Setelah minum obat tekanan darah dan beristirahat sejenak, akhirnya Rahadyan merasa lebih baik.
Pria yang merasa umurnya sudah bertambah dua belas tahun lebih cepat itu berniat turun ke bawah, mau mengambil jus segar agar benar-benar pulih.
Tapi baru saja ia keluar kamar, beberapa langkah lewat di depan pintu kamar Kalista, rahangnya pun sudah ternganga lebar.
"KALISTA!"
Anak itu sedang enak tidur-tiduran di karpet sambil bermain ponsel. Tapi, dia bukan menggunakan bantal sebagai penyangga kepalanya melainkan paha.
Pahanya Sergio yang malah santai-santai nonton TV.
"Kamu!" Suara Rahadyan meninggi karena syok tapi juga sulit merangkai kata saking tidak bisanya percaya akan pemandangan ini. "Kamu! Kamu ngapain tidur di paha Gio?!"
Sergio merasa ngeri dengan ekspresi pamannya itu.
Tapi yang lebih menakutkan adalah Kalista, karena dia cuma garuk-garuk kuping. "Berisik deh, Om. Emangnya enggak boleh tiduran di paha pacar sendiri?"
"Pa-pa--pa-pa—PACAR?!"
Kalista menggaruk kepalanya asal-asalan tak peduli rambutnya jadi rambut singa. "Teriak-teriak mulu, deh! Tadi katanya Gio temen saya, sekarang jadi temen malah enggak suka! Om tuh maunya apa, sih?!"
Harusnya Rahadyan yang bertanya mau anak ini sebenarnya apa!
Bagaimana bisa, demi Tuhan, bagaimana bisa dia menjadikan laki-laki yang baru dia temui sebagai pacar di hari itu juga?!
Iya sih orang bilang anak jaman sekarang itu luar biasa tidak bisa dikontrol, tapi ya tidak begini juga!
"Kamu sama Gio cuma disuruh belajar bareng bukan tidur-tiduran di paha!" teriak Rahadyan, yang sepertinya harus menambah dosis obat tekanan darah nanti. "Enggak ada kamu pacar-pacaran! Enggak ada! Kamu juga, Gio! Ngapain kamu malah bengong di situ? Keluar kamu! Sana! Ini kamar perempuan!"
"Uwwah." Kalista malah mengeluarkan helaan napas jijik. "Sok suci banget padahal hamilin perempuan pas masih sekolah."
"Kalista!"
"Bodo amat!" Kalista berteriak lebih keras, lebih ganas, dan melotot penuh dominasi. "Bodo amat Om suka atau enggak suka! Bodo amat!"
"Jangan ngatur-ngatur saya! Ini tuh hidup saya! Om tuh orang baru di hidup saya! Denger?! Orang baru! Enggak usah sok ngebolehin ini ngelarang itu! Bukan urusan Om!"
Telinga Sergio di antara anak dan ayah itu rasanya mau berdarah.
Kenapa mereka bisa sambil teriak-teriak setiap kali bertemu? Tidak bisakah mereka bicara dengan nada normal saja? Bukankah itu jauh lebih enak?
"Kalista, kamu jangan mancing saya, yah. Kamu mau—"
"Apa?! Mau pukul?! Ayo sini pukul!"
Lalu setelah mengatakan itu, Kalista tiba-tiba berteriak sangat keras, dengan suara tangisan anak kecil.
"HUAAAAA, OPA! OPA, DIA NGAJAK RIBUT LAGI!"
Tak sampai di sana, Kalista bahkan berguling-guling menangis, seolah dia benar-benar sedang menjadi anak kecil berusia lima tahun.
Rahadyan syok melihatnya, tapi lebih syok Sergio.
"Kalista, jangan kayak gitu." Rahadyan mulai panik. Tadi dia bisa berteriak mengatakan Opa Sutomo tidak bisa berbuat apa-apa kalau Rahadyan sudah memutuskan, tapi sebenarnya itu dusta parah. "Kalista, udah. Jangan nangis kayak gitu. Maksud saya tuh—"
"AAAAAAAAKKKKHHHH, OMAAAAAAAAAA! OPAAAAAAAA! DIA JAHATIN KALISTA!"
Hanya butuh satu menit setelah itu, Rahadyan diseret oleh kedua orang tuanya, untuk diberi hukuman karena membuat Kalista menangis.
Tapi Sergio sebagai makhluk yang tersisa di sana hanya bisa cengo melihat Kalista terkekeh sambil menghapus air matanya.
Perempuan ini ... sepertinya kehilangan baut penting di kepalanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Author Kucing
ngakak sungguh..
novel yg beda dri yg lain.
2023-04-29
0