Rahadyan sakit kepala semalaman memikirkan anak itu. Karena Mama meletakkan kamar Kalista persis di depan kamarnya, Rahadyan bisa mendengar jelas kadang-kadang dia terisak.
Mungkin Kalista tidak sadar kalau suaranya terdengar jelas. Tapi Rahadyan jadi tidak bisa tidur gara-gara suara itu.
Pagi harinya Rahadyan baru tidur sebentar, rasanya malah lebih sulit terima kenyataan ia punya anak.
Kayak, masa sih? Rahadyan masih sering berpikir begitu. Masih sering merasa kalau semua ini cuma mimpi, bukan sesuatu yang nyata apalagi bisa dipercaya.
Ya, tapi ini kenyataan.
"Anakmu kenapa enggak turun?" Mama langsung menodong Rahadyan dengan pertanyaan ketus melihat ia turun jam delapan pagi, tapi Kalista tidak terlihat.
Sudah bukan jam sarapan. Raynar pasti sudah ke kantor begitu pula Papa, sementara Mama yang memang hanya keluar mengurus bisnis jam dua belas siang masih di rumah mengawasi sekitar.
Termasuk Kalista.
"Mungkin masih tidur, Ma."
"Jam segini cuma pemales yang masih tidur. Bangunin anakmu, suruh makan terus ajak jalan-jalan."
"Jalan-jalan?"
"Ya keliling rumah." Mama menjawab seakan kebingungan Rahadyan itu bodoh. "Siapa tau dia suka kebun, kamu ajak ke kebun di atas. Atau siapa tau dia suka liat ikan, kamu ajak liat ikan. Ajak juga kenalan sama sepupunya."
Sepertinya Kalista tidak sedikitpun bakal senang kalau Rahadyan ajak keliling, tapi kalau tidak Rahadyan turuti, Mama mungkin bakal merebusnya hidup-hidup.
Pada akhirnya Rahadyan setuju. Sarapan dengan kopi dan apel, lalu naik ke kamar Kalista buat membangunkannya.
"Kalista." Rahadyan memanggil namanya pelan. "Ayo turun makan."
Dari kemarin dia belum makan. Jadi memang wajar Mama khawatir tentangnya.
"Kalista."
Tidak ada jawaban.
"Kalista, saya tau kamu enggak suka sama saya," Rahadyan menghela napas, "tapi seenggaknya turun makan. Atau kamu mau makan yang lain?"
Bukannya dia bilang mau menghambur-hamburkan uang Rahadyan? Kebetulan, Rahadyan punya banyak uang pribadi jadi lebih baik dia hamburkan daripada dia mengurung diri di kamar, tidak makan seharian.
"Kalista!" Rahadyan mulai meninggikan suara, tapi itu karena khawatir.
Jangan bilang anak itu pingsan? Atau dia bunuh diri?
Oke, itu berlebihan dan menakutkan tapi kenapa dari tadi dia diam? Apa yang dia lakukan di dalam?
"Kalista, kalo kamu enggak jawab saya buka paksa pintunya!"
Pada akhirnya Rahadyan memanggil Bi Tina datang membawakannya kunci cadangan. Buru-buru Rahadyan buka pintu kamar anak itu, sangat takut jika sampai dia terlalu depresi sampai melakukan hal konyol.
"Kalista."
Pintu terbuka, memberi ruang bagi Rahadyan masuk.
Ternyata oh ternyata, anak itu tidur.
Huft, untung tidak bunuh diri. Tapi kenapa jam segini dia masih tidur?
"Kalista." Rahadyan mengguncang lengannya agar dia bangun. "Bangun, Kalista. Udah siang."
"...."
"Kalista."
Anak ini ... matanya bergerak-gerak.
Dia tidak tidur rupanya.
Astaga, sampai segitunya kah dia mau menyusahkan Rahadyan?
Demi Tuhan, Rahadyan malah lebih menunggu dia merealisasikan ucapannya soal 'ngabisin uang Om' daripada dia menyuruh Rahadyan teriak-teriak membangunkannya.
"Saya tau kamu enggak tidur." Rahadyan melipat tangan. "Kalista, kamu belum makan. Bangun dulu makan."
Dia lebih keras kepala daripada yang Rahadyan bisa bayangkan.
Benar-benar tidak bergerak sekalipun Rahadyan sudah tahu dia pura-pura.
Untuk urusan adu ketahanan ego, anak ini menang.
Rahadyan akhirnya beranjak pergi, sadar kalau Kalista malah tambah tidak mau bangun jika ia masih di sana.
Tapi ketika Rahadyan akan menutup pintu, Kalista ternyata membuka mata, lalu menjulurkan lidah padanya.
Wleeek 😛.
Astagfirullah. Rahadyan mendadak mau solat taubat sekarang juga.
Ada sesuatu yang tidak beres dengan hidupnya.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Emily
ceritanya sedih dan lucu juga
2023-11-15
1
Author Kucing
🤣🤣🤣
2023-04-29
0