Bab 2

Langit gelap dan mulai bergemuruh, pemandangan saat ini membuat hati seorang wanita anggun yang kini hanya bisa melepas kepergian suaminya itu pergi dan tak mungkin bisa kembali lagi.

Sheila meratapi tanah tersirat itu dengan hati yang hancur, rindunya lepas begitu saja dari tubuhnya. Menyisakan hati yang hilang dalam waktu singkat, hatinya benar-benar tercabik-cabik, Sheila hanya bisa menahan rasa pilu untuk saat ini dengan sebuah ingatan yang membuat dirinya semakin ingin berteriak dalam diamnya.

Sheila memejamkan matanya, menahan air mata yang membendung di kelopak matanya dengan susah payah, dia menjatuhkan dirinya di depan tanah tersirat dan langsung mengusap nisan yang terbuat dari kayu dengan tanpa nama yang tertulis disana.

"Karena mendesak, jadi—" ucap Steven yang langsung diam karena wanita yang hatinya tengah hancur itu tidak bisa menahan tangisnya.

Isak tangisnya terdengar, hanya ada mereka berdua di tempat itu, di dalam ruangan besar yang sepi itu Steven ragu untuk bertindak maupun berargumen tentang apapun. Dia hanya diam melihat wanita yang saat ini hatinya di penuhi dengan dedaunan yang sepi.

Hingga setelah tiga jam telah berlalu, senja mulai menyingsing. Sheila bisa menyadarinya karena melihat tanah tersirat milik suaminya itu mulai bersinar karena pantulan cahaya oranye dari matahari yang mulai terbenam.

"Ehm, Ka–kamu apakah mau melakukan itu?" tanya Sheila yang ragu untuk bertanya tentang permohonan terakhir dari suaminya.

"Ini bermula karena aku! Aku sedang melakukan misi pembunuhan! Karena kecerobohanku orang lain menjadi korbannya! Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" batin Steven kini tercabik-cabik, sanubarinya remuk seketika saat dia menyadari bahwa orang jahatnya adalah dia.

"Karena terbiasa dengan misiku yang sukses, aku jadi terlalu percaya diri! Aku benar-benar bersalah! Aku lalai! Ceroboh! Meskipun ada peristiwa yang rumit, ini tidak mengubah fakta tentangku yang mengacaukan segalanya! Ini benar-benar kesalahanku! Sepertinya aku benar-benar harus menjaga istrinya, bagaimana pun juga ini adalah permintaan terakhirnya, bukan?" batin Steve bermonolog.

Tapi, dia tidak bisa mengatakan hal tersebut kepada Sheila karena suatu alasan, alasan tentang tidak beraninya dia mengakui hal itu.

"Aku bersedia!" jawab Steven dengan nada yang lemah, dia benar-benar tidak sanggup untuk yakin akan hal itu.

Sheila kembali menatapi tanah dari mendiang suaminya dengan penuh haru, dia memberikan senyuman yang dipaksakan di depan tanah tersirat tersebut dengan air matanya yang tiada hentinya terus mengalir.

"Sayang? Kamu mendengarnya? Dia bersedia! Kamu tidak perlu khawatir lagi, aku juga akan mengikuti apa yang kamu inginkan, permohonan terakhirmu ini akan aku laksanakan! Kamu tidak perlu cemas! Kamu tidak perlu.. Kamu—Hiks... Hiks... " ujar Sheila, dirinya saat ini benar-benar hancur.

Matahari mulai terbenam, Steven dan Sheila kini sudah ada di atas motor, dengan duduk menyamping dan merangkul pinggang milik Steven, Sheila masih tidak bisa percaya dengan kenyataan hari ini, hari yang benar-benar sial untuknya.

Setelah jauhnya perjalanan mereka berlalu, Sheila menarik baju Steven dan mengisyaratkan untuk berhenti sejenak karena di atas motor itu tidak bisa sedikit pun suara Sheila terrdengar oleh Steven.

"Ehm, karena ini sudah jauh dari sana, Kamu boleh menurunkanku! Ehm, ini ada uang dan—" ujar Sheila dan memberikan sejumlah uang kepada Steven yang langsung dibuang oleh pengantar barang itu.

"Kamu tahu? Dia sudah tiada? Kamu ingin menipunya hanya karena menganggap dirinya sudah hilang? Kamu salah! Dia masih ada, dia masih ada di udara ini, di jalanan ini bahkan dia ada dimana-mana!" tegas Steven yang membuat Sheila terpaku meratap ke arah sosok pria tampan dengan jaket pengantar barang yang dikenakan olehnya di bawah lampu sorot jalanan.

