Danu tertawa terbahak-bahak setelah sampai di parkiran angkotnya. Wajah Eni langsung merah padam. Dia merasa kesal ditertawakan suaminya.
"Masih banyak kan pesangonnya?" sindir Danu setelah puas tertawa.
"Auk ah!" Eni melengos. Lalu segera naik ke dalam angkot suaminya.
"Kok auk ah. Padahal aku mau minta dibelikan sepatu lho, yang kapelan," ucap Danu sambil menaik turunkan alisnya.
"Couple-an!" sahut Eni kesal.
"Ah, iya itu. Kan gak lucu kalau atasannya batik super premium, tapi bawahnya sandal jepit. Hahaha." Tawa Danu semakin terbahak-bahak.
"Uangku udah abis!" sahut Eni kesal.
"Habislah gaji sebulan." Danu menyanyikan potongan syair lagu jadul milik Ari wibowo, penyanyi idolanya jaman dulu.
"Ngeledek...?!" Eni makin cemberut.
"Siapa yang meledek? Aku lagi nyanyi kok," sahut Danu makin tergelak.
Dia yakin, istri kesayangannya lagi bete karena uang gaji terakhirnya ludes buat membayar sepasang baju batik super premiumnya.
"Makanya Bu, kalau beli barang itu gak usah pake gengsi. Beli aja yang biasa. Toh baju kayak gitu gak akan dipakai tiap hari. Masa iya, aku pakai baju batik supermu buat narik angkot?" ujar Danu.
"Kan bisa dipakai lagi kalau kita kondangan, Pak!" sahut Eni ketus.
"Kondangan itu yang penting isi amplopnya. Bukan bajunya." Danu masih saja terus membahas soal baju batik itu.
"Kalau kamu ngeledek terus, aku turun di sini nih!" ancam Eni yang sudah makin kesal.
"Eh jangan. Nanti istriku yang cantik jelita ini disamber orang," sahut Danu.
Sebenarnya Danu juga pingin ketawa melihat penampilan istrinya yang all out. Seperti penyanyi dangdut mau manggung.
"Biarin. Biar kamu gak ngeledekin aku terus!" ucap Eni.
"Jangan, Bu. Nanti siapa yang aku ledekin lagi kalau kamu turun disini?" Tawa Danu terdengar lagi.
"Paaaakkk!!" teriak Eni memekakan telinga. Kalah suara mobil oleh teriakan Eni.
"Iya, iya. Aku diam deh." Danu menutup mulutnya dengan satu tangannya. Tapi tetap menahan tawanya.
Sementara Tania dan Rendi sudah sampai di sekolah mereka. Bisik-bisik teman-temannya makin santer melihat kemesraan mereka. Meski pun mereka belum jadian.
Rendi terus saja menggandeng tangan Tania. Rendi takut kalau buaya-buaya di sekolahnya akan menerkam Tania.
Karena di mata Rendi, sekarang Tania semakin mempesona. Beda dengan Tania saat masih mengenakan seragam sekolahnya.
Padahal Tania hanya memakai celana jeans dan kaos oblong, yang dibelinya di pasar malam.
Tas selempangnya pun hanya dia beli lewat online. Saat ada discount besar-besaran. Tak ada yang istimewa. Hanya mata Rendi saja yang sedang tertutup kabut asmara.
Tania yang selama ini menyimpan perasaannya pada Rendi, jelas tidak menolak saat Rendi menggandeng bahkan kadang meremas tangannya dengan lembut.
Membuat jantung Tania berhenti berdetak.
"Lo jadian sama Rendi, Tan?" tanya Mike teman sebangku Tania.
Tania kelabakan mendengarnya. Ingin sekali berbohong, tapi takut dosa. Tapi kalau dia bilang sejujurnya, pasti temannya ini akan berfikiran negatif.
Tania bisa dianggap cewek gampangan. Belum jadian tapi mau saja digandeng-gandeng.
"Heh! Ditanya malah melamun!" Mike menepuk bahu Tania yang justru sedang berfikir keras untuk menjawab pertanyaan Mike.
"Eh, enggak. Em...maksudku enggak melamun." Tania nyengir memperlihatkan giginya yang putih bersih.
Walau pun Tania hanya diasuh oleh paman dan bibinya yang hidup pas-pasan, tapi untuk urusan kebersihan, Tania tidak kalah dengan anak gedongan.
"Gue nanya, elo udah jadian ama Rendi?" Mike mengulangi pertanyaannya tadi.
"Udah!" sahut Rendi yang tau-tau sudah ada di dekat mereka.
"Serius lu, Ren?" tanya Mike tak percaya.
Karena setahunya, Rendi tak pernah tertarik dengan Tania. Rendi hanya tertarik dengan cewek-cewek bohay yang seragamnya kurang bahan dan lipstiknya menor, mesti mereka masih SMA.
Tania hanya gadis biasa walau pun sebenarnya jauh lebih cantik dari gadis-gadis pemuja Rendi. Pakaian seragamnya longgar dan selalu rapi disetrika.
"Seriuslah. Masa gue main-main," sahut Rendi lalu mendekap Tania dari samping.
Ingin rasanya Tania merebahkan kepalanya di bahu Rendi. Tapi jelas Tania tak berani. Karena Tania bukan model cewek agresif. Itu yang membuat Rendi tak pernah tertarik pada Tania sebelumnya.
"Selamat deh buat kalian berdua. Betewe, kapan nih makan-makannya?" tanya Mike.
"Makan-makan apa?" tanya Tania bingung. Karena dia tidak sedang berulang tahun.
"Ngerayain hari jadi kalian lah," sahut Mike tergelak.
"Minggu depan ya?" sahut Rendi.
Degh.
Jantung Tania seperti berhenti berdetak. Minggu depan adalah hari pernikahannya dengan Tono si bandot tua.
Aduh, bagaimana ini? Tania jadi salah tingkah. Dia hanya ingin menikmati kemesraan dengan pujaan hatinya sebentar saja, sebelum hari itu tiba.
"Serius lo?" tanya Mike lagi.
"Iya, serius. Entar gue bikin pesta meriah. Di cafe bokap gue," sahut Rendi.
"Iya kan, Sayang?" tanya Rendi pada Tania.
Tania yang sedang salah tingkah semakin panas dingin. Ayo Tania, iyain saja. Seru sisi hati Tania.
Jangan Tania, kamu tidak boleh bohong. Kamu kan minggu depan akan menikah dengan bandot tua. Hahaha. Seru satu sisi hatinya yang lain.
Tania makin panas dingin. Bahunya yang didekap Rendi seakan lemas tak bertenaga.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Rendi karena merasakan badan Tania lemas.
"Oh, aku...gak apa-apa, kok. Mm...kita pulang yuk. Aku di tunggu pamanku." Tania yang sudah tidak bisa menjawab pertanyaan teman-temannya tentang hubungannya dengan Rendi, memilih pulang saja. Biar aman.
Walau pun kalau di rumah pasti akan teringat dengan kesepakatannya dengan si bandot tua itu. Karena pamannya sedang dimabuk harta dan lepas dari tuntutan penjara.
"Beneran mau pulang?" bisik Rendi di telinga Tania. Yang membuat bulu kuduk Tania meremang.
Tania mengangguk lemah. Dia tak berani menatap wajah Rendi.
"Ya udah, kita pulang. Mik, kita pulang dulu ya. Tunggu undangan dari kita, minggu depan," ucap Rendi pada Mike.
Tania semakin pucat. Tapi dipaksanya untuk tersenyum.
"Wajah kamu pucat. Kamu belum makan?" tanya Rendi menatap wajah calon gadisnya itu, saat mereka sampai di parkiran.
"Udak, kok. Cuma..." Tania belum sempat melanjutkan kalimatnya, tiba-tiba Rendi mengecup bibirnya.
Cup.
"Tania, aku mencintaimu. Aku pingin kita jadian sekarang. Kamu mau menerima cintaku kan?"
Rendi nekat menembak Tania di parkiran sekolah yang kebetulan sedang sepi.
Tania tercengang dengan apa yang dilakukan oleh Rendi. Tania memegangi bibirnya yang tadi di colong oleh Rendi. Ya, Rendi telah nyolong ciuman di bibirnya yang masih perawan itu.
"Maaf, nembaknya gak romantis banget. Kamu mau menerimaku kan, Tania?" tanya Rendi lagi.
Tania diam tak berani menjawab. Dia bingung mesti menjawab apa.
"Ya sudah. Gak dijawab sekarang juga gak apa-apa. Tapi boleh ya, aku cium kamu sekali lagi?"
Tania tertunduk malu. Rendi mengangkat dagu Tania. Dan...
"Woy! Tahan woy, tahan! Ini di sekolah, Bro!" Suara Dito menggelegar. Membuat Rendi langsung melepaskan tangannya.
"Yaelah, gangguin mulu lu!" ucap Rendi dengan kesal.
Dito tertawa terbahak-bahak. Sementara Tania menundukan wajahnya menahan malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments