Sebuah pelarian

"Temenin gue beli marmut." Itu bukan ajakan, melainkan perintah yang Aryanaka lontarkan. Membuat Zianna menggeleng tak menyangka dibuatnya.

Hey, memelihara binatang itu bukan gaya Aryanaka sama sekali loh ... Apa gerangan yang membuat Aryanaka menjadi begini? Ayo! katakan pada Zianna siapa yang memprovokasinya, Zianna akan membunuhnya sekarang juga. Sungguh.

Huh. Benar-benar...

"Ar, jangan marmut lah. Kucing aja, ya? Atau Lo mau kelinci? Gue bakal nemenin Lo kemanapun asal jangan beli marmut. Gue geli, Ar, serius." Tutur Zianna memelas. Tangannya mengatup memohon pada Aryanaka.

Oh, ayolah, Zianna sangat membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan tikus. Marmut itu, demi apapun mirip sekali dengan tikus!

"Marmut itu lucu tahu, Na. Gak kaya tikus!" Ujar Aryanaka membujuk.

Zianna benar-benar tidak mengerti kenapa Aryanaka sangat bersikeras untuk membeli seekor marmut. Mau ia apakan, sih, memangnya?

"Nggak! Muka monyongnya itu mirip banget sama tikus." Sanggah Zianna sembari bergidik ngeri.

Sungguh, Zianna lebih memilih memelihara komodo saja daripada marmut yang mirip tikus itu! —bohong, sih—

"Lagian kenapa Lo jadi kaya maniak marmut gini, sih? Perasaan dari dulu Lo gak ada peminatan soal memelihara binatang." Zianna memandang Aryanaka kesal.

"Karena marmut itu mirip sama Lo." sahut Aryanaka sekenanya. Membuat Zianna memandang Aryanaka menganga tak percaya.

Sungguh, ia tak mengerti lagi.

Zianna menghela nafasnya kasar. Namun tak urung ia tetap mengambil tas sekolahnya dan mengajak Aryanaka beranjak.

Baiklah, Zianna akan mengalah kali ini. Marmut, tolong bekerjasamalah, Zianna hanya ingin hidup damai saat ini.

"Yaudah, ayo!"

Aryanaka pura-pura tak mengerti, dengan wajah sok lugunya ia memandang ke arah Zianna, "kemana?" tanyanya tak tahu.

Gigi Zianna bergelatuk. Sabar Zianna, jangan sampai hasrat membunuh Aryanaka yang ada dalam dirimu bangkit. Tahan sampai rekan yang akan merundingkan rencana pembunuhan Aryanaka ini tiba ...

Melihat keterdiaman Zianna yang tengah menahan amarah, Aryanaka malah makin menjadi. Muka sok lugunya makin kentara dan menjadi sangat menyebalkan, "Mau, kemana, sih?"

"Katanya mau beli marmut?!" Semprot Zianna bersungut-sungut sambil memandang Aryanaka kesal.

Aryanaka lantas tergelak dibuatnya. Jujur, ia merasa terhibur.

Dengan semangat empat lima Aryanaka lantas menyambar tasnya dan beranjak merangkul pundak Zianna, "Hehe, ayo kita beli!"

***

Disinilah mereka sekarang, di toko dan klinik hewan peliharaan yang isinya lebih dari yang Zianna duga.

Banyak sekali hewan-hewan menggelikan disini!

Sedari tadi mereka sudah berbolak-balik kesana kemari untuk sekedar memilih marmut mana yang sekiranya paling lucu –menurut Aryanaka– untuk dijadikan hewan peliharaan.

Lebih tepatnya, Zianna yang sedari tadi hanya mengekor kemana arah langkah Aryanaka berjalan. Sungguh, Zianna lebih memilih menemani mamanya berbelanja memutari mall daripada menemani Aryanaka membeli hewan peliharaan!

Demi apapun, sebenarnya Aryanaka ini ingin marmut yang bagaimana?

Zianna memandang Aryanaka yang tengah melihat-lihat marmut dengan saksama dengan pandangan yang super jengah, "Udah, Ar. Mau yang kaya gimana sih, emang?" Tanya Zianna lelah.

"Bentaran, ya. Gue pengen marmut yang mukanya lebih lucu dari Lo." jawaban asal Aryanaka lantas membuat daran Zianna perlahan naik.

"Yang ini aja, deh!" Aryanaka menunjuk salah satu marmut yang berwarna putih polos.

Zianna memandang Aryanaka dengan bersungut-sungut, "Nggak! Itu warnanya mirip banget sama tikus!" Tolak Zianna mentah-mentah, apa-apaan!

Aryanaka memutar bola mata jengah, "yaudah, yang ini."

"Nggak! Mukanya nyebelin!" Tolak Zianna sembari melengos.

"Yang ini, deh, kalo gitu."

"Nggak, ya. Jelek banget itu mukanya!"

Aryanaka memandang Zianna kesal, "Yang mau beli itu gue apa Lo, sih, sayang?" Tanya Aryanaka dengan menekan kata terakhir.

Membuat Zianna meneguk ludahnya kasar, gadis itu lantas berdehem, "Y-ya, terserah Lo deh kalau gitu! yang mau beli kan Lo bukan gue!"

Alis Aryanaka terangkat sebelah, "Jujur, deh. Lo sebenarnya setuju dengan sepenuh hati gak kalo gue beli marmut?"

Pake nanya!

Zianna menyengir paksa, "Nggak, lah." Jawabnya lugas.

Aryanaka lantas menghela nafasnya kasar, beranjak menuju wastafel guna mencuci tangannya yang kotor setelah memilih marmut. Sedangkan Zianna hanya terus mengekornya dari belakang. Melihat segala gerak-gerik yang dilakukan Aryanaka.

Aryanaka mengambil tissue dan mengelap tangannya hingga kering, "Yaudah, gue gak jadi beli marmut kalau begitu." Sahut Aryanaka lalu beranjak pergi keluar toko begitu saja, tanpa membawa apapun! Meninggalkan Zianna yang cengo di dalam toko itu.

Dagu Zianna hampir saja jatuh kebawah jika saja kesadaran tak mengambil alih dirinya. Apa tadi katanya? Tidak jadi beli? Tidak, jadi, beli?

Lalu apa gunanya mereka kesini?

Tolong katakan apa gunanya?!

Benar-benar tidak berguna sama sekali!

Zianna segera mengejar Aryanaka yang sudah berjalan menuju area parkir. Kakinya di hentak-hentakkan ke tanah guna melampiaskan kekesalan.

Demi apapun, Aryanaka lebih dari sekedar menyebalkan hari ini. Membuatnya benar-benar tak habis pikir.

Dengan langkah kesalnya ia menghampiri Aryanaka yang tengah memakai helm full face nya. Bibirnya mengerucut, wajahnya tertekuk, dan kedua tangannya ia lipat di depan dada.

Aryanaka menarik senyum tipis di balik helm yang ia kenakan, membuat Zianna tak dapat melihatnya. Zianna benar-benar anugerah dari Tuhan dan semesta yang memang hanya untuk dirinya. Hanya untuk Aryanaka saja.

Semesta, tolong turunkan malaikat maut untuk membunuh Aryanaka sekarang juga.

***

Selepas mengantar Zianna pulang ke rumahnya dengan selamat setelah berjam-jam memilih marmut yang akhirnya tidak jadi beli sama sekali, kali ini Aryanaka berencana untuk menghubungi asisten sang kakek. Sekedar bertanya bagaimana keadaan Rengganis di tangan mereka.

Sejatinya, mengajak Zianna ke toko hewan peliharaan hanyalah pengalihan untuk mencari sebuah hiburan. Aryanaka butuh yang namanya kesenangan. Dan, hanya bersama Zianna ia bisa merasakan itu.

Di negeri sebelah sana, Ayahnya hanya menyibukkan diri sendiri mencoba untuk tidak memikirkan istrinya kendati nyatanya itu sangat sulit untuk ia lakukan.

Ayahnya mungkin sampai melupakan bahwa, ia memiliki Aryanaka yang jauh membutuhkan dirinya disaat sang bunda tidak berada disisi lelaki itu.

Aryanaka tahu, sangat sulit bagi seorang suami melihat istrinya tidak baik-baik saja di tangan orang lain meski itu adalah ayahnya sendiri.

Namun, tidakkah ayahnya bisa menyadari keberadaannya sedikit saja? Semenjak ibunya dibawa pergi, ayahnya seakan melupakan bahwa dirinya ada di dunia ini.

Sebegitu apiknya kah semesta menyembunyikan dirinya dari mata sang Ayah?

Jujur saja, Aryanaka sangat merindukan mereka. Merindukan saat dimana mereka bertiga berkumpul untuk menikmati waktu bersama.

Sungguh, Aryanaka rindu.

Beruntung ia masih memiliki Zianna sebagai teman hidupnya. Menemaninya kapanpun, dimanapun, dan dalam keadaan apapun. Ia sungguh merasa beruntung.

Setidaknya, semesta sedikit adil untuk saat ini. Semoga saja selalu begitu.

–to be continue–

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!