"Kalo mau apa-apa tinggal panggil Bibi aja, Non. Bapak juga udah bilang."
Kalista mengangguk samar atas perkataan Bi Tina sebelum wanita itu pergi, meninggalkannya sendirian.
Pandangan Kalista langsung menyapu kamar tersebut dan mau tak mau menilai betapa berbeda hidup ayah dan ibunya.
Kamar sebesar ini, bagi Kalista dan Sukma Dewi itu sudah seperti rumah yang super mewah. Bukan cuma luas untuk dijadikan tempat berguling-guling, temboknya juga bersih tanpa jamur, setiap sudutnya seakan bisa diisi bertumpuk-tumpuk karton baju, lalu ranjangnya juga tidak akan sempit ditiduri dua orang.
Ada AC pula, gumam Kalista sambil menatap AC yang berada tepat di atas tempat tidurnya itu.
Kalista mengambil remotnya di atas ranjang, menyetel suhu agar lebih dingin karena ia panas.
Lalu Kalista duduk di sofa kecil depan tempat tidur.
Lalu hening.
Hening.
Hening.
Hanya hening dan tiba-tiba air matanya jatuh.
"Apanya yang bagus," rutuk Kalista, mengutuk semua benda mewah di sekitarnya. "Ngapain aku di sini kalo Mama enggak ada? Enggak ada gunanya!"
Apanya yang nyaman.
Apanya yang rumah besar.
Segalanya kosong. Tempat luas dan dingin dan bersih dan mewah ini kosong.
Tidak ada apa-apa.
Tidak ada suara Mama, tidak ada kehidupan Kalista, tidak ada sesuatu yang bisa membuatnya merasa ia telah berada di rumah.
"Bego!" Kalista sekali lagi mengutuk ibunya dengan perasaan getir dan sedih. "Harusnya Mama dari dulu masuk ke sini! Harusnya Mama enggak jadi pel*cur enggak guna!"
Kalau keluarga ini cukup berbaik hati menerima Kalista, berarti kalau dulu Sukma Dewi mengaku dia hamil, pasti dia diterima.
Pasti dia tidak akan berjuang mati-matian jadi wanita murahan lalu akhirnya malah mati karena penyakit.
Kalista duduk di lantai memeluk lututnya sendiri, menangis terisak-isak karena tak bisa menangani rasa sepi ini.
Hatinya tidak tenang. Jiwanya juga tidak nyaman. Kalista merasa tidak bisa terima bahwa sekarang ini rumahnya, ia harus tinggal di sini dan tidak akan ada lagi Sukma Dewi di hidupnya.
Tanpa Kalista sadari, di depan pintu setengah terbuka itu ada Rahadyan dan Raynar.
Mereka kompak memejamkan mata atas tangisan Kalista yang diselingi umpatan kekesalan.
Raynar yang melihat kakaknya termenung oleh tangisan itu spontan menepuk bahu dia.
"Aku tau Abang emang rada enggak waras dari dulu. Makanya Mama suka marah-marah," ucap dia tulus dan realistis. "Tapi aku juga tau Abang bukan orang yang sengaja bakal ninggalin orang, apalagi anak Abang sendiri."
Rahadyan entah kenapa merasa sedih. Ada rasa tak nyaman di hatinya yang mencekik karena tangisan Kalista.
"Should I go and cheer her up?" Rahadyan tidak tega mendengar dia.
Walau dalam dirinya masih ada rasa 'aneh' dan 'tidak percaya' pada kenyataan anak itu anaknya, tapi hati Rahadyan seperti terus berkata kalau anak itu tidak seharusnya menangis.
Sayangnya, Raynar berkata, "I guess that's not a good idea."
Rahadyan menatap adiknya. "Siapa tau dia butuh dipeluk. I mean ... nevermind."
"Jelas dia butuh dipeluk." Raynar melipat tangan. "Tapi lebih jelas dia enggak mau Abang yang peluk."
Kenyataan yang sulit dibantah.
"Atau," Rahadyan tiba-tiba memikirkan ide lain, "gimana kalau aku beliin dia es krim? Siapa tau dia seneng?"
"Absolutely," jawab Raynar dengan senyum lebar, "no."
Lalu senyumnya berganti datar. "Abang kira dia anak bayi? Bisa dihibur pake es krim?"
Rahadyan berusaha membela diri. "But she's a girl. Girls always like ice cream."
"Tapi bukan berarti—"
"Permisi!" Keduanya terlonjak kaget mendengar suara serak penuh tekanan itu datang dari dalam kamar Kalista.
Entah sejak kapan anak itu sudah berdiri di dekat pintu, memegang gagangnya dengan raut wajah penuh kemurkaan.
"Saya enggak peduli kalian mau ngobrolin apa tapi kalo bisa jangan depan kamar orang!!" teriak Kalista penuh emosi. "Sana pergi!"
Seolah itu sudah jadi kamarnya sejak lahir, Kalista membanting pintu.
Dan tak lupa ia menitipkan satu teriakan lagi.
"MULAI HARI INI SAYA ENGGAK SUKA ES KRIM!"
*
Tinggalin like kalian sebagai bentuk dukungan karya author, yah 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Emily
kesedihan callista yg di luapkan dgn amarah🤧
2023-11-15
1