Katanya semua hal di dunia ini memiliki hikmah tersendiri. Segala sesuatu yang kita alami, semuanya memiliki alasan bahkan jika itu butuh seumur hidup untuk memahaminya.
Entah bagaimana yang lain, tapi sekarang Rahadyan mendapatkan hikmah dari kenapa ia punya mama seperti Mama, seorang wanita yang memperlakukan anaknya seperti kacung.
Ternyata karena anaknya juga bakal seperti ini.
"Kontrakan kamu udah ada yang sewa." Rahadyan berbohong sebab mana mungkin ia biarkan anak perempuannya pergi ke kontrakan sempit cuma buat tidur.
"Loh? Barang-barang saya belum pindah semua!"
"Udah saya pindahin. Masih ditaro di kamar bawah."
"Kok Om enggak bilang?!"
Buset ini anak. Suaranya melengking sekali sampai telinga Rahadyan sakit. Padahal kalau bicara dengan yang lain dia cuma berkata iya-iya saja, itupun nyaris tanpa suara.
Tapi pada Rahadyan? Astaghfirullah intinya.
"Gimana mau bilang kalo kamu di kamar terus? Saya dateng aja kamu pura-pura tidur." Rahadyan merendahkan suaranya, tidak seperti suara Kalista.
"Om kan tetep harus bilang! Itu kan barang-barang saya! Kok Om seenaknya banget, sih?"
Serius dia mau mempermasalahkan itu? Bukannya tadi mereka bicara dia tidak bisa tidur?
"Kamu dari kemarin di kamar terus jadi saya enggak bisa bilang," ucap Rahadyan, masih berusaha sabar.
"Tapi Om kan bisa ngomong depan pintu. Enggak perlu ngeliat saya buat bilang mau ngambil barang-barang saya. Om kira bisa seenaknya ngambil-ngambil barang saya? Emangnya Om tau barang saya yang mana aja?"
"Semua isi kontrakan kamu saya bawa, Kalista. Jadi harusnya enggak ada—"
"Tetep aja harusnya saya yang ngambil sendiri!" Kalista berbalik pergi dengan langkah marah. "Om tuh emang enggak pernah guna!"
"Kalista—"
"JANGAN NGOMONG SAMA SAYA!"
Rahadyan memegang batang lehernya begitu anak itu masuk ke kamar dan membanting pintu.
Ini buruk. Tekanan darah Rahadyan melonjak tiba-tiba sampai rasanya ia mau terserang stroke.
Demi Tuhan, bagaimana bisa? Bagaimana bisa anaknya jadi seperti itu? Perasaan Rahadyan waktu nakal dulu tidak separah itu juga.
"Haaaah." Rahadyan membuang napas bingung, tak lagi paham harus bagaimana sekarang. "Sabar, sabar. Namanya perempuan, ya emang enggak jelas."
Mungkin setelah dia marah-marah, dia bakal bisa tidur lagi. Paling tidak, keluhan pertama terselesaikan.
Mungkin.
*
Kalista serius marah pada Rahadyan. Bagaimana bisa dia memindahkan barang-barang pribadi Kalista bahkan tanpa bicara apa pun padanya? Itu kan semuanya milik Kalista.
Juga, ada banyak peninggalan Mama di sana yang Kalista tidak suka jika itu disentuh-sentuh orang. Tapi dia sedikitpun tidak bicara.
Kemarahan Kalista sedikitpun tidak reda ketika masuk kamar. Malah semakin Kalista pikirkan, itu malah semakin menjengkelkan.
Om-om tidak berguna itu cuma tahu membuat Kalista naik darah.
Sore harinya waktu Kalista mulai sedikit lupa tapi masih sangat marah, asisten rumah tangga datang mengetuk pintu.
"Non." Itu Latifah, yang Kalista belum tahu namanya tapi tertarik sebab mereka terlihat seumuran. "Bapak nyuruh saya bawain Non es krim."
Kalista beranjak dari tempat tidur, membuka pintu. "Bapak siapa?"
Gadis muda itu mengerjap bingung sebelum hati-hati menjawab, "Anu, Non, Opa-nya Non Kalista."
"Bener? Bukan dari dia, kan?" Tangan Kalista menunjuk kamar Rahadyan buat memastikan benar-benar bukan dia yang mengirim. "Kalo dia yang suruh, jangan bawain. Aku enggak mau."
"Enggak kok, Non, ini disuruh Opa-nya Non. Katanya kalau mau banyak bilang aja."
Kalista menatap mangkuk es krim itu dan akhirnya terima. Siapa yang tidak suka es krim?
Selama yang memberikan bukan Rahadyan, Kalista bakal makan sebanyak apa pun. Tapi kalau dia, mau es krim seenak apa pun tidak akan pernah Kalista sentuh.
"Makasih," ucap Kalista, biar dia menyampaikan pada Opa Sutomo di bawah.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Emily
serba salah kalista
2023-11-16
1