Ceklek. . .
Wow. . .
Berapa terkejutnya aku saat membuka pintu, melihat Selva yang sedang tertidur nyenyak di meja kerjanya. Ingin sekali aku membangunkan dan memarahi nya, namun ada hal yang lebih penting yang harus aku urus.
"Astaghfirullah anak itu, bener-bener bikin pusing aja kerjanya." Ucap ku sambil menggelengkan kepala dan berjalan menuju sofa.
"Biar saya bangunkan saja Bu." Usul Sekretaris Dian melangkah mendekati Meja Kerja Selva.
"Ngga perlu Dian, biarin aja dia tidur. Sepertinya dia bener-bener kurang tidur, sampai kita datang pun dia tidak bangun!" Ucap ku melarang Sekretaris Dian untuk membangunkan Selva.
"Baik Bu." Ucap Sekretaris Dian yang langsung berhenti berjalan.
"Lebih baik kamu panggil OB, minta anterin minum sama cemilan. Pakai telpon di meja Selva, setelah itu kita bahas hasil meeting tadi." Ucap ku pada Sekretaris Dian.
"Baik Bu." Ucap Sekretaris Dian sambil mendekati meja kerja Selva dan menghubungi Bagian Pantry.
Tut. . . Tut. . .
[Tolong siapkan jus jeruk 2 dan cemilan ke Ruang Direktur, sekarang] Ucap Sekretaris Dian di telpon.
[ . . . .]
[Terimakasih.] Ucap Sekretaris Dian dan menutup telponnya, kemudian berjalan menghampiri ku di sofa.
"Duduk, ada yang ingin saya tanyakan." Tanya ku pada Sekretaris Dian.
"Silahkan Bu, jika mampu saya akan menjawabnya." Jawab Sekretaris Dian.
"Sudah berapa lama kita bersaing dengan PT. ABC?" Tanya ku lagi.
"Sudah sekitar 2 tahun terakhir ini Bu! Bahkan beberapa investor kita pun, ada yang bergabung dengan mereka. Namun hanya bertahan setengah tahun dan mereka kembali lagi mengajak kita untuk bekerja sama." Ucap Sekretaris Dian yang mulai menjelaskan.
"Apakah setiap kalian melakukan pertemuan, Mas Tio selalu hadir bersama wanita itu?" Tanya ku penasaran atau lebih tepatnya cemburu melihat kedekatan Mas Tio dengan wanita lain.
"Tidak, Bu! Biasanya Pak Tio datang dengan rekan laki-laki dan mungkin sekitar 1 tahun ini saja Bu mereka datang bersama." Ucap Sekretaris Dian menjelaskan kembali.
"Lalu mengapa para investor yang sudah bergabung dengan mereka, memilih kembali kepada kita?" Tanya ku aneh, karena tidak mungkin para investor dapat dengan mudah mengambil kembali dana mereka yang sudah di keluarkan dalam waktu hanya 6 bulan saja.
"Untuk itu, saya tidak tahu Bu. Karena saat saya menanyakannya, mereka selalu berkata, tidak puas dengan PT. ABC. Namun, saya juga tidak mengerti dengan maksud tidak puas itu yang seperti apanya." Ucap Sekretaris Dian, yang kemudian terhenti, karena ada yang mengetuk pintu.
Tok. . . Tok. . . Tok. . .
"Masuk." Teriakku dari dalam.
Ceklek. . .
"Permisi Bu, saya mau mengantarkan pesanan ibu." Ucap OB.
"Iya terimakasih, tolong simpan di meja." Ucap ku kepada sang OB, kemudian dia pun merapikan pesanan kami di meja.
"Sudah selesai Bu, ada lagi yang ibu butuhkan?" Tanya OB pada ku.
"Tidak ada, terimakasih." Ucap ku ramah.
"Baik kalau begitu, saya permisi dulu Bu." Pamit sang OB.
"Silahkan." Ucap ku, dan kemudian OB itu pergi meninggalkan Ruangan.
"Iya sudah kita bahas mengenai meeting tadi saja!" Ucap ku sambil membuka berkas meeting tadi, kemudian mengambil minuman.
"Saya sudah menuliskan poin-poin pentingnya, habis ini saya akan membuat laporannya. Mungkin ada yang ingin ibu tambahkan?" Tanya Sekretaris Dian, sambil menyerahkan iPad nya kepada Ku.
Aku pun membaca semua nya, dan memberikan sedikit koreksi.
"Pergantian bahan bangunan yang saya minta belum kamu tuliskan, tolong nanti kamu tambahkan dan juga minta bagian perencanaan menghadap saya. Jangan lupa hubungi Sekretaris Pak Wijaya untuk menanyakan perihal kontrak kerja sama kita dengan mereka." Ucap ku sambil membaca dan mengingat apa lagi yang harus di lakukan.
"Baik Bu! Ada lagi?" Tanya Sekretaris Dian sambil menulis kembali di buku catatannya.
"Besok kamu jadwalkan meeting dengan Tim A yang menangani proyek ini, saya ingin hasil nya maksimal! Kita harus bisa memaksimalkan semua proyek yang kita kerjakan, jangan sampai klien kita kecewa." Ucapku pada Sekretaris Dian.
"Baik Bu! Saya akan menjadwalkan meeting dengan Tim A, sehabis makan siang. Besok pagi-pagi ibu ada meeting dengan klien Singapura." Ucap Sekretaris Dian membacakan jadwal kegiatan ku.
"Oke kamu atur aja semuanya! Ayo di minum dulu, kita santai aja dulu. Sambil nungguin yang lagi tidur, nyenyak banget itu anak." Ucap ku sambil menggelengkan kepala, melihat Selva yang tidur nyenyak di meja kerja.
"Iya Bu, sepertinya Bu Selva mengantuk sekali. Sampai tidak sadar kita ada di sini, bahkan tadi saya menggunakan telpon pun tidak bangun Bu." Ucap Sekretaris Dian sambil mengambil minuman di meja.
"Iya anak itu, mau sampai kapan dia seperti ini? Apa begini kelakuan dia sehari-hari?" Tanya ku penasaran.
"Ngga tiap hari Bu, tapi pasti seminggu sekali begini. Datang ke kantor siang, pulang cepat dan kadang lupa ketemu klien." Adu Sekretaris Dian yang menceritakan tentang kelakuan Selva.
"Iya ampun pasti kamu kewalahan banget iya ngadepin Selva? Maafkan saya iya yang jarang banget ke sini!" Ucap ku penuh sesal.
"Tidak apa-apa bu! Ini juga sudah jadi kewajiban saya, ibu tidak udah khawatir. Kan sekarang ada ibu, jadi saya bisa lebih bernafas. Hehe. . ." Ucap Sekretaris Dian sambil terkekeh.
"Terimakasih banyak iya Dian! Kamu tenang saja iya, saya akan membantu kamu mulai sekarang. Biarin aja Selva dia mau kaya gimana juga, saya sudah puding. Hanya kamu yang bisa saya percaya. Tolong jangan khianati saya iya!" Ucap ku sambil menggenggam tangan Sekretaris Dian.
"Sama-sama Bu! Insyallah saya akan menjaga kepercayaan ibu kepada saya dan mohon maaf apabila saya ada salahnya." Ucap Sekretaris Dian tulus.
"Iya Dian! Kita harus bikin perusahaan ini semakin maju iya! Tolong bantu dan dampingi saya terus." Ucap ku tulus sambil memohon.
"Pasti Bu, saya akan selalu mendampingi ibu. Karena hanya ibu yang selalu ada, disaat saya benar-benar terpuruk." Ucap Sekretaris Dian sendu, mengingat kejadian dulu.
"Sudah jangan diingat lagi, sekarang kamu sudah sukses dan bahagia. Lupakan yang lalu, buktikan kamu bisa. Oke!" Ucap ku memberi semangat.
"Terimakasih banyak iya Bu." Ucap Sekretaris Dian dengan mata berkaca-kaca, kemudian aku pun bangun dari duduk ku dan memeluk Sekretaris Dian yang sudah berlinangan air mata.
"Kalau ada apa-apa, langsung beritahu saya. Saya orang pertama yang akan berdiri paling depan untuk membela kamu." Ucap ku sambil menepuk pelan punggung Sekretaris Dian, berusaha menenangkannya.
Ingatanku berkelana saat 10 tahun yang lalu di mana aku pertama kali bertemu dengan seorang gadis dengan banyak luka di sekujur tubuh nya dan menggigil kedingininan di pinggir jalan.
Saat itu aku sedang dalam perjalanan menuju rumah bersama sopir ku, karena tak tega aku pun membantu dan membawanya ke Rumah Sakit. Gadis itu adalah Dian, yang menjadi Sekretaris ku saat ini.
Gadis malang itu, menjadi korban ke kerasan ayah tirinya. Yang selalu menyiksa nya, jika dia tidak membawa pulang uang. Bahkan tak jarang dia tidak di berikan makan.
Miris sekali aku melihat keadaannya, hingga aku meminta izin kepada kedua orang tua ku untuk membantunya. Aku pun merawat nya di Rumah Sakit dengan penuh kasih sayang, hingga akhirnya dia luka fisiknya sembuh.
Namun, ternyata dia mengalami trauma berat. Sehingga harus beberapa kali bertemu dengan psikolog, demi kesembuhan nya. Tak pernah lelah aku mendampinginya, melewati masa-masa sulit itu.
Aku hanya berharap dia segera sembuh dan segera bangkit kembali. Perjuangan ku pun tidak sia-sia, setelah 1 tahun kami berjuang bersama. Akhirnya, Dokter menyatakan Dian telah sembuh.
Dan kami semakin dekat, seperti adik dan kakak. Orang tua ku pun menyekolahkan Dian, dan memberikannya kasih sayang seperti anak mereka sendiri. Hingga kini kami selalu bersama.
Dian selalu merasa berhutang budi kepada keluarga ku, sehingga dia mendedikasikan dirinya untuk keluarga kami. Padahal kami selalu menganggap nya bagian keluarga kami sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Yunie Herma
up dong
2023-04-25
1