Kalista cemberut setiap kali memikirkan fakta ia kalah debat dari bajingan Rahadyan itu. Apanya yang 'saya papa kamu, suka-suka saya'. Dia pikir alasan begituan mempan pada Kalista?
Raut sebal Kalista masih nampak jelas sekalipun Opa Sutomo memberinya lembaran uang. Bahkan, Opa Sutomo membedakan uang yang diberikan pada Kalista dan Sergio—berhubung dompet dia disita oleh Rahadyan.
Mereka keluar dari kediaman besar itu setelah diberi wejengan agar langsung pulang setelah belanja.
"Kalista." Sergio memanggil namanya ketika mereka berjalan bersisian. "Lo kenapa sengaja ngejauhin bokap lo?"
Kalista langsung menoleh akibat pertanyaan itu.
Dapat menangkap pula dengan jelas bahwa Sergio nampaknya mencari tahu sesuatu dari Kalista.
"Terus, gue mesti apa?" tanya Kalista, sedikitpun tidak takut. "Gue dari kecil sampe kemarin cuma tau bokap gue enggak tau siapa, terus tiba-tiba dia muncul. Gue tau nyokap gue yang minta, tapi gue ya gue. Gue enggak kenal dia, enggak tau dia siapa, mau dia bokap gue sekalipun."
Sergio menahan napas.
"Terus gue mesti apa sama dia? Bilang 'Papa, Kalista kangen Papa' kayak orang tololl? Buat gue dia orang asing."
"...."
"Lo juga."
"Gue?"
Kalista menatap Sergio tanpa ekspresi. "Rahadyan, keluarganya, termasuk elo, semuanya asing. Orang asing. Gue enggak kenal. Dari dulu gue enggak pernah kenal. Terus tiba-tiba lo minta gue jadi keluarga beneran?"
"...."
Kalista semakin cemberut melihat ekspresi Sergio.
"Lo kira gue enggak tau orang lain ngomong apa soal gue? Entah siapa di keluarga Rahadyan, pasti bakal ada yang ngomong 'bisa-bisanya kita ngakuin anak pelacurr jadi keluarga'. Jadi, enggak usah berusaha jadi temen gue. Lo juga kayaknya dipaksa."
Setelah itu Kalista melenggang pergi, jalan lebih dulu meninggalkan Sergio.
Tatapan Sergio tertancap pada punggung gadis itu sementara pikirannya mulai mengawang-awang.
Benar.
Kalista benar. Ada banyak orang yang menganggap keputusan keluarga Rahadyan itu bodoh dan sangat mencoreng harkat martabat keluarga besar mereka.
Persis seperti kata Kalista, bagaimana bisa seorang putri pelacurr diakui? Bahkan kalau tes DNA-nya jelas, bukankah sejak awal tidak ada juga yang bakal tahu kalau permintaan pelacurr itu diabaikan?
Kenapa malah diterima?
Tapi Sergio mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda dari gadis itu.
Dia tidak terlihat semenyedihkan apa yang bisa dibayangkan. Kelakuannya agak barbar, tapi dia juga terlihat terlihat bodoh, atau mengemis, atau butuh bantuan.
Nampaknya dia malah terpaksa masuk ke keluarga Rahadyan alih-alih Rahadyan yang terpaksa menerima dia sebagai anak.
"Kalista." Sergio buru-buru mengejarnya, menyeimbangkan langkah mereka agar beriringan. "Gimana kalau kita temenan beneran?"
"Hah?" Jelas saja Kalista memasang wajah aneh dan tiba-tiba berpikir kalau Sergio itu tidak waras. "Ngapain gue jadi temen lo?"
"Emang enggak boleh?"
"Bukan masalah boleh enggak boleh, tapi masalah masuk akal enggak masuk akalnya."
Masuk akalkah kalau seseorang yang pasti disuruh jauh-jauh dari Kalista malah mengajaknya berteman?
Tidak, kan? Nah, itu maksud Kalista. Tidak masuk akal.
"Kenapa enggak masuk akal? Itu kan terserah gue mau temenan sama siapa. Mau anak pelacurr kek, anak haram kek, anak pungut kek." Sergio tersenyum seperti sampah alih-alih jadi anak baik-baik. "Nanti gue bantuin lo gangguin Om Rahadyan."
Kalista langsung melipat tangan dan bergumam penuh keseriusan. "Bisa dibicarakan."
Selama itu mengisik Rahadyan, melempar air got ke badan Rahadyan pun Kalista mau.
"Tapi untungnya buat lo apaan?"
"Gimana kalau nanti gue minta sesuatu kalo gue mau? Sekarang sih belum kepikiran."
"Lo minta tidurin gue, siap-siap tulang lo jadi rempeyek!"
Sergio mundur sambil tertawa canggung. "Enggak. Enggak gitu juga."
"Oke, deal." Selama bukan soal tidur dengan dia, Kalista bisa oke.
Masalah dia minta gunung nanti, Kalista kan tinggal melempar dia ke kawah gunung Sinabung.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments