BRAK!
Suara gebrakan meja membuat Zianna, Keylara dan Kevandra terlonjak kaget. Suara itu berasal dari meja cewek-cewek tukang gosip di kelasnya.
Keylara menatap mereka sengit, "Kenapa sih?!"
Pelaku penggebrak meja itu menyengir. "Hehe, sorry guys, gue kaget liat live IG anak kelas sebelah." Sahut pelaku penggebrak meja itu sembari mengusap tengkuknya yang tidak gatal.
Mata Zianna dan kedua sahabatnya lantas memicing penasaran.
"Emangnya live apaan?" Tanya Kevandra kepo.
"Itu, Zio sama si anak baru yang super handsome lagi berantem di area parkir." Sahutnya santai.
BRAK!
"Allahuakbar!"
Baru saja tadi mereka terkejut akibat gebrakan si tukang gosip, sekarang mereka dikejutkan oleh Zianna yang berdiri kasar sampai tempat duduknya tergeser ke belakang. Ia langsung berlari tergesa keluar kelas dengan raut wajah panik dan khawatir. Aryanaka adalah tujuannya.
Keylara dan Kevandra yang melihat itu lantas mengikuti Zianna dari belakang sembari memanggil-manggil namanya. Namun Zianna tak menyahut, ia seakan tuli. Yang ada dipikirannya hanya terfokus pada satu hal.
Zianna berlari dengan sekuat tenaga, meninggalkan kedua sahabatnya yang mengejar dari belakang.
Ketika ia telah sampai di area parkir, tempat itu sudah tidak ada apa-apa. Semua normal seperti biasanya. Hal itu membuatnya gusar. Aryanaka kemana, sih?!
Zianna mengedarkan pandangannya ke segala penjuru area parkir, yang ia lihat hanyalah segerombolan murid laki-laki yang sedang mengobrol ria di sekitar situ.
Zianna menghela nafasnya gusar.
Menghilangkan gengsinya, ia bertanya pada para murid laki-laki yang ada disana. "Ehem," Zianna berdehem sejenak, "sorry, yang berantem disini tadi dibawa kemana, ya?" tanyanya dengan kaku.
Maklum, ia sangat jarang berinteraksi baik-baik dengan laki-laki di sekolah ini. Paling mentok,ya, guru laki-laki. Atau kalau tidak, ya, Kevandra– pacar Keylara yang juga ia anggap sahabatnya. Ya, biar gak ribet.
Para murid laki-laki yang ditanyai oleh cewek judes dan katanya anti laki-laki itu terkejut ketika Zianna menyapanya. Anyways, bukan menyapa, hei! Zianna hanya bertanya.
Para murid itu lantas bergerak ribut lantaran gugup, hingga salah satu dari mereka menjawab.
"Diamanin sama anak OSIS, Z-zi. Kayaknya dibawa ke UKS, babak belur soalnya." Jawab salah satu dari gerombolan siswa-siswa itu.
"Oh, oke makasih." Zianna lantas pergi melesat menuju UKS tempat Aryanaka berada.
Ini pertamatama kalinya ia mengetahui Aryanaka terluka akibat baku hantam dengan seseorang. Maklum saja, selama tiga tahun terakhir, Aryanaka hanya mengunjunginya setiap libur semesteran atau mungkin saat salah satu dari mereka berulang tahun. Dan selama itu juga, tak ada sekalipun kejadian dimana Aryanaka baku hantam dengan orang lain sampai begini. Baru kali ini.
Dulu, ketika jamannya masih bersama, Aryanaka memang sering kali berantem eceng-eceng dengan siswa lain yang telah mengganggu Zianna. Tapi, itu dulu saat mereka masih anak-anak sampai akhir kelas satu SMP.
***
Zianna mengatur raut wajahnya di depan pintu UKS agar tak terlihat tengah panik apalagi khawatir. Masih ingat 'kan kalau gengsinya Zianna itu seluas langit dan sebesar samudera?
Jika Aryanaka melihat wajah khawatirnya, sudah dipastikan ia akan besar kepala karenanya.
Zianna berdehem singkat, lantas memasuki ruangan dengan perlahan. Melewati brankar Zio begitu saja yang kebetulan berada tepat setelah pintu masuk ruang UKS. Zio yang awalnya sudah kepedean akan kehadiran Zianna yang ia kira akan menjenguk dirinya pun melunturkan senyuman. Uhh, sialan sekali bung! ia merasa di prank oleh semesta.
Zianna menghampiri brankar dimana ada Aryanaka diatasnya yang saat ini tengah diobati oleh murid PMR laki-laki. Mukanya datar, tak meringis apalagi menampilkan ekspresi kesakitan sedikitpun.
Zianna memandang Aryanaka tajam sembari menunggu murid PMR itu menyelesaikan tugasnya.
Dan tampaknya, petugas PMR itu sudah selesai menyelesaikan tugasnya. Untuk itu, Zianna menghampiri Aryanaka dan petugas PMR yang sadar diri itu pun memilih pergi.
Plak.
