendiri,” keluh ku sembari memegangi tenggorokan ku.
“Berhenti mengeluh, lagi pula biasanya aku langsung membakar orang yang membuat ku kesal sampai jadi abu, jadi seharusnya itu sudah dianggap menahan diri bukan?”
Jika ini hal terbaik yang bisa dia lakukan untuk menahan diri. Entah seperti apa jadinya jika dia tidak menahan dirinya, mungkin dia akan meledakkan seisi kerajaan? Bisa saja.
“Ah, baiklah.” Aku melirik ke arah kertas laporan yang baru saja dia baca. “Jadi apa isi laporannya? Apa ada sesuatu yang berguna?”
“Sedikit. selain yang di ceritakan, Gareth. Di sana juga tertulis bahwa kelompok misterius itu pertama kali ditemukan jejaknya sekitar 12 tahun lalu, dan sepertinya karena hal itulah kedua muridku bergerak mencari mereka. Namun tidak ada yang pernah tahu ke mana mereka pergi setelahnya, seperti mereka menghilang begitu saja.”
“Itu cukup sulit, mungkin kita memang harus mencari mereka sendiri.”
“Kau benar, tapi setidaknya kita tahu apa yang harus kita cari sekarang. Menyebalkan memang, tapi tidak terlalu buruk jika dibandingkan dengan sebelumnya.” Guru kembali meminum tehnya, dan meletakkan cangkir teh miliknya di meja yang terletak di depan kami.
“Yah, jika begitu caramu melihatnya, mungkin kau ada benarnya.”
Sayup terdengar suara seseorang sedang berbicara menggunakan sihir pengeras suara dari luar.
“Pengumuman kepada setiap calon murid di akademi, hasil ujian kalian sudah bisa kalian lihat di mading yang terletak di halaman akademi.
Sekali lagi, hasil ujian-.”
Pengumuman itu menghentikan pembicaraan kami.
“Sepertinya kalian harus melihat hasilnya bukan?” ucap Tuan Gareth pada kami.
“Kau benar, ayo kita pergi ke sana.” Guru lalu bangkit dan menggunakan skill transformasi miliknya.
“Baiklah Guru.” Aku juga bangkit dari duduk ku dan memberi salam pada Tuan Gareth. “Terima kasih atas bantuan anda tuan.”
“Tidak perlu berterima kasih padaku, justru akulah yang harusnya berterima kasih karena dengan kedatangan kalian dapat membantu investigasi kami mengenai kelompok berbahaya ini,” jawab Tuan Gareth dengan rendah diri.
“Baiklah, kalau begitu kami pamit undur diri.”
Aku dan guru yang menyamar menjadi familiarkupun pergi untuk melihat hasil ujian yang telah aku kerjakan, walau sepertinya kurasa aku tak perlu melihat hasil ujiannya mengingat aku sudah menghafal semua jawaban dari soal yang mereka berikan itu.
Halaman akademi dipenuhi oleh banyak sekali calon murid dan juga murid dari akademi. Entah karena alasan apa para murid dari akademi itu memperhatikan setiap calon murid di sana, tapi jika harus menebak, kurasa mereka sedang mencari bakat-bakat baru untuk mereka
rekrut ke kelompoknya.
Banyak sekali reaksi yang terlihat di sini, dari kegembiraan karena mereka lolos sampai tangisan karena mereka tak mampu untuk masuk ke akademi, walau sepertinya lebih banyak yang gagal dibandingkan dengan yang lolos.
Mading yang dimaksudkan oleh pengawas sebelumnya di penuhi oleh banyak sekali orang, cukup sulit untuk melihat hasil ujian yang ditempel di sana, namun tidak bagiku, karena badanku yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak 8-10 tahun dan namaku juga sudah terlihat jelas karena berada di paling atas list peserta yang lolos.
“Syukurlah kau tidak membuat ku malu.” Terdengar suara Guru dari dalam kepalaku, Telepati?
Aku tersenyum pada Guru yang sedang menjadi burung itu. Aku memang tahu dia menggunakan telepati, tapi aku tak tahu caranya untuk menggunakan telepati, jadi aku tak bisa menjawabnya.
“Berhenti senyum-senyum seperti orang bodoh dan bicaralah di dalam kepalamu!”
“Oh, jadi maksudmu aku bisa berbicara walaupun aku tidak tahu caranya menggunakan skill telepati?” tanyaku di dalam kepalaku.
“Kau bukanlah orang yang membuat koneksi pertama, jadi kau tak perlu menggunakan skill sama sekali.”
Jadi begitu cara kerjanya. Selama aku bukanlah orang yang menggunakan skill telepati pertama, aku tidaklah perlu menggunakan skill sama sekali. Kurasa ini juga berlaku pada orang yang tidak bisa menggunakan sihir.
“Woah, keren sekali, Guru! Bisa kau ajarkan padaku bagaimana caranya?”
“Tentu, kau juga perlu belajar skill-skill seperti ini mulai sekarang mengingat kita harus bergerak dengan hati-hati.”
“Haha, kau benar, Guru. Terima kasih!” Yosh! Akhirnya aku akan bisa menggunakan skill yang sangat keren, aku jadi bisa terlihat seperti mata-mata ahli jika dapat menggunakan telepati layaknya, Guru.
“Hei, kenapa kau senyum-senyum sendiri pada seekor burung seperti itu? Bikin ngeri aja,” ucap seseorang dari belakang ku.
Aku pun mencoba berbalik untuk melihat suara siapakah itu, dan ketika aku berbalik. Aku melihat ada 3 orang laki-laki yang menggunakan seragam akademi dan juga ban warna merah di lengan kiri mereka.
“Siapa?” tanyaku pada mereka.
“Hei! di mana sopan santun mu?” ucap seseorang yang memiliki rambut berwarna biru navy.
“Kau tak perlu tahu siapa kami!” kali ini orang yang berada di sebelahnya lah yang berbicara, dia sangatlah mirip dengan yang satunya, mungkin mereka kembar?
“Sudahlah teman-teman,” Kini orang yang berdiri di tengah merekalah yang berbicara, dia memiliki rambut yang menutupi sebelah wajahnya dan mata berwarna coklat. “Kami ingin mengajakmu bertemu dengan, Tuan Albert,” lanjutnya.
“Siapa? Aku tak mengenalnya, maaf apa kalian bisa menjelaskan padaku siapa dia dan ada keperluan apa dia denganku?
Siapa mereka seenaknya memerintah ku begitu? Bahkan aku saja sering sekali membangkang pada Guru. Jadi kenapa pula aku harus mengikuti mereka yang datang seenaknya ini.
“Kau tak tahu siapa, Tuan Albert? Apa selama ini kau tinggal di pegunungan atau semacamnya? Bagaimana mungkin kau tidak mengenal, Albert Solva! Putra ke 3 dari keluarga Duke Molia Solva!” ucap salah satu dari si kembar yang berdiri di sebelah kiri.
“Mungkin dia hanya bodoh, Jex!” sahut kembarannya.
“Sudahlah teman-teman, biarkan aku yang berbicara,” ucap orang yang berdiri di tengah, “Perkenalkan namaku, Silva dan mereka adalah si kembar Rex dan Jex. Kami datang kemari karena, Tuan Albert ingin bertemu dengan orang yang berhasil mencetak skor sempurna di ujian masuk saat ini,” jelasnya padaku.
“Senang bertemu denganmu, SIlva. Namaku, Deron.” Aku lalu melirik ke arah si kembar. “Jex dan Rex benar? Nama yang aneh sekali,” ucapku.
Aku sudah tak peduli dengan sopan santun di hadapan bocah kurang ajar dan dungu seperti mereka. Bahkan Guru saja tak menyebutku bodoh di pertemuan pertama kami.
“Apa kau bilang?!” ucap mereka serentak.
Ini yang kumaksud. Kembar dungu yang selalu menghiasi novel-novel yang bertebaran di dunia. Tipikal orang seperti mereka ini biasanya hanya menjadi pemanis dari sebuah novel.
“Aku tahu nama mereka memang unik, tapi bukankah itu sedikit keterlaluan?” Silva mencoba membela temannya.
“Iya! Apa kau ingin bertarung dengan kami?!” ungkap Rex dengan wajah marah.
“Tidak juga, aku hanya mengutarakan apa yang kupikirkan, itu saja.”
Sepertinya aku memang berbakat untuk membuat orang lain marah.
“Baiklah, kami akan mencoba mengerti untuk yang satu ini,” ucap Silva. Sedangkan untuk si kembar, mereka memasang wajah tak senang padaku. “Lalu, bisakah kau ikut dengan kami?”
“Tidak, terima kasih, tapi aku tak mau mendatangi seseorang yang menunjuk orang lain ketika dia sendirilah yang membutuhkan ku,” jawabku sembari beranjak pergi.
“Hei! Tunggu sialan!”
Terdengar teriakan si kembar mencoba menghentikanku, tapi siapa juga yang mau mendengarkan orang aneh seperti mereka.
“Jika begitu, bisakah kuanggap ini adalah bentuk penolakanmu pada, Tuan Albert?” tanya Silva tanpa beranjak dari tempatnya berdiri.
“Ya! Anggap saja seperti itu.”
Aku menjawab tanpa membalikkan badanku. Akan lebih baik jika aku bisa secepatnya beranjak pergi dari sini mengingat kami sudah mulai menarik perhatian banyak orang.
“Semoga kau tidak menyesali keputusanmu itu, ingatlah bahwa akademi tidaklah semudah seperti yang kau kira, bahkan jika kau berhasil mencatatkan skor luar biasa di test penerimaan masuk,” lanjut Silva.
“Akan aku ingat itu.”
“Kau pasti akan menyesal menentang perintah, Tuan Albert, bajingan!” Lagi-lagi si kembar membual padaku. Seperti aku akan peduli saja, memangnya siapa orang yang lebih menakutkan dibanding dengan, Guru?
Aku berjalan meninggalkan mereka menuju ke ruang administratif untuk melanjutkan proses masuk ke akademi seperti yang telah diperintahkan di papan pengumuman tadi.
Setelah semua konfrontasi itu selesai, aku pun diberikan seragam dan juga diberi tahu nomor kamar asrama yang akan aku tempati mulai sekarang. Aku tak sabar melihat seperti apakah tempat baru yang akan aku tinggali mulai hari ini.
Tanpa perlu waktu lama. Aku akhirnya sampai ke gedung asrama yang terletak di bagian luar komplek akademi. Di sana aku mulai mencari nomor kamar yang telah di beri tahukan oleh staff administratif tadi.
Gedung asrama yang terlihat sangat mewah ini berisikan 3 lantai dengan luas sekitar 3 rumah yang ada di Ibu Kota kerajaan jika digabungkan. Dan interiornya juga benar-benar mewah.
“Kamar nomor 399,” gumamku sembari mencari kamar tersebut.
Setelah berjalan cukup jauh, aku akhirnya menemukan kamarku di ujung koridor yang terletak di lantai 3 asrama. Banyak sekali coretan dan bekas pengrusakan di pintu kamarku.
“Apa ini benar kamarku?” Aku terpaku melihat kondisi pintu kamar yang akan aku tempati.
“Buruk sekali,” ucap Guru.
Aku setuju dengannya, ini benar-benar buruk. Tempat ini terlihat seperti kandang babi yang dengan sengaja ditempatkan di sebuah bangunan megah. Aku tak tahu atas alasan apa pintu kamar ini bisa seperti ini.
Aku mencoba menghiraukan kondisi pintu kamar yang seperti mau hancur itu dan membuka pintu kamar tersebut. Ketika aku melihat isinya, di sana sangat gelap dan juga pengap. Sangat berbeda dengan bagian asrama yang lainnya.
“Ugh, apa ini? Sial, apa aku sudah di kucilkan ketika baru memasuki akademi?”
“Hiiek!”
Bruk!
Terdengar suara seperti seseorang terjatuh di dalam sana. Debu-debu yang ada di dalam sana juga beterbangan karenanya.
Berkatnya, aku jadi sedikit terbatuk. Aku juga mencoba mencari tahu ada siapakah di dalam sana. “Halo, siapa di sana?” Aku mencoba masuk ke kamar yang sangat berantakan tersebut.
“Ha-Halo!” jawab seseorang di dalam sana yang membuatku menghentikan langkahku. Suaranya juga meninggi secara tiba-tiba, dari suara yang terlalu pelan sampai terlalu tinggi.
Terlihat siluet seseorang yang memiliki badan gempal sedang tergeletak di samping ranjang tingkat.
“Hei, kau tak apa?” tanyaku melihat situasinya.
“Tak apa, tak apa, aku tak apa-apa.”
Kini terlihat dengan jelas sosok orang tersebut. Dia memiliki badan gempal dan juga rambut berwarna hitam yang acak-acakan. Bajunya juga terlihat sangat lusuh, mungkin karena dia terjatuh tadi.
“Aku, Deron. Sekarang aku akan tinggal di sini, apa kau teman sekamarku?”
“Iya, ya, itu benar, namaku, Tristan, Tristan Hamu-” ucapannya terhenti ketika dia mau mengucapkan nama belakangnya. Sepertinya dia tak sengaja menggigit lidahnya sendiri.
“... Tristan Ham?”
Babi? Kenapa ada orang tua yang menamakan anaknya sendiri babi?
“Hammurabi! Tristan Hammurabi! namaku, Tristan Hammurabi!” jawabnya.
Syukurlah bukan Ham. Karena jika itu adalah, Ham. Aku pasti akan sangat marah pada orang tua yang tidak kompeten dalam memberikan anaknya nama itu.
Namun yang membuatku heran. Entah karena alasan apa dia tampak sangat gugup ketika berbicara denganku sampai terus menerus menjawabku dengan kalimat yang diulang-ulang seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Ayano
Ahahahha 🤣🤣🤣
Aku agak ngakak wak
2023-06-10
0
Ayano
Namanya bagus
Rex dan Jex
Kek kembar
2023-06-10
0
Ayano
Seneng ya 😅😅
Agak bangga dikit ya wak
2023-06-10
0