Sementara di rumah Danu, dia dan istrinya berdebat lagi soal kedekatan Tania dengan Rendi.
"Bu, kamu bilangin Tania jangan terlalu dekat dengan anak itu. Ingat dengan kesepakatan kita. Bagaimana kalau si Tono melihatnya? Bisa mampus kita!" ucap Danu pada Eni.
"Kamu tidak usah khawatir, Pak. Aku yang akan bertanggung jawab," sahut Eni.
Eni sangat memahami perasaan Tania saat ini. Eni tidak mau Tania semakin tertekan jika dilarang-larang.
"Apa yang bisa kamu lakukan kalau si Tono melihat dan menuntut kita? Dia sudah bilang untuk menjaga calon istrinya!"
Eni hanya diam saja. Dalam hatinya mengumpati Tono si bandot tua yang akan menikahi keponakannya.
Ponsel Danu berdering. Danu mengambil ponsel yang diletakannya di meja.
"Mati aku!" ucap Danu sambil memegangi kepalanya.
"Ada apa, Pak?" tanya Eni.
"Tono telpon!" jawab Danu. Danu menatap tajam istrinya.
"Biar aku yang angkat." Lalu Eni meraih ponsel Danu.
"Hallo," sapa Eni.
"Oh, iya. Pasti," sahut Eni lalu menutup ponselnya.
"Ada apa?" tanya Danu penasaran.
"Tono besok mau mengajak Tania keluar. Mau fitting katanya," jawab Eni.
"Fitting apaan?" tanya Danu lagi. Dia memang tak semodern istrinya yang selalu up to date.
"Mencoba baju buat nikanan nanti. Kayak kita kemarin di toko Batik itu," sahut Eni mencoba menjelaskan pada suaminya yang katrok.
Maklum saja, pergaulan Danu hanya dengan sopir-sopir angkot. Yang mereka bicarakan hanya sekitar mobil angkot dan penumpang saja.
Lain dengan Eni. Majikannya sering berbicara dengan bahasa gaul yang sedang trend.
"Ya sudah, nanti kamu bilangin tuh Tania. Biar besok tidak keburu pergi lagi sama temannya itu," ucap Danu.
"Iya. Pasti aku bilangin. Ini kan hal penting," sahut Eni.
"Penting apanya? Cuma nyoba baju saja dibilang penting. Tinggal dikira-kira ukurannya kan bisa. Mau beli apa nyewa. Gitu aja kok repot," gerutu Danu.
"Kamu apaan sih, Pak. Kalau tidak paham, jangan komentar deh," sahut Eni kesal.
"Ya gak pahamlah. Nyoba baju saja bilangnya fitting. Fitting itu buat nancepin kabel listrik!" Danu masih saja ngomel.
Tak lama, Tania pulang bersama Rendi. Rendi ikut masuk ke rumah Danu.
"Malam Om, Tante. Maaf agak malam pulangnya. Jalanan macet tadi," ucap Rendi berbohong.
"Oh, iya. Tidak apa-apa. Masih sore kok," sahut Eni.
Danu hanya diam saja. Karena pinggangnya tadi di cubit oleh Eni agar tak banyak bicara.
"Saya langsung pulang Om, Tante. Tania, aku pulang dulu ya. Besok pagi aku kesini lagi," pamit Rendi.
"O...A..Anu. Besok pagi Tania mau kita ajak ke rumah...saudara. Iya ke rumah saudara kita. Iya kan, Pak?" tanya Eni pada Danu.
Kaki Eni menginjak kaki Danu. Memberi tanda agar Danu mengiyakan.
"Auwh! Iya...Iya!" sahut Danu menahan sakit akibat injakan kaki istrinya.
"Apa perlu saya antar, Om? Saya ada mobil di rumah. Mobil mama saya sih. Tapi biasa saya pakai," ucap Rendi menawarkan diri.
"Tidak usah!" sahut Eni cepat.
"Maaf, kami juga ada mobil kok. Cuma angkot sih. Hehehe," sahut Eni lagi sambil nyengir.
"Oh ya sudah kalau begitu. Saya pamit dulu." Lalu Rendi keluar diikuti oleh Tania.
Setelah Rendi pergi, Tania masuk ke dalam rumah.
"Tania, duduk!" Danu menyuruh Tania duduk. Dengan langkah malas, Tania duduk di kursi yang telah ditunjuk oleh pamannya.
"Dari mana kamu?" tanya Danu ketus.
"Main sama teman-teman, Paman," jawab Tania berbohong.
Danu menatap wajah keponakannya. Tania menunduk.
Eni pun hanya diam saja. Bukan tidak mau membela keponakannya, tapi Eni capek berdebat terus dengan suaminya.
"Besok, Tono akan mengajakmu...apa Bu?" Danu kebingungan mengatakannya.
"Fitting baju pengantin!" jawab Eni.
Tania terkejut mendengarnya. Tidak terpikirkan oleh Tania, kalau harus fitting baju pengantin.
"Nanti kamu sekalian cari MUA-nya yang bagus. Cari yang paling mahal. Biar kapok tuh si bandot tua!" lanjut Eni.
Danu semakin bingung dengan kata MUA yang diucapkan istrinya.
"Bu, dimana-mana ongkos nikah di KUA itu sama saja. Tidak ada yang paling mahal" ucap Danu.
"MUA, Pak. Make Up Artis. Kamu itu makin tua bukannya makin pinter," sahut Eni.
"Lha, Tania kan bukan artis, Bu. Kenapa mesti pakai make up artis segala?" Danu semakin tidak paham dengan pemikiran istrinya.
"Sudahlah, kamu diam saja!" sahut Eni kesal.
Sementara Tania masih syok dengan ajakan Tono besok pagi.
"Apa tidak bisa diwakilkan Bibi saja?" tanya Tania pada Eni.
"Eh! Kamu pikir yang mau menikah itu bibi kamu?" sahut Danu.
Tania menghela nafasnya. Dia sadar kalau hal ini pasti akan terjadi.
Tania melangkah lunglai ke kamarnya, tanpa menjawab pertanyaan pamannya.
Aku akan menikah dengan si bandot tua. Lalu bagaimana dengan nasib percintaanku dengan Rendi? Haruskah aku akhiri kisahku yang baru beberapa hari ini? Kenapa semua harus terjadi padaku? Tania mengeluh dalam hati.
Sementara Rendi sudah sampai di rumahnya. Rendi langsung masuk ke kamarnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.
Sari yang melihat, langsung mengikuti Rendi. Karena Rendi tidak menutup pintu kamar, Sari langsung masuk dan terus memperhatikan anak semata wayangnya yang terlihat senyam-senyum sendiri.
"Darimana kamu, Nak?" tanya Sari.
"Eh, Mama. Ngagetin saja," ucap Rendi yang tak melihat kalau Sari mengikuti hingga ke kamarnya.
"Rendi baru ketemuan sama..." Rendi tak melanjutkan kalimatnya.
"Sama siapa? Pacar?" tebak Sari.
Rendi tersenyum lagi. Tebakan mamanya benar banget.
"Kamu sudah punya pacar?" tanya Sari.
Rendi mengangguk.
"Siapa? Kenalin ke Mama dong. Mama kan juga kepingin kenal dengan pacarmu," pinta Sari.
"Kapan-kapan Rendi ajak kesini, Ma. Dia teman sekolah Rendi," sahut Rendi, lalu memperlihatkan foto Tania yang tadi siang diambilnya saat di sekolah.
"Cantik. Siapa namanya?" tanya Sari.
"Tania, Ma. Tapi Mama jangan marah ya?" Rendi hendak mengatakan sesuatu pada mamanya.
"Kenapa Mama harus marah? Asal kamu benar-benar menyukainya, Mama pasti tak akan marah," sahut Sari.
"Tania hidupnya ikut paman dan bibinya. Pamannya hanya sopir angkot," ucap Rendi lirih.
Rendi menunduk, tak berani menatap wajah mamanya. Dia takut Sari tidak menyetujui hubungannya dengan Tania.
"Memang kenapa kalau pamannya hanya sopir angkot? Ren, siapapun yang kamu pilih, Mama akan mendukung asal dia anak yang baik," sahut Sari.
"Tania anak yang baik, Ma. Selama di SMA dia belum pernah berpacaran. Rendi pacar pertamanya." Rendi tak berani mengatakan pada mamanya kalau dia juga lelaki pertama yang mencium Tania.
Sari tersenyum. Lalu mengelus kepala anaknya yang sudah mulai beranjak dewasa.
"Mama ijinkan kamu berpacaran. Tapi kamu harus tau batasan," ucap Sari, lalu keluar dari kamar anaknya.
Yes! Rendi bersorak dalam hati. Mamanya sudah memberi lampu hijau padanya untuk berpacaran. Jadi Rendi tak perlu lagi sembunyi-sembunyi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments