Permadi mulai bergerak jauh

Siang ini, dibawah teriknya matahari. Aryanaka dan Zianna yang tengah berada dalam perjalanan selepas pulang sekolah dibuat panik oleh sebuah mobil hitam yang mengikuti mereka dari belakang.

Mobil itu terus mengikutinya meskipun Aryanaka berkilah. Jelas sekali jika mobil itu benar-benar mengikuti mereka. Kemanapun mereka berbelok mobil itu juga pasti berbelok.

Aryanaka tahu, sangat tahu siapa orang yang mengikuti mereka. Aryanaka mencoba mempercepat laju motornya guna menjauh dari jangkauan mobil itu. Memasuki gang sempit yang diperkirakan tidak dapat dimasuki oleh mobil.

Berhasil.

Mobil itu sepertinya gagal mengikuti jejak mereka. Dengan laju yang dipercepat, Aryanaka berusaha menuju rumah Zianna dengan segera. Meskipun harus berjalan semakin jauh lantaran jalan yang mereka ambil untuk menghindari mobil itu adalah jalan yang bertolak belakang menuju rumah Zianna.

Dengan perasaan yang masih tak karuan, mereka berharap saat sampai di rumah mereka akan menjadi lebih tenang.

Sayangnya, harapan hanyalah harapan semata. Karena sesampainya dirumah Zianna, hal yang mengejutkanlah yang menyambut kedatangan mereka saat ini.

Kondisi rumah Zianna hancur berantakan, pecahan guci dan beling ada dimana-mana, dengan bibi Sumi yang tergeletak pingsan di dekat sofa ruang keluarga dengan keadaan yang tidak baik-baik saja.

Buruk. Ini sangat buruk.

Zianna menjatuhkan tasnya dengan tatapan pias, wajahnya memucat, jantungnya serasa berhenti berdetak saat itu juga.

Perasaannya memang sudah tak enak sejak pagi tadi, perasaan buruk itu diperkuat saat mobil hitam mulai mengikuti mereka. Dan, keadaan rumahnya sekarang seakan menjawab segalanya.

Aryanaka berdiri memantung disamping Zianna, nafasnya tercekat.

Aryanaka, terlambat. Perasaan waspadanya sejak semalam benar-benar tak berguna. Memang bodoh ia mengabaikan ancaman Permadi semalam.

Dengan raut panik dan napas yang mulai memburu Zianna berlari kepenjuru rumah, memanggil seseorang berulang kali, "Mama!"

"Mama! Mama dimana?" Wajah Zianna sudah tak karuan saat ini, air matanya sudah menetes sejak tadi. Zianna takut, Zianna sungguh merasa takut.

Aryanaka dengan segera menghampiri Zianna dengan tatapan khawatirnya, mencoba menghentikan Zianna yang berjalan kesana-kemari dengan kalap mencari keberadaan sang mama.

Zianna memberontak dari cekalan tangan Aryanaka, "Mama! Mama kemana, sih?!"

"Lepasin, Ar. Gue mau cari mama!" Teriaknya kesal dengan air mata yang terus berjatuhan lantaran emosinya yang sudah mencapai batas. Tubuhnya gemetar lantaran ketakutan yang besar menyerang hati serta pikirannya.

"Tenang, Na. Kita cari mama lo dengan tenang, ya?" Aryanaka mencoba menyadarkan Zianna saat ini.

Dalam lubuk terdalam Aryanaka, tak dapat dipungkiri bahwa ia juga merasa takut. Keadaan rumah Zianna saat ini persis seperti keadaan pada saat dimana bundanya diambil secara paksa oleh Permadi.

Dengan Tangan dan nada suara yang bergetar Aryanaka menangkup pipi Zianna yang sudah basah akan air mata, "Kita hubungi Papa sama Alshad sekarang, kita juga harus nolongin bi Sumi yang keadaannya gak baik-baik aja." Ujar Aryanaka mencoba menenangkan Zianna saat ini. Mencoba menyadarkan Zianna agar berpikir lebih jernih.

Dengan tatapan takutnya Zianna mengangguk. Mereka segera mengambil tindakan, Aryanaka mengangkat tubuh bi Sumi ke atas sofa dan mencoba menyadarkannya, sedangkan Zianna mulai menghubungi sang Papa.

Beberapa saat kemudian, bi Sumi akhirnya sadar. Namun tatapan ketakutan dan tubuh gemetar bi Sumi membuat Zianna semakin merasa resah dan takut.

Zianna menghampiri bi Sumi, "Bi, apa yang sebenarnya terjadi, bi? Mama Zianna kemana?" Tanya Zianna memberondong lantaran sudah tak bisa menahan kepanikan.

