Sepertinya Kalista memang cuma bakal misuh-misuh setiap kali bertemu Rahadyan. Ia tak tahu, rasanya sudah dorongan sejak lahir.
Setiap kali melihat wajah dia, setiap kali mendengar suaranya, apalagi melihat cara dia menatap, Kalista jadi jengkel luar biasa.
Padahal setelah itu Kalista kadang bete sendiri, sebab niat utamanya jadi tertunda.
"Siapa suruh mukanya bikin kesel." Kalista mengembuskan napas pendek, berakhir duduk di kasur lagi sambil bermain handphone.
Kalau dirinya turun sekarang buat minta belanja, harga diri Kalista akan anjlok ke tempat terendah. Tidak sudi dirinya sampai harus terlihat mengemis pada orang itu, jadi Kalista akan menunggu besok.
Atau setidaknya itu yang Kalista pikirkan saat tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.
Kalista membuka pintu karena mengira itu mungkin asisten rumah tangga, tapi ternyata salah.
"Hai." Itu Sergio. "Mau jalan-jalan enggak di depan? Beli cemilan?"
Kalista jelas bisa tahu kalau orang ini pasti disuruh. "Siapa yang nyuruh?"
Pemuda itu menggaruk kepalanya canggung saat menjawab, "Kak Cassie."
"Oke."
Selama bukan si Om Tidak Berguna, maka oke-oke saja. Kalista masuk kembali untuk mengambil handphone-nya, tapi kemudian Sergio menambahkan lagi.
"Kata Om Rahadyan, katanya ganti baju yang rapi."
"Gak." Kalista menyahut ketus, pada nama Rahadyan. "Bilangin sama dia, suka-suka gue mau ngapain."
Sergio menelan ludah gugup karena wajah galak Kalista. Tapi karena dia cantik, muka galaknya juga membuat salting.
Buru-buru Sergio mengangguk, tidak mau mengusik Kalista apalagi sampai membuat dia marah besar.
Sementara Kalista, tanpa mengganti celana mini dan kaus ketat berwarna mauve yang ia pakai, gadis itu malah langsung keluar mendahului Sergio.
Mereka turun ke bawah, menemukan Rahadyan masih di sana tapi tidak lagi sambil menggendong anak kecil.
"Kalista, kamu kenapa enggak ganti baju?" tegur orang itu.
"Suka-suka saya mau pake baju apa." Kalista melotot jengkel. "Bukan urusan Om."
"Saya serius." Rahadyan mendekat. "Kamu gila yah mau keluar pake baju kayak gitu?"
Terlebih dengan Sergio pula!
Rahadyan sekali lagi bilang kalau Sergio memang anak baik-baik tapi anak baik-baik tetaplah laki-laki jadi mustahil dia benar-benar jadi anak baik-baik!
Rahadyan bahkan bisa menebak ke mana mata Sergio penasaran mau melirik.
"Om tuh kenapa sih ngurusin baju saya mulu?! Emangnya baju saya kenapa, hah?!" murka Kalista.
"Enggak kenapa-napa, intinya ganti!"
"Kalo enggak kenapa-napa ya ngapain diganti!"
Anak bau kencur ini. Orang tua sedang khawatir padanya tapi dia malah melotot ganas begitu. Harusnya dia mendengar—
"Ini kenapa?"
Baik Kalista maupun Rahadyan kompak menoleh pada suara itu. Sergio pun langsung menggaruk kepalanya bingung, karena tadi ia disuruh membawa Kalista jalan-jalan tapi mereka malah berdebat di sini.
"Rahadyan, kamu kenapa teriak-teriak sama anakmu?" tanya Opa Sutomo, lengkap dengan mata siap mau memarahi anaknya.
Sebagai seorang wanita, Kalista adalah makhluk manipulatif. Langsung saja gadis itu mendekati Opa-nya, pura-pura ingin menangis.
"Dia marah-marah bilang baju aku jelek," adu Kalista provokatif.
Rahadyan jelas langsung melotot, apalagi waktu Opa Sutomo merangkul Kalista yang berpura-pura sebagai korban.
Ya Tuhan, Rahadyan yang korban di sini!
"Enggak. Aku enggak bilang baju dia jelek. Aku bilang ganti baju kalo mau keluar." Rahadyan mencoba membela diri.
"Ya sama aja bilang baju saya jelek kali disuruh ganti!" balas Kalista emosi, tapi berubah melas ketika melihat Opa-nya. "Dia gangguin aku terus, Opa."
Tatapan Opa Sutomo langsung mendelik pada anaknya. "Rahadyan. Kamu ini apa-apaan ngajak anak kecil berantem."
Rahadyan rasanya mau mencak-mencak.
Padahal ia mengkhawatirkan anak itu, demi Tuhan! Rahadyan khawatir dan tidak mau kalau anaknya malah dijadikan objek mata kotor para lelaki di luar!
Ini semua karena Kalista! Karena rasa sayang tapi kenapa bocah ini malah tidak paham?!
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments