Kalista mengekori pria itu memasuki rumahnya. Dia mendorong pintu raksasa di depan mereka agar terbuka dan muncullah penampilan sebuah istana modern yang membuat Kalista ternganga.
Buset. Besar sekali rumah ini.
Om Tidak Berguna ini tinggal dengan seribu orang atau bagaimana?
Kalista tidak pernah paham kenapa keluaga yang cuma beranggotakan empat lima orang malah tinggal di rumah yang tidak dapat mereka isi setiap sudutnya. Bukannya inilah wujud dari keangkuhan itu sendiri?
Mau tak mau Kalista jadi ingat saat-saat di mana mamanya terhina orang karena telat bayar kontrakan sepetak.
"Kalista." Suara papanya terdengar, membuyarkan Kalista dari lamunan.
Karena sudah lupa tadi ia melarang Om itu memanggil namanya, Kalista cuma tersentak. Tambah lupa untuk marah sebab di depan matanya sekarang berjejer wajah-wajah asing, keluarga papanya.
Dengan sedikit ragu, Kalista mendekat.
"Ma." Rahadyan menyentuh punggung ibunya ketika Kalista datang. "Ini Kalista, anak aku. Kalista, ini Oma Harini."
Kalista diam, memandangi wajah-wajah asing mereka.
Lalu Rahadyan mulai memperkenalkan satu per satu dari mereka, setelah Oma Harini adalah Opa Sutomo, lalu ada saudaranya Rahadyan yaitu Raynar yang umurnya beda empat tahun dari Rahadyan. Katanya ada istri Raynar juga, namanya Cassandra atau yang lebih akrab disapa Cassie.
Dia tidak bisa turun ke bawah karena anaknya yang baru berusia tujuh bulan sedang demam.
Kalista sudah pusing waktu Rahadyan memperkenalkan mereka.
"Nak." Mamanya Rahadyan, yang katanya harus dipanggil Oma, datang mendekati Kalista. "Sini deket sama Oma. Kita ngobrol-ngobrol dulu."
Sebelum dia bisa menyentuh Kalista, spontan ia menarik tangan.
Ekspresi Kalista tidak seberani saat bersama Rahadyan. Ekspresinya lebih dingin, dengan mata beralih ke arah lain.
"Saya cuma mau istirahat." Kalista terang-terangan menolak mereka. "Maaf, saya capek."
Terang saja semua orang melirik Rahadyan, membuat pria itu menghela napas pasrah.
Entah kenapa rasanya umur Rahadyan bertambah sepuluh tahun dalam sekejap mata.
"Bi, Bi Tina." Rahadyan memanggil salah satu nama pembantu senior di rumahnya. "Anterin Kalista ke kamarnya. Yang kemarin dibersihin."
"Iya, Pak." Bi Tina buru-buru datang. "Ayo, Non. Bibi anterin ke kamar."
Waktu Bi Tina menyentuhnya, Kalista tidak menolak. Langsung berjalan patuh menaiki tangga, terus naik sampai ke lantai tiga.
Sebuah kamar dibuka untuknya, katanya itu kamar yang berhadapan persis dengan kamar Rahadyan
Membuat Kalista tidak senang.
Sementara itu, di lantai bawah, Rahadyan harus menjelaskan alasan kenapa sikap Kalista begitu.
"Dia agak sensi," ucap Rahadyan setelah berusaha mencari kalimat yang tepat. "Masih agak sedih juga mamanya dikubur hari ini. Jadi maafin yah, Ma."
Mama melipat tangan dan mulai mengembuskan napas kesal.
Tapi bukan pada Kalista melainkan Rahadyan. "Emang harusnya dia begitu sama kamu. Kamu tinggalin anak kamu di jalanan terus kamu ngarep dia sayang sama kamu? Ngimpi."
Rahadyan berusaha tidak menghela napas.
Sudah diserang anak yang tiba-tiba muncul, sekarang ia mulai diserang pula oleh mamanya sendiri.
Raynar tertawa melihat ekspresi bete kakaknya. "Tapi dia lucu sih, Bang. Mukanya mirip kamu juga."
"Mending kamu ambil cuti kerja sementara waktu." Papa ikut membuka suara, sambil dengan tenang mulai membuka macbook-nya. "Temenin dulu anakmu sampe terbiasa di sini. Perasaannya pasti masih enggak bagus."
Rahadyan membayangkan bagaimana selama dua puluh empat jam ia harus berurusan dengan anak itu, yang harus ditekankan membencinya.
Sepertinya dia juga tidak bakal mau Rahadyan ada di sekitarnya terlalu lama. Apalagi, Rahadyan juga bukannya sudah bisa terima kenyataan kalau ia punya anak gadis.
"Aku udah janji mau ke Taipei lusa depan, Pa. Jadi kayaknya—"
"Ray, kamu aja yang pergi." Mama langsung memotong. "Minta juga sama Janson buat batalin schedule Rahadyan."
Raynar yang tadinya tertawa menikmati langsung tersentak kaget. "Ma, tapi aku—"
"Gak. Peduli." Mama mengambil ponselnya sebagai gestur tidak mau lagi melanjutkan diskusi. "Sana naik, jagain anakmu. Cassie dari tadi belum turun makan. Kamu juga, sana bujukin anakmu."
Kedua anak lanang itu cuma bisa mengembuskan napas patuh.
*
Tinggalin like kalian sebagai bentuk dukungan karya author, yah 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Emily
ceritanya bagus ..yg komen kemana,..mudah2an setelah ini banyak yg komen ya thor...ttp semangat
2023-11-15
2