Perempuan itu makhluk yang unik kalau tidak ingin dibilang aneh.
Kalau mereka lapar dan mau makan, segala sesuatu bisa dibuat, atau dipesan lewat aplikasi, atau diniatkan pergi beli walau macet. Sementara laki-laki jika ingin makan A dan hal itu tidak ada, dia bisa saja makan hal lain dan melupakan soal makan A itu.
Tapi, bakat perempuan menahan lapar juga lebih hebat dari laki-laki.
Makanya Kalista kuat walaupun seharian kemarin tidak makan lalu seharian ini pun tidak makan.
Kalista cuma minum air sedikit dari botol minuman kecil di tasnya. Cuma itu saja. Sementara sisanya, ia berbaring di ranjang, main handphone sambil kadang-kadang menangis.
Bodo amat kalau sorenya Rahadyan datang lagi, menyuruhnya buat turun makan.
Tapi tidak seperti tadi, lima menit kemudian setelah Kalista mengabaikannya, Bi Tina datang membawa makanan.
"Kamu boleh marah sama saya." Rahadyan yang meletakkan makanan itu ke meja dekat ranjang. "Marah sepuas kamu. Tapi makan kalo laper."
Kalista menatap dia kesal. "Saya enggak makan karena enggak laper, Om." Lalu Kalista beranjak dari kasur, keluar tanpa dipaksa.
Melihat anaknya bertindak menjengkelkan macam itu, Rahadyan tidak tahu harus marah, kesal, atau sedih pada dirinya sendiri.
Apalagi waktu ia turun, Kalista malah pergi ke dapur, membuat makanan sendiri.
Seolah dia tidak peduli pada makanan yang Bi Tina buatkan atas permintaan Rahadyan.
"Kalista."
Suara dari wanita yang meminta Kalista memanggilnya Oma itu terdengar. Wanita paruh bayah itu mendekati Kalista di dapur, mengintip mi instan yang sedang ia buat.
"Kamu kenapa makan mi, Nak? Ada ayam di kulkas. Ada daging juga kalo kamu mau. Sosis, bakso, nuget ada di sini."
Kalista diam sejenak, tapi masih menjawab, "Ini aja."
Jawaban itu masih terdengar dingin. Walau di satu sisi juga terdengar menyedihkan.
Rahadyan memutuskan cuma berdiri di dekat tangga menyaksikan punggung anaknya. Ia diam-diam memberi isyarat bagi Bi Tina dan pembantu lain agar menyingkir sebentar dari dapur, agar Kalista bebas bergerak.
Tak lama, anak itu sudah duduk di meja makan bersama mi instan yang dia buat.
Tapi Kalista tidak menduga kalau Oma Harini juga ikut duduk.
"Makan, Nak. Nanti dingin minya."
Kalista mengerutkan kening, risi. Tak peduli niat orang baik, jika kalian asing ya tetap saja asing.
"Kamu udah ketemu tantemu belum? Ketemu sepupumu. Dia lagi sakit makanya enggak turun-turun. Nanti kamu ke sana tengokin sekalian kenalan."
Tapi Kalista tidak mau kenal.
Mulut Kalista cuma diam, memandangi minya yamg masih berasap. Berhubungan Kalista tidak suka mi panas jadi memang ia berencana menunggu itu dingin.
Sembari menunggu, keheningan di antara mereka mencekik. Jelas-jelas Oma Harini terus memandanginya penuh rasa ingin tahu.
Mungkin dia berpikir Kalista bakal bersikap baik karena dirinya terhitung cuma numpang. Tapi Kalista tidak peduli mau ia dibuang oleh keluarga ini atau tidak.
Apa bedanya? Dari dulu juga ia sudah dicampakkan.
"Oma enggak risi?" Tiba-tiba Kalista bertanya. Mengangkat pandangan pada Oma Harini di seberang sana. "Aku kan cuma anak pel*cur."
Rahadyan yang berdiri di tangga jelas bisa mendengar itu. Tangannya terkepal kuat, tidak dapat memahami kenapa anak itu malah mengajukan sebuah pertanyaan berbahaya.
Tidak.
Mama sedikitpun tidak pernah menghormati ibunya Kalista.
Bahkan Mama merasa bahwa wanita itu berbuat kesalahan karena hamil anak Rahadyan tapi tidak mengatakan apa-apa.
Kalau Kalista dengar, dia akan—
"Kamu juga pel*cur?"
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments