Selesai pemutaran film, Rendi yang sukses *****-***** Tania, mengajaknya pulang.
Rendi merangkul Tania dengan senyum kemenangan. Dia berhasil menaklukan hati Tania yang sebenarnya juga sangat mengharapkan Rendi dari dulu.
Tania pasrah saat Rendi meraba-rabanya, karena Tania juga menginginkannya. Dia sangat tidak rela jika dirinya hanya akan di berikan pada si bandot tua itu.
Paling tidak aku sudah merasakan bercumbu dengan pujaan hati sejak sekolah dulu, begitu pikiran kotor Tania.
"Aku antar kamu pulang, ya? Nanti malam aku jemput kamu lagi. Kita hang out bareng temen-temen," ucap Rendi saat mereka di parkiran.
Tania mengangguk setuju. Dia ingin merasakan kebebasan sebelum hari pernikahannya.
Rendi melajukan motor sportnya pelan, menuju ke rumah paman Tania.
"Aku pulang dulu. Nanti malam tunggu aku di rumahmu," ucap Rendi pada Tania.
"Salamkan pada paman dan bibimu. Maaf aku tidak bisa mampir. Aku mau urus si kampret itu dulu. Nanti malam aku akan temui orang tuamu," ucap Rendi lagi, lalu mengusak rambut Tania.
Tania tersenyum bahagia dengan perlakuan lembut dari Rendi.
Tania masih berdiri di depan rumahnya, sampai motor Rendi menghilang.
"Ehem...!" Suara pamannya mengejutkan Tania.
Tania menoleh. Pamannya berdiri di ambang pintu sambil menatap tajam keponakannya yang baru pulang itu.
"Darimana kamu?" tanya Danu dengan suara ketus.
"Biarkan dia masuk dulu, Pak. Malu di dengar tetangga," sahut Eni dari dalam rumah.
Eni tak suka dengan sikap Danu yang terlalu keras pada Tania. Sementara Tania sudah mau berkorban untuk menebus hutang mereka, dengan menyetujui menikah dengan bandot tua.
"Lebih malu lagi kalau tetangga melihatnya jalan sama laki-laki lain! Padahal dia akan menikah satu minggu lagi!" seru Danu sambil melangkah masuk ke rumahnya.
"Duduk!" perintah Danu pada Tania. Dia menunjuk pada satu kursi kayu di ruang tamunya.
"Kamu belum jawab pertanyaan Paman!" ucap Danu sambil matanya menatap tajam Tania.
"Dari sekolahan, Paman," jawab Tania lirih sambil menundukan wajahnya.
"Jangan bohong kamu! Paman tadi lihat kamu membonceng anak lelaki itu. Dan kamu merangkulnya. Memalukan sekali perbuatanmu, Tania!" bentak Danu.
Tania diam seribu bahasa. Dia mengaku salah, karena mengumbar kemesraannya dengan Rendi di jalanan.
"Kamu tuh kayak tidak pernah muda saja, Pak!" sahut Eni membela keponakan kesayangannya.
"Diam kamu, Bu! Aku bicara begini, biar dia bertanggung jawab pada keputusannya sendiri!" bentak Danu pada istrinya.
"Keputusan yang kamu paksakan, Pak. Dia tidak akan mengambil keputusan itu kalau kamu bisa membayar semua hutang kita!" Eni tak kalah berangnya. Tania masih menundukan kepalanya.
"Aku bilang kamu diam! Aku sedang memberi peringatan pada keponakanku. Biar dia tidak seenaknya sendiri!" Danu menghardik istrinya lagi.
"Pak! Kan aku sudah bilang, beri kebebasan pada Tania sebelum dia menikah nanti! Setidaknya beri dia kesempatan untuk bergaul dengan lelaki yang disukainya, sebelum bandot tua itu memilikinya!" sahut Eni tak mau kalah.
"Kebebasan seperti apa? Bagaimana kalau si Tono melihatnya dan membatalkan perjanjian kita?" Danu masih belum mengalah juga.
"Terserah kamulah. Kan kamu yang berhutang padanya! Tania, kamu masuk ke kamarmu. Jangan dengarkan ocehan pamanmu!" perintah Eni pada Tania.
Tania yang merasa dibela oleh bibinya, berdiri.
"Percayalah pada Tania, Paman. Tania tidak akan membatalkan perjanjian itu. Sekarang Tania hanya memohon pada Paman, ijinkan Tania merasakan jalan dengan lelaki pilihan Tania, walau hanya sebentar. Nanti malam, Rendi akan mengajak Tania lagi keluar. Tolong ijinkanlah Paman. Minggu depan semua akan berakhir, saat Tania sudah menikah," pinta Tania pada pamannya.
Eni tersentuh dengan permintaan keponakannya. Air mata mengalir ke pipinya yang sudah mulai kendur.
Danu hanya diam saja. Tak tega dia memarahi keponakannya lagi.
Lalu Danu meraih kunci angkotnya, dan pergi meninggalkan rumah kontrakannya.
Eni mendekati Tania, dan memeluknya erat.
"Maafkan pamanmu, Sayang. Pamanmu hanya takut dipenjarakan. Bibi akan terus memberikan pengertian kepadanya, agar mengijinkanmu pergi dengan kekasihmu yang ganteng itu, sebelum kamu menikah nanti," ucap Eni sambil mengelus punggung Tania.
"Iya, Bi. Terima kasih atas pengertian Bibi. Tania juga ingin bahagia, walau pun hanya sebentar," sahut Tania. Lalu Tania mengurai pelukan bibinya.
Eni mengecup kening Tania dengan lembut. Lalu Tania masuk ke kamarnya. Dia merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya.
Tania mengingat kembali kemesraannya tadi di bioskop bersama Rendi. Tania memejamkan matanya sambil tersenyum.
Pintu kamar Tania diketuk bibinya. Tania terkejut dan membuka matanya.
Siapa sih, mengganggu saja. Batin Tania.
Tania beranjak dari tempat tidurnya. Saat pintu kamarnya dibuka, dilihatnya Tono si bandot tua berdiri di belakang tubuh bibinya.
Tania memandang jijik pada calon suaminya itu. Ngapain sih dia ke sini lagi? Tania geram.
"Eh, calon istriku. