"Tania, kamu sudah siap?" tanya Eni pada keponakannya.
Eni juga akan ikut pergi seperti permintaan Tania. Alasan mereka pada Tono, biar Eni bisa kasih masukan.
Padahal memang Tania tidak mau pergi hanya berdua saja dengan calon suaminya.
Tadinya Tono keberatan, tapi karena Tania mengancam tidak mau pergi kalau bibinya tidak diajak, akhirnya Tono setuju.
Eni duduk di jok tengah. Sementara Tania harus di depan menemani Tono.
"Aku kan bukan sopir kalian," ucap Tono ketika Tania menolak.
Dengan terpaksa Tania mengikuti kemauan Tono. Tapi wajahnya ditekuk.
"Kita ke butik dulu. Kamu bisa memilih baju pengantinnya di sana. Pilih sesukamu," ucap Tono. Tania hanya diam saja.
Eni kegirangan mendengar itu. Karena memang Eni berniat mengerjai Tono dengan memilih baju pengantin termahal.
Dan benar saja, Tono mengajak mereka ke sebuah butik yang khusus menjual pakaian pengantin. Setahu Eni, butik ini terkenal mahal.
Mereka bertiga memasuki butik yang disambut ramah oleh seorang karyawan, perempuan yang cantik.
"Silakan masuk Bapak, Ibu," sapa karyawan itu kepada Tono dan Eni tanpa mempedulikan Tania yang berjalan belakangan.
"Ada yang bisa kami bantu?" tanya karyawan itu.
"Kami mau mencari baju pengantin," jawab Tono. Tania memilih duduk di sofa yang ada di butik itu.
Eni yang antusias untuk mengerjai Tono, berdiri tak jauh dari Tono.
"Oh. Buat putrinya itu ya, Pak?" tanya karyawan itu lagi.
"Itu bukan putri saya, tapi calon istri saya!" sahut Tono dengan nada kesal.
"Oh, maaf Pak. Saya pikir....Oke, mari saya perlihatkan koleksi baju pengantin di butik kami," ajak karyawan itu.
Tiba-tiba seorang perempuan berbadan seksi datang menghampiri mereka. Mata Tono langsung melotot melihat perempuan berbaju sedikit terbuka itu.
"Ada tamu Ki?" tanya perempuan itu.
"Iya, Bun. Ini ada Pak...maaf siapa nama Bapak?" tanya karyawan itu.
"Saya Tono. Dan itu calon istri saya, Tania," jawab Tono.
"Oh, iya. Kenalkan saya Susi pemilik butik ini. Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya perempuan bernama Susi itu.
Tania menoleh pada perempuan itu. Dia melihatnya sekilas. Cantik, seksi. Dalam hati Tania berharap semoga Tono tertarik dengan perempuan itu dan membatalkan pernikahannya.
Tono menjelaskan maksud kedatangannya kepada Susi.
"Mari jeng Tania. Ikut saya ke dalam. Di sana banyak koleksi terbaru saya," ajak Susi pada Tania.
Tania beranjak dari duduknya lalu menarik tangan bibinya, agar ikut ke dalam.
Eni pun tak menolak, karena memang misi Eni ikut, untuk mengerjai Tono.
Sementara Tono memilih duduk di sofa yang tadi diduduki Tania. Dia meminta kopi pada karyawan butik yang tadi menyambutnya.
"Tunggu sebentar ya, Pak. Saya akan buatkan kopinya," ucap karyawan yang bernama Kiki itu kepada Tono.
Dia memperhatikan wajah Tono yang sudah tua dan jauh dari kata ganteng.
Mau-maunya tuh cewek cantik nikah sama aki-aki. Kalau aku sih mending jadi perawan tua deh. Kiki berkata pada dirinya sendiri.
"Silakan jeng Tania. Ini koleksi terbaru kami," ucap Susi kepada Tania.
Mata Eni terbelalak melihat rancangan koleksi baju pengantin yang sangat mewah itu.
Wow...keponakanku pasti akan terlihat sangat cantik kalau memakai salah satunya, ujar Eni dalam hati.
Tania hanya diam saja. Dia sama sekali tak tertarik dengan semua koleksi baju pengantin yang membuat siapa pun yang melihatnya terkesima.
"Biar saya yang memilihkan. Anak saya pemalu, Jeng Susi," ucap Eni pada Susi.
"Oh, baiklah. Silakan Ibu memilih dulu, nanti kalau sudah ada yang cocok, bisa di coba dulu sama Jeng Tania nya. Kalau ada yang kurang nanti juga bisa kami perbaiki, Bu," ujar Susi sambil terus mengikuti Eni memilih.
"Yang paling mahal mana, Jeng?" tanya Eni.
Susi menatap wajah Eni. Eni mengangguk.
Lalu Susi memperlihatkan koleksinya yang paling mahal.
Eni terperanjat melihat harga baju itu. Gaji dia kerja satu tahun pun belum bisa untuk membelinya.
Eni juga terkagum-kagum pada keindahan baju pengantin itu. Gemerlap bagaikan pakaian putri-putri kerajaan dalam dongeng yang sering dibacakannya saat Tania masih kecil.
Eni menepuk bahunya sendiri. Memastikan kalau dia tidak sedang bermimpi.
Susi tersenyum melihat tingkah Eni yang menurutnya sangat norak.
"Bagaimana, Bu?" tanya Susi setelah Eni terlihat puas melihat rancangan termahalnya.
"Tania! Sini!" panggil Eni yang melihat Tania hanya membuka-buka majalah sambil duduk di sofa.
Tania berjalan malas menghampiri bibinya.
"Kamu pilih yang mana?" tanya Eni saat Tania sudah di dekatnya.
"Terserah Bibi saja," jawab Tania tak bersemangat.
Susi memperhatikan wajah Tania yang lesu. Apa dia dipaksa menikah dengan lelaki tua yang di depan tadi? tanya Susi dalam hati.
"Bibi maunya yang ini saja. Kata jeng Susi ini yang paling mahal," ucap Eni bersemangat.
"Bagaimana Jeng Tania? Setuju dengan yang ini?" tanya Susi pada Tania. Tania hanya mengangguk saja.
"Kalau begitu, Jeng Tania bisa mencobanya di fitting room kami. Mari ikut saya," ajak Susi pada Tania.
Tania menurut saja. Tangannya kembali menarik tangan Eni untuk ikut juga.
"Wow. Kamu cantik sekali sayang!" ucap Eni. Takjub melihat keponakannya dibalut baju pengantin yang mewah.
Tania memutar bola matanya jengah. Bukan jengah dengan bibinya, tapi membayangkan dia yang akan bersanding dengan si bandot tua itu.
"Ada yang kurang pas, Jeng? Nanti biar kami perbaiki," ucap Susi.
Tania hanya menggeleng. Bagi Tania pas atau tidak pas, tidak masalah. Karena dia tidak pernah menginginkan memakai baju pengantin itu.
"Baiklah kalau begitu. Baju ini akan langsung dibawa pulang atau nanti kami yang akan mengirimkannya ke rumah ibu?" tanya Susi pada Eni.
"Sebentar Jeng. Saya tanyakan pada si bandot tua itu. Eh, maksud saya pada calon suami anak saya." Eni menutup mulutnya dengan telapak tangannya karena keceplosan.
Susi yang mendengarnya menahan senyuman. Tania hanya mengangkat bahunya.
"Bos! Tuh Tania sudah memilih baju pengantinnya. Mau lihat dulu tidak?" tanya Eni pada Tono yang sedang asik ngopi.
Tono bangkit dari duduknya, lalu berjalan mengikuti Eni.
Sampai di fitting room, mata Tono terbelalak melihat calon istrinya begitu mempesona.
"Cantik sekali," ucap Tono, lalu berjalan mendekati Tania.
Dia berdiri di depan Tania, memandang dada Tania yang nyaris terlihat belahannya. Ingin sekali Tono merabanya.
Lalu Tono memutari Tania. Dia makin ternganga melihat punggung Tania yang putih mulus terpampang di depannya.
Tono menelan ludahnya berkali-kali. Susi yang memperhatikannya senyum-senyum. Dasar bandot tua. Gumam Susi dalam hatinya.
Susi baru sadar kenapa wajah Tania ditekuk terus dari tadi. Rupanya dia dan calon suaminya bak langit dan bumi.
"Bagaimana, Pak?" tanya Susi.
"Kalau calon istriku setuju, bungkus saja," ucap Tono dengan entengnya.
"Baiklah, Pak. Mari Jeng Tania. Dilepas dulu bajunya," ajak Susi kepada Tania.
"Ki! Kemas pakaian ini!" perintah Susi pada karyawannya.
Dengan sigap, Kiki mengemas pakaian itu ke dalam sebuah box cantik.
"Mari Pak, saya buatkan notanya," ajak Susi pada Tono. Tono mengikuti Susi ke mejanya.
Tono terbelalak melihat harga yang dituliskan oleh Susi.
Tapi demi gengsinya di depan calon istri, Tono mengeluarkan juga kartu debitnya.
Mampus, lu! gumam Eni dalam hati sambil tersenyum puas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments