Nestapa sang Jayadipura

Mata Girtaja terbalut amarah, matanya menajam menatap Aryanaka yang masih terpaku dengan tatapan putus asa layaknya orang yang kehilangan arah.

Girtaja memejamkan matanya, napasnya kian memburu menahan ribuan emosi yang menyelimuti dirinya.

Zianna sudah dipindahkan ke kamarnya sejak tadi agar gadis itu bisa lebih tenang.

"Sejak kapan ini semua terjadi, Aryanaka? Sejak kapan?"

Aryanaka menunduk dalam, "Apanya yang sejak kapan, Pa? Sedari dulu memang udah kaya gini." Dengan bibir bergetar Aryanaka berujar, "Bunda udah disana sejak tiga bulan lalu. Asisten bajingan itu mengatakan kalau bunda baik-baik aja. Nyatanya semuanya cuma omong kosong. Saya dibohongi."

Girtaja meraup wajahnya kasar, "Aryanaka, hubungi ayahmu sekarang juga. Kita harus segera bergerak untuk menyelamatkan Rengganis dan juga istriku."

Aryanaka menoleh pelan menatap Girtaja, "Ayah gak akan hirau sama panggilan saya, Pa. Ayah gak akan nganggep telepon saya penting." Kepalanya menggeleng dengan tatapan kosong.

Girtaja menggeram frustasi, "Berikan nomor ayahmu sekarang juga! Biar saya yang menghubunginya."

Dengan gerakan ragu Aryanaka menyerahkan handphonenya pada Girtaja. Lantas saja Girtaja mulai mengubungi nomor Jayadipura menggunakan handphonenya.

Panggilan pertama tidak diangkat.

Panggilan kedua di tolak.

Girtaja menggeram.

Panggilan ketiga juga di tolak.

Begitu terus hingga panggilan ke tujuh, sampai akhirnya telepon itu mulai tersambung.

"Siap—"

"Jayadipura,"

"Girtaja?"

"Pulanglah ke Indonesia sekarang juga. Istri kita berada dalam bahaya." Tekan Girtaja enggan berbasa-basi.

"Kau tahu keadaan istriku?"

***

Hari dimana Girtaja menghubungi Jayadipura saat itu membuahkan hasil. Jayadipura kembali pulang ke Indonesia dengan jutaan kecemasan yang menyelimutinya.

Sungguh, jika saja Permadi bukan ayahnya, Jayadipura bersumpah akan membunuhnya sejak dulu. Jika saja Permadi bukan suami ibunya, Jayadipura bersumpah akan menghancurkan Permadi saat ini juga. Demi istri dan juga anaknya, jika saja...

Ah, hanya pengandaian yang bisa Jayadipura rapalkan saat ini. Ribuan doa telah ia terbangkan ke atas langit, berharap Tuhan serta semesta bisa membantunya menemukan jalan keluar. Tapi kenyataannya, Permadi seakan manusia bejat yang beruntung dilindungi oleh semesta.

Jayadipura berjalan cepat keluar dari bandara, memikirkan segala hal yang sulit untuk ia pastikan kebenarannya. Istrinya pasti baik-baik saja. Putranya bukan orang lemah yang akan membiarkan masalah ini begitu saja.

Tunggu,

Putranya, ya?

Bagaimana keadaan putranya itu saat ini? Jayadipura merasa menjadi suami dan ayah yang tidak berguna sehingga tidak bisa menjaga keselamatan keluarga. Mati-matian ia berusaha, nyatanya keluarganya tetap tidak baik-baik saja.

Tiga bulan lalu, rasanya dunia Jayadipura hancur begitu saja saat Ayahnya membawa istrinya pergi begitu saja tanpa aba-aba. Ia benar-benar merasa gagal menjadi seorang kepala keluarga. Ia merasa tidak pantas untuk menjadi seorang suami apalagi seorang ayah untuk Aryanaka.

Sungguh, Jayadipura bersumpah ia tidak ada niatan sama sekali untuk mengabaikan putranya. Ia hanya mencoba untuk tidak tenggelam dalam keputusasaan meski nyatanya tetap tidak bisa. Tujuannya hanya ingin sedikit melupakan kejadian itu walau sementara. Kendati ia tetap tidak berhasil.

Ia tidak menyadari bahwa sikapnya selama ini membuat Aryanaka merasa terabaikan. Ia tidak menyadari bahwa sikapnya selama ini membuat Aryanaka yang membutuhkannya semakin terpuruk. Demi istri dan anaknya, Jayadipura benar-benar menyesali perbuatannya pada Aryanaka yang terkesan tidak adil.

Karena pada nyatanya, bukan dirinya saja yang hancur. Melainkan Aryanaka juga jauh lebih hancur.

***

Jayadipura memandang putranya yang hanya berjarak sekian meter dari tempatnya. Melihat putranya yang menunduk dalam diselimuti nestapa membuat hatinya tercubit. Putranya yang tiga bulan lalu masih bisa bercanda ria dengannya saat ini seakan menjadi orang yang putus asa.

"Narantaka,"

Mendengar panggilan itu, lekas aryanaka mendongak, matanya termangu memandang sang ayah yang beberapa bulan ini belum pernah ia lihat lagi dalam netranya.

Aryanaka menipiskan bibir, "Ayah—"

"—apa kabar?"

Jayadipura terkekeh getir lantas memeluk putranya dengan erat. Sungguh, ia merindukan putranya kali ini.

***

Rumah Aryanaka saat ini serasa seperti tempat rapat seketika. Saat ini sudah ada Girtaja, Jayadipura, Aryanaka, dan... Alshad, juga beberapa anak buah mereka yang tengah menyusun rencana penyelamatan Rengganis dan juga Nertaja.

Entahlah, mengapa Jayadipura baru akan bergerak sekarang setelah tiga bulan lamanya. Apakah dengan dia berdiam diri dalam keterpurukan dan membiarkan Aryanaka berjuang sendirian adalah hal yang adil?

Tentu saja tidak.

Sepertinya Jayadipura baru saja sadar setelah Ayahnya mulai bergerak jauh dengan mengusik keluarga Gitarja. Pun, karena selama ini Jayadipura mengira Ayahnya tidak akan menyakiti istrinya separah itu sampai ikut menyeret istri Girtaja juga. Harusnya, Jayadipura sudah curiga sejak awal. Harusnya, Jayadipura juga tidak membiarkannya sejak awal.

Rengganis, maafkan suamimu yang tidak berguna ini.

"Dari ruangan tempat Rengganis dan Nertaja di sekap ini, apa ada yang dapat memprediksi ini berada dimana?" Gitarja memulai pembicaraan itu dengan menunjukkan sebuah Vidio yang dijeda pada saat Permadi menunjukkan kondisi Rengganis.

Hati Jayadipura yang melihat kondisi istrinya mencelos begitu saja, serasa ditujuk ribuan jarum.

Istrinya, Rengganis-nya...

Kedua tangan Jayadipura mengepal diselimuti amarah. Ayahnya memang benar-benar paling bajingan dari yang terbajingan. Ia bersumpah, ia akan menyelamatkan Rengganis bagaimanapun caranya. Ia akan membebaskan Rengganis bagaimanapun caranya. Tugasnya hanya bersabar dan berusaha, hingga semesta mengizinkan mereka untuk berbahagia kembali.

"Gak perlu diprediksi. Saya tahu itu dimana." Suara tenang dibalik amarah Aryanaka membuat orang yang ada disana terkesiap.

"Dimana?" Alshad menatap tajam Aryanaka.

Berbicara mengenai Alshad yang tiba-tiba ikut dalam menyusun rencana kali ini, Alshad yang saat itu baru datang sepulang sekolah termangu melihat kondisi rumahnya yang jauh dari kata baik. Ketika ia mendengar perbincangan Aryanaka dan Gitarja saat itu, ia seakan sudah menyadari sesuatu. Kesadaran itu diperkuat saat melihat ekspresi gusar dan putus asa Aryanaka.

Permadi, sudah bergerak jauh.

Demi menyelamatkan mamanya, Alshad rela mengikuti tindakan penyelamatan ini. Kendati papanya sudah melarang, ia seakan tak peduli. Yang terpenting adalah mamanya. Juga, demi ibu Aryanaka.

"Ruang persenjataan kakek." Jawab Aryanaka lugas.

Mata Jayadipura menyorot ke arah Aryanaka dalam, lantas membuat Aryanaka juga menoleh menatapnya, "Bagaimana kamu bisa berspekulasi seperti itu?"

"Ini bukan spekulasi,"

"Melihat kondisi ruangan yang lembab juga lantai yang terbilang cukup kuno, sangat nggak memungkinkan kalau ruangan itu ada di permukaan tanah. Ayah sendiri bukannya tahu kalau kalau ruang persenjataan kakek ada dibawah tanah, tepat dibawah ruangan pribadinya?" Mata tenang Aryanaka menatap Jayadipura dalam.

Tak ada yang tahu dibalik suara dan tatapan aryanaka yang tenang, tersimpan sebuah kepesimisan disana. Ia takut, Permadi tak mampu ia kalahkan. Tapi, keyakinan lagi-lagi menenangkannya.

Girtaja yang sedari tadi menyimak turut mengangguk mendengar perkataan Aryanaka, "Ruangan ini memang terlihat ada dibawah tanah."

Aryanaka menganggukkan kepalanya, "Kakek itu perfeksionis, dia gak mungkin nge-desain ruang dirumahnya dengan desain yang terlihat cukup biasa dan ... lusuh? Lagipula, kalaupun ruangan itu bukan di rumah kakek ataupun sekitarnya, itu terkesan gak mungkin karena kakek juga gak akan ngurung bunda dan juga mama Nertaja di tempat lain selain rumahnya. Kakek bukan orang yang kaya gitu."

"Diruangan itu juga terbilang cukup luas untuk sebuah ruang penyekapan. Dan, apakah kalian sama sekali gak menyadari kalau kamera sedikit menyorot sebuah lemari senjata disana?"

Orang-orang yang disana terkesiap. Seketika saja mereka menajamkan penglihatan mereka menatap ke layar laptop disana dengan lamat. Dan benar saja,

Gotcha!

"Aryanaka, Jayadipura, kalian tahu bukan dimana letak spesifik ruangan ini? Tolong pimpin jalan penyergapan nanti." Perintah Girtaja mutlak.

–to be continue–

Gak tau deh, bingung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!