Zianna memukul pelan sudut bibir Aryanaka yang terluka. "Banyak gaya!"
Aryanaka hanya bisa meringis dibuatnya, tak memprotes apalagi menyahut. Kondisi hati dan pikirannya masih tersisa sedikit emosi. Maka dari itu, ia lebih baik diam agar emosinya hilang sebelum menghadapi Zianna.
Namun nampaknya, emosi yang sedari tadi membuncah langsung sirna begitu saja kala Zianna tampak di netra indah miliknya. Sungguh, Zianna ini benar-benar hebat.
Stop! jangan banyak memujinya. Nanti dia besar kepala.
"Liat muka Lo, nih. Seneng, ya, bonyok-bonyok begini?" Omel Zianna melihat keterdiaman Aryanaka.
"Lagaknya udah kaya berandal sekolah aja main baku hantam baku hantaman." Zianna masih mengomel panjang lebar pada Aryanaka yang diam diatas brankarnya.
"Berasa keren bisa pukul-pukulan begitu? Iya?"
Aryanaka memandang Zianna yang masih mengomel tanpa henti. Batinnya terkekeh melihatnya. Zianna ini sangat lucu jika sedang mengomel.
Aryanaka pura-pura memasang raut wajah kesal, "Dia yang mulai duluan." Akhirnya mulut Aryanaka yang tadinya bungkam pun bersuara.
Kedua tangan Zianna terangkat ke sisi kanan-kiri pinggang, "Ohh, masih berani ngebela diri sendiri, Lo?!" Mata Zianna berubah nyalang menatap Aryanaka.
"Gak ngerasa salah sama sekali, kah?!"
Bibir Aryanaka kembali terkatup. Memilih menunduk seperti anak kecil yang dimarahi ibunya karena kedapatan mencuri permen.
Zianna hendak melanjutkan omelannya kembali. Namun suara gorden yang tergeser mulai menghentikannya.
Zio, sang pelaku pembuka gorden pemisah brankar itu mengeluarkan senyum tengilnya. "Hey, Zi. Kayaknya Lo salah tempat, deh. Brankar gue disini bukan disitu."
Zianna yang mendengar penuturan dari Zio menganga tak percaya. A-apa tadi katanya? Zianna salah tempat? Maksudnya, harusnya dia disitu bukan disini, begitu?
Heh! Adakah yang mengatakan bahwa Zianna kesini untuk menghampiri orang ini?
Zianna benar-benar tak habis pikir!
Oke Zianna, sabar. Tidak baik anak muda sepertimu marah-marah seperti ini. Zianna memejamkan matanya dan menghela nafas dalam-dalam.
Jadi, Semesta, bolehkah Zianna menjungkir balikkan bumi sekarang juga?
***
Siang ini Zianna akan kembali pulang bersama Aryanaka sebagai supirnya. Hehe, supir.
Namun sebelum itu, ia menengok kearah Keylara dan Kevandra yang berjalan beriringan meninggalkan kelas tanpa menyapa maupun mengajaknya. Biasanya mereka tak pernah absen untuk keluar kelas bersamanya kendati hanya sampai di depan gerbang karena jalur mereka yang berlawanan.
Tapi entah kenapa, sedari tadi, sejak ia meninggalkan mereka untuk menjenguk Aryanaka ke UKS, Keylara dan Kevandra seperti mendiaminya.
Zianna sebenarnya sadar apa yang menjadi permasalahannya, tak seharusnya ia menyembunyikan sesuatu dari mereka berdua. Ini memang salahnya. Tapi ya sudahlah, mungkin besok ia akan mulai menjelaskan sedikit demi sedikit tentang kisahnya bersama Aryanaka.
Semoga mereka bisa mengerti.
***
Kali ini, ia sengaja menyuruh Aryanaka untuk menunggunya di parkiran saja, takutnya jika ia kembali menunggunya di depan pintu kelas, maka akan menyulut kehebohan lagi seperti kemarin.
"Hei, udah lama, ya, nunggunya?" Tanya Zianna yang baru sjaa sampai.
Melihat wajah bonyok Aryanaka yang kusut, sepertinya ia sudah menunggu terlalu lama.
"Lama!" Ketusnya.
Zianna terkekeh, ia memang sengaja menunggu parkiran supaya sepi terlebih dahulu agar tak banyak gosip tentang mereka yang tersebar. Meminimalisir kemungkinan buruk, lah, ya.
Aryanaka memakaikan helm ke kepala Zianna dengan wajah kusutnya, membuat Zianna terkekeh kembali lantaran gemas, "Udah berapa lama, sih, emang?"
Aryanaka menunjukkan 3 jarinya.
Zianna tersenyum, "Tiga puluh menit?"
Masih dengan wajah kusut Aryanaka menggeleng, "tiga menit!" Ketusnya.
Zianna yang awalnya merasa empati dan simpati akan Aryanaka yang ia kira menunggunya lama, lantas melunturkan senyuman dan berganti dengan wajah datarnya yang jengah.
Sudahlah. Tidak jadi kasihan kalau begini.
–to be continue–
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments