Setelah sama-sama mandi keringat, majikan Sri bergegas memakai pakaiannya, dan pergi meninggalkan rumahnya, sebelum istrinya kembali. Dia meninggalkan beberapa lembar uang berwarna merah di ranjang Sri.
Sri yang masih lemas, mengumpulkan lembaran-lembaran itu dan menyimpannya di lemari pakaiannya.
Lalu memunguti pakaiannya yang tercecer dan dengan setengah berlari menuju ke kamar mandi.
Sri mengguyur seluruh tubuhnya. Lalu menyabunnya hingga wangi. Tak lupa, Sri juga membersihkan **** *************, karena itu aset bagi Sri untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Sri melakukannya karena kebutuhan. Kebutuhan biologis dan juga kebutuhan ekonominya.
Sri yang sudah menjanda hampir dua tahun, selalu merindukan belaian laki-laki. Dan itu didapatkan Sri dari majikannya.
Dulu Sri pernah coba-coba mencari kepuasan dengan teman masa kecilnya yang pengangguran.
Tapi malah Sri yang harus keluar modal. Karena mereka melakukannya di sebuah kamar hotel melati.
Belum lagi, Sri mesti membelikan rokok dan makanan buat teman kencannya itu.
Dua kali melakukan, Sri kapok. Tampang doang yang ganteng, tapi kantong kempes. Walau pun senjatanya jauh lebih perkasa dari pada majikannya ini.
Tapi Sri lebih suka melakukannya dengan majikannya. Enggak ribet. Langsung hantam dan selesai.
Isi dompet Sri semakin tebal jika sering memuaskan majikannya. Dan majikannya, begitu selesai langsung kabur. Sri tak perlu lama-lama meladeninya lagi.
Sri keluar dari kamar mandi hanya dengan melilitkan handuk di tubuhnya. Mumpung tidak ada majikan perempuannya. Kalau ketahuan, Sri bisa di ceramahi dari pagi sampai pagi lagi.
Baru beberapa langkah, pak Yadi sudah muncul di hadapan Sri.
Pak Yadi yang melihat pemandangan indah itu, tak mengedipkan mata alias melotot melihatnya. Seperti hendak menerkam Sri.
Reflek Sri, menutup dadanya dengan kedua tangannya. Tapi malah menambah keseksian Sri dimata pak Yadi.
Sri bergegas masuk ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar mandi. Pak Yadi mengikuti Sri.
Sri segera menutup pintu kamarnya, tapi kaki pak Yadi dengan sigap menahannya. Dan Sri pun kalah kuat.
Pintu sedikit terbuka. Tangan pak Yadi berusaha menggapai tubuh Sri. Sri menjauhkan tubuhnya.
Akibatnya pintu kamar Sri terbuka. Dan pak Yadi dengan senyuman kemenangan masuk ke dalam kamar Sri.
Pak Yadi mendekati Sri dan mengungkungnya di balik pintu. Untuk kedua kalinya Sri mendapatkan serangan dari dua laki-laki.
Sri yang masih lemas karena serangan pertama dari majikannya tadi, hanya bisa pasrah. Sri memejamkan matanya.
Pak Yadi yang masih berumur tiga puluhan, jauh lebih kuat dari majikannya yang sudah loyo.
Brak!
Pintu kamar Sri terbuka lebar. Hingga menabrak tubuh dua manusia bejad yang sedang bergumul.
"Apa yang kalian lakukan?" teriak Sari, mamanya Rendi.
Spontan pak Yadi menarik naik celananya, dan Sri kebingungan mencari handuknya.
"Keluar kalian berdua!" Sari kembali berteriak.
Dengan tergopoh-gopoh, pak Yadi mengikuti langkah majikannya ke ruang tengah.
Sri dengan pakaian seadanya ikut menyusul keluar. Lalu mereka berdua duduk di karpet.
Sementara Sari masih dengan nafas memburu, manatap tajam ke arah mereka.
"Sejak kapan kalian melakukannya?" tanya Sari dengan suara keras.
Sri menundukan wajahnya. Tak berani menatap wajah majikannya. Begitu juga pak Yadi.
"Kalian pikir, rumah ini hotel yang bisa kalian pakai untuk berbuat mesum, hah?" Suara Sari makin keras.
"Sri! Kamu sudah bosan kerja di sini?" tanya majikan perempuannya.
Sri menggelengkan kepalanya sambil terisak.
"Kalau sudah ketauan bisanya cuma menangis!" bentak Sari.
"Dan kamu, Yadi! Tidak bisakah kamu menahan dirimu? Sri bukan istrimu! Atau aku akan beberkan semua kelakuanmu pada istrimu?" Sari semakin emosi.
"Jangan, Bu. Istri saya sedang hamil," sahut pak Yadi sambil menunduk.
"Bagus kamu! Istri sedang hamil, kamu menggauli perempuan lain!" Sari terus saja memarahi kedua ART nya.
Sementara kedua ART-nya makin terdiam. Tak berani menjawab apapun.
"Kali ini, kalian aku maafkan. Tapi kalau sampai aku melihatnya lagi....Silakan kalian angkat kaki dari rumah ini!" Lalu Sari meninggalkan mereka dan masuk ke kamarnya.
Sari membanting pintu kamarnya. Dia sangat kesal dengan ulah dua ART-nya.
Dasar Sri janda gatal. Aku khawatir dia berbuat macam-macam dengan suamiku, ternyata dia mainnya sama Yadi. Hh...Semoga saja dia tidak akan menggoda Rendi. Batin Sari.
Maafkan aku suamiku, aku sudah berfikiran negatif terhadapmu. Sari tak pernah tahu kelakuan suaminya di belakangnya.
Lalu Sari menelpon suaminya. Dia ingin menebus kesalahannya yang telah berfikiran buruk tentang suaminya. Dia ingin mengajak suaminya dinner. Seperti pasangan romantis yang lain.
"Hallo, Pa. Papa lagi dimana?" Sapa Sari mengawali telponnya.
"Papa lagi di proyek, Ma," jawab papa Rendi. Padahal dia lagi ada di kios yang sedang di rapikan oleh sopirnya.
"Nanti kita makan malam yuk, Pa," ajak Sari dengan suara manja.
"Tumben mama ngajakin papa makan malam?" tanya suaminya.
"Ya sekali-kali kan gak apa-apa, Pa. Nanti aku tunggu jam tujuh malam di rumah ya. Daah."
Lalu Sari menutup telponnya. Dia memang sudah lama jarang berkomunikasi dengan suaminya.
Karena rasa kesal pada suaminya yang tidak juga mau berubah, membuat Sari terus menghindar.
Dia lebih memilih menyibukan diri dengan usaha batiknya di pasar, daripada setiap hari harus berdebat dengan suaminya.
Suaminya pun, dibiarkan bebas memilih tinggal di rumah lain.
Hanya sesekali saja dia pulang untuk bertemu Rendi dan mengechas Sri. Yang kedua itu pastinya tanpa sepengetahuan siapa pun.
Papanya Rendi sangat hafal dengan jam kerja istrinya dan jadwal sekolah anaknya.
Dan dia akan datang saat Yadi pun tidak ada di rumahnya. Karena Yadi sendiri jarang tidur di rumah Sari.
Yadi datang setiap hari untuk membersihkan halaman dan taman kesayangan istrinya. Setelah selesai dia akan pulang ke rumahnya sendiri.
Jadi aman buat papanya Rendi ngechas Sri yang memang sering kegatelan dan butuh uang tambahan.
Jam tujuh, Sari sudah berdandan cantik. Tubuhnya yang bohay dibalut dengan pakaian pas body, membuatnya terlihat sangat seksi.
Rambutnya di biarkan tergerai. Bedak tebal dan lipstik merah merona. Membuat siapa pun yang memandangnya akan klepek-klepek.
Papa Rendi yang berbadan kecil, kadang jadi tak terlihat karena tertutup badan istrinya yang semok.
Dia datang dengan rambut klimis dan pakaian necis.
"Wah, istriku sudah cantik. Cetar membahana," ucap papa Rendi dengan tatapan berbinar.
Tanpa menunggu lama, Sari menggandeng tangan suaminya.
"Sri. Kamu jangan tidur dulu. Tunggu sampai kita pulang. Jaga rumah baik-baik," ucap Sari yang sudah siap dinner dengan suaminya.
"Baik, Bu," sahut Sri. Tapi dalam hati Sri sangat kesal dengan majikan perempuannya. Sri cemburu melihat kemesraan mereka.
Awas saja kalau bapak minta jatah lagi padaku, gak akan aku kasih. Biar tahu rasa. Ancam Sri lalu masuk ke rumah besar majikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments