Pov Nadira . . .
Lelah rasanya jika harus terus berdebat tentang masalah-masalah sepele atau berita bohong itu. Ingin rasanya aku berteriak dan memaki suami dan ibu mertua ku.
"Kenapa mas hanya percaya ucapan ibu? Dan selalu menyalahkan segala sesuatu padaku? Tidak bisa apa dengerin cerita versi istrinya?" Itu yang ingin aku tanyakan pada suami ku.
Namun kata-kata itu hanya bisa ku telan sendiri, tak mungkin aku berani mengatakan nya. Karna aku tidak mau menambah masalah yang ada.
Aku hanya manusia biasa yang punya batas kesabaran. Mungkin sekarang adalah waktunya, di saat aku sudah mulai lelah dengan segala fitnah tidak benar yang di buat Ibu Mertua ku.
"Nadira itu males. . ."
"Ga pernah beresin rumah. . ."
"Ga bisa masak. . ."
"Pelit. . ."
"Ngebantah terus kalau di kasih tau. . ."
"Mandul. . ."
"Ga bisa ngasih anak. . ."
Dan masih banyak lagi kata-kata yang tidak pantas disebutkan oleh seorang ibu kepada menantunya.
Berbagai macam berita bohong yang selalu ibu mertua sampaikan ke suami maupun tetangga sekitar.
Namun kini aku akan berubah, aku tak mau menjadi Nadira yang lemah. Yang hanya bisa di tindas dan di fitnah ibu mertua.
Perlahan tapi pasti, aku akan bisa membuat kedua mata suami ku melihat mana yang benar dan mana yang salah. Hingga suatu saat nanti dia akan menyesal atas apa yang diperbuat nya padaku.
Maka mulai hari ini aku akan berubah menjadi apa yang ibu inginkan.
"Ibu bilang aku males. . . Oke berarti mulai sekarang aku harus males-malesan, ga perlu lagi repot-repot beresin rumah dan masak." Ucap ku dengan senyum jahat.
"Selama ini ibu selalu berbuat semau ibu, dan ibu yang memulai semua ini. Jangan salahkan aku iya Bu! Aku ga akan kaya gini, kalau ibu ga mulai semuanya. Maafkan Nadira Bu! Mungkin setelah ini, hidup ibu tidak akan senyaman sebelumnya." Ucap ku
"Ntah Ini benar atau tidak, yang jelas saat ini aku sudah lelah dengan semua yang terjadi. Biarlah aku yang menanggung semua dosa ini. Maafkan aku Ya Allah. . . Mungkin cara ku salah, tapi aku sudah lelah dengan semua yang terjadi. Lancarkan lah segala urusan ku dan lembutkan lah hati mereka semua, berikanlah yang terbaik untuk ku." Do'a ku
Suami yang aku harapkan bisa selalu mendukung dan melindungi ku, seperti papa yang selalu mendukung dan melindungi mama dari segala hal yang membuat mama terluka. Tapi yang ada, aku selalu di marahi, di bentak dan di tuduh yang tidak-tidak.
Hidup dalam keluarga yang saling menyayangi, melindungi, menjaga dan jarang sekali bertengkar. Serta memiliki kepala keluarga yang sangat bijaksana dan tidak pernah membeda-bedakan anaknya, Kakak yang selalu menjaga adiknya.
Membuat aku berpikir bahwa semua laki-laki akan seperti papah dan kakak-kakak ku. Tapi ternyata tidak semua laki-laki akan sebaik mereka.
Terkadang aku berpikir.
'Apakah Mas Tio tidak lagi mencintai ku? Kenapa tidak pernah sekali pun mau mendengarkan ataupun mempercayai ku? Setiap kata-kata ibu selalu dianggap benar, tanpa tau keadaan ku yang sebenarnya.' Pikirku.
Semakin hari, semakin aku merasa jauh dengan Mas Tio. Tidak ada lagi kehangatan dalam rumah yang dulu ku rasakan, semua terasa berbeda.
"Ntah apa salahku pada ibu! Sampai ibu selalu saja mencari masalah dengan ku. Padahal selama ini aku selalu mengalah dan berusaha menuruti semua perintahnya, tanpa memperdulikan perasaanku. Tapi tetep aja salah di mata ibu." keluh ku.
Hingga aku melihat motor Mas Tio ada di Angkringan dekat kantor ku. Namun, aku harus menelan kecewa, karna Mas Tio berbohong padaku.
Dengan perasaan kalut, aku bingung apa yang harus aku lakukan.
Mba. . . Mba. ." Panggil Selva sambil mengguncangkan bahu ku.
"Eh. . Iya apa?" Tanya ku bingung, ternyata tadi aku sedang melamun.
"Itu Mas Tio udah jalan, mau kita ikutin ngga?" Tanya Selva.
"Kita pulang aja, kamu anterin mba ke rumah iya." Ucap Nadira lesu.
"Yakin ga di kejar? Mumpung masih keliatan itu motornya?" Tanya Selva lagi.
"Mungkin dia temen nya Mas Tio, udah kita pulang aja iya." Pinta ku pada Selva.
"Iya udah, aku anterin." Ucap Selva menjalankan mobilnya. Sepanjang perjalanan hening, tidak ada yang suara mengobrol seperti tadi. Hingga sampai di depan rumahku.
"Udah sampe mba." Ucap Selva sambil memberhentikan laju mobil.
"Mba. ." Tanya Selva.
"Eh iya. . Maaf mba melamun." Ucap Nadira tersenyum.
"Mba ga apa-apa?" Tanya Selva.
"Emang kenapa? Mba baik-baik aja ko, iya udah mba masuk iya." Pamit ku sambil membuka pintu, namun di tangannya di tahan Selva.
"Kalau butuh temen curhat, telpon aku." Ucap Selva sambil menggenggam tangan ku.
"Iya, assalamualaikum." Pamit ku sambil tersenyum paksa, tak mungkin aku harus menangis karna masalah yang belum tentu kebenarannya.
Kulangkahkan kaki ku menuju pintu rumah, rasa kecewa, sedih dan marah bertumpuk menjadi satu.
'Kenapa harus bohong mas? Siapa wanita itu?' Ucap ku dalam hati.
Caklek. . .
"Assalamualaikum." Ucap salam ku.
"Wa'alaikum salam." Jawab Ibu Mertuaku yang sedang menonton tv.
"Ibu sudah makan?" Tanyaku sambil mencium tangan Ibu Mertua.
"Udah." Ucap Ibu Mertua ketus.
'Ingin sekali aku bertanya ke ibu, bener apa ngga ibu nyuruh Mas Tio beli sabun ke minimarket? Tapi gimana kalau nanti Mas Tio marah? Karna aku ga percaya sama dia? Tapi aku penasaran.' Ucap ku dalam hati sambil menarik napas.
"Ngapain kamu diem di situ?" Ucap Ibu Mertua ketus, mungkin masih marah karna masalah tadi pagi.
"Ngga ada apa-apa bu. Iya udah. . Aku kekamar dulu iya Bu." Ucap Nadira melangkah menuju kamarnya.
Ceklek. . .
Setelah ku tutup pintu, aku pun bersandar di belakang pintu.
'Siapa wanita itu? Kenapa cuman pergi berdua? Kenapa harus bohong?' Berbagai macam pertanyaan ada di benak ku.
"Kenapa Mas Tio ga jujur aja? Atau mereka punya hubungan?" Pikirku yang tidak-tidak.
"Astaghfirullah. . . Nadira apa yang kamu pikirin? Ga boleh nuduh suami macem-macem. Oke. . Harus berpikir positif, pasti ada penjelasan nya." Ucap ku sendiri sambil menarik napas dalam.
"Apa yang harus aku lakukan nanti, kalau bertemu dengan Mas Tio? Apa aku harus berpura-pura tidak tau? Atau mending aku tanya? Tapi gimana kalau nanti Mas Tio marah?" Ucap ku bingung.
"Lebih baik sekarang aku bersih-bersih dulu aja, biar lebih rileks dan ga berpikir yang macem-macem lagi." Ucap ku sambil menuju kamar mandi.
Sengaja aku berlama-lama di kamar mandi, berharap Mas Tio sudah sampai. Tapi aku harus menelan kecewa lagi, ternyata Mas Tio belum pulang.
"Kemana kamu Mas? Jam segini belum pulang?" Ucap ku sambil mengambil hp untuk menelpon Mas Tio.
Tut. . . Tut. . . Tut. . .
Tidak di angkat, dan kucoba lagi.
Tut. . . Tut. . . Tut. . .
Masih sama, hingga panggilan ke 4 pun tidak di angkat.
"Kemana kamu mas? Ko ga ada kabar sama sekali? Ya Allah lindungilah suami ku, jauhkanlah dia dari segala marabahaya." Do'a ku.
"Atau dia lagi jalan-jalan dulu sama perempuan itu?" Pikirku.
"Oke Nadira kamu harus berpikir positif, mungkin perempuan itu cuman temen kantornya Mas Tio. Ga mungkin Mas Tio macem-macem di luar sana." Menyemangati diri sendiri.
"Udah jam segini belum pulang juga? Mending aku tidur aja deh. Biar ga berpikir yang macem-macem." Ucap ku sambil melirik jam yang menunjukan pukul 10 malam, kemudian aku merebahkan tubuh dan tak lama aku pun tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Soraya
seorang ceo ga mungkin kn dia bodoh
2023-10-09
0
Rifqi Farhan
up lagi thor
2023-04-15
1