"Dan tentunya, dia ada di dalam dirimu! Dia ada di dalam hatimu!" lanjut Steven yang kini benar-benar membuat wanita yang tengah bersedih itu meneteskan kembali air matanya.

"Ada di hatiku?" tanya Sheila dengan haru.

"Benar! Dia ada di hatimu! Dia akan selamanya bersamamu! Kamu jangan membuat dirinya menangis lagi! Jika dia melihatmu menangis, aku takut dia ikut menangis! Karena seorang pria yang sangat mencintai pasangannya, dia akan menangis jika melihat pasangannya bersedih!" jawab Steven dengan jelas.

Sheila tersenyum, "Ba–baiklah! A–aku mengerti! Dia akan menemaniku setiap detik bukan? Sayang tenang saja! Aku tidak akan menangis lagi!"

"Ini semua pasti karenanya! Aku–aku jadi kehilangan—" ujar Sheila dengan tanpa sadar membuat Steven terkejut ketika mendengarnya.

"Siapa?" tanya Steven yang malah membuat Sheila menjadi kebingungan untuk menjawab pertanyaan dari pria yang belum dia kenal.

"Uhm, sepertinya Kamu tidak perlu terjerumus ke dalam masalah ini, aku takut akan membahayakanmu!" jawab Sheila dan melempar sejumlah uang itu dan berlari dengan memaksakan diri.

Steven dengan cepat berlari mengejar Sheila dan menarik lengan Sheila ketika dia berhasil menggapainya.

"Aku sudah berjanji kepada suamimu! Dalam lima tahun ini, aku berjanji untuk menjagamu! Ini adalah janjiku kepada suamimu!" tegas Steven yang membuat hati Sheila berkecamuk.

Tujuh hari telah berlalu, hari-hari mereka diisi dengan Sheila yang sangat sulit untuk mengatur pola makan sehatnya, itu membuat Steven kesal dengan wanita cantik itu yang saat ini masih tertidur di kamarnya.

Tok Tok Tok

Steven mengetuk pintu kamar Sheila dengan perasaan sedikit resah, dia akan menepati permohonan dari mendiang suaminya Sheila karena telah berjanji.

"Shei! Bangun! Sarapan dulu!" teriak Steven di luar pintu, mendengar suara teriakan Steven dan ketukan pintu itu. Sheila membuka matanya secara perlahan, "Hm, aku benar-benar tidak sanggup untuk hari-hari yang akan datang!" gumam Sheila yang kembali menarik selimut putihnya.

Steven mulai stres, dia benar-benar bingung untuk melakukan apa. Dia bingung dengan cara apa agar janjinya bisa dia realisasikan.

Steven pergi dari sana, dia duduk di sebuah sofa ruang tamunya. Ini merupakan apartemen kecil milik mendiang suami Sheila, setelah kehilangan orang yang dicintainya. Sheila tinggal di apartemen tersebut bersama Steven yang tinggal di apartemen sebelah, apartemen yang baru saja disewa oleh Steven.

Steven mengacak-acak bubur yang ada di meja dengan sendok yang dipegangnya karena saat ini dia benar-benar kebingungan.

Sedangkan Sheila yang saat ini lapar baru saja keluar dari kamarnya dengan perlahan, dia berjalan dan mendapati sosok Steven yang sedang bergumam.

"Dari kemarin dia belum makan? Lalu, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin aku memaksanya makan bukan? Tapi, di sisi lain aku harus menjaganya? Bagaimana caraku menjaganya jika dia saja sungguh sulit untuk diurus?" gumam Steven yang terus bermonolog.

Melihat sosok Steven yang setia mengurus dirinya, Sheila merasa bersalah. Dia tersenyum dan memandang jauh ke dalam ingatannya, "Sheila! Ini permohonan terakhirku! Kumohon—"

Menyadari bahwa permohonan terakhir dari suaminya adalah sesuatu yang sangat penting, Sheila pun mendekatkan dirinya kepada Steven.

Dia langsung memberikan hormat dengan membungkukkan badanya ke arah Steven.

"Aku minta maaf!"

Terpopuler

Comments

🛡️Change⚔️ Name🛡️

🛡️Change⚔️ Name🛡️

Ya sudah, terima saja.

2023-05-24

0

✅k⃟K⃠S⃟S⃟F Ica agustin

✅k⃟K⃠S⃟S⃟F Ica agustin

kak syah udah cocok ko jadi penulis mana ceritanya bagus pulak ka

2023-05-21

0

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴

kira" suaminya minta permohonan apa ya 🤔

2023-05-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!