Aryanaka menggenggam tangan Zianna mencoba menenangkan. Juga sedikit meredakan ketakutannya sendiri.

Dengan tubuh gemetarnya bi Sumi menjawab, "Nyonya, Non. N-nyonya dibawa pergi..."

Duar!

Ambruk sudah Zianna saat itu. Wajahnya memucat, jantungnya seakan kembali berhenti berdetak.

Bertepatan dengan papa Zianna yang baru saja datang dengan tatapan panik serta khawatirnya, Zianna memandang sang papa dengan air mata yang kembali berjatuhan.

"Papa ..."

Girtaja menghampiri putrinya yang keadaannya sudah berantakan, memeluknya dengan erat, "Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanyanya dengan suara gemetar memandang Aryanaka meminta penjelasan.

"Mama Pa ... Mama dibawa pergi ..." Dengan suara yang mulai terisak lantaran tangis yang tak bisa ditahan Zianna menjawab pertanyaan sang Papa.

Nafas Girtaja tercekat, istrinya dibawa pergi?

Oleh siapa?

Girtaja memang seorang pengusaha yang sewajarnya memeliki saingan, namun apakah ia sampai memiliki musuh yang akan dengan nekatnya mengambil istrinya?

Siapa?

Siapa orang yang berani mencari gara-gara dengannya ini?

Tiba-tiba saja, televisi di ruangan itu menyala, menampilkan sosok Permadi yang tertawa dengan bengisnya.

"Bagaimana kejutanku, Narantaka? Sungguh luar biasa, bukan?" Suara Permadi mulai terdengar.

Menimbulkan tanda tangan besar di kepala Girtaja dan Zianna. Apa masalah mereka dengan orang ini?

Sedangkan Aryanaka, wajahnya sudah mengeras sejak tadi. Ia sudah menduganya, ini memang ulah Permadi.

"Permadi," desis Aryanaka dengan sorot mata yang menajam. Tangannya terkepal kuat.

Girtaja terkesiap.

Tunggu, Permadi? Permadi Wisnuwardhana?!

Girtaja memandang tak menyangka pada Aryanaka, inikah sosok Permadi Wisnuwardhana? Ayah sahabatnya yang menentang keras hubungan Jayadipura dan Rengganis dulu?

Bukankah hubungan mereka telah baik-baik saja selepas Jayadipura dan Rengganis menikah?

"Bukahkah kau selalu ingin melihat keadaan ibumu, Narantaka? Maka lihatlah, lihatlah ibu tersayangmu kali ini."

Wajah Permadi di televisi terganti dengan penampakan sosok bunda Aryanaka yang terduduk dengan kondisi yang jauh dari kata baik. Tubuhnya terikat dengan memar yang ada dimana-mana.

Aryanaka mengepalkan tangannya semakin kuat, ia telah dibohongi. Zein berkata bahwa ibunya baik-baik saja secara fisik, tapi apa yang dia lihat sekarang?

Kurang ajar!

Zianna menoleh menatap Aryanaka terkejut dengan mata yang berkaca-kaca, benarkah ini Bunda Rengganis? Bunda yang dulu selalu bersikap lembut padanya dan selalu memasakkannya dengan Aryanaka bekal ke sekolah? Benarkah?

Girtaja memaku ditempat, Rengganis? Rengganis istri sahabatnya?

Muka Aryanaka mengeras menahan emosi yang membuncah, matanya memerah menahan tangis yang ia tahan mati-matian agar tidak keluar. Bundanya ... tidak baik-baik saja?

"Apakah disitu ada Girtaja juga?" Wajah dan suara Permadi mulai terdengar kembali, Permadi tertawa kecil, "Harusnya juga ada." Ucapnya menjawab pertanyaannya sendiri.

"Hei sahabat putraku, kau sedang mencari istrimu. Bukankah begitu?"

Dibalik pelukan Zianna, Girtaja mulai mengepalkan tangannya.

Sedangkan Zianna, ia sudah pasrah dengan situasi saat ini. Ia hanya berdoa, memohon bahwa apa yang akan Permadi tunjukkan tidak sesuai dengan apa yang ada di pikirannya. Zianna mohon...

"Kau ingin melihat keadaan istrimu, bukan?"

Dengan seketika, wajah Permadi tergantikan dengan adanya Nertaja yang tergeletak di ruangan yang sama dimana Rengganis berada. Dengan kondisi terikat seperti halnya Rengganis. Bedanya, Rengganis dalam kondisi yang babak-belur penuh memar sedangkan Nertaja hanya memiliki sedikit luka.

"Brengsek!"

–to be continue–

Moodku sedang tidak baik-baik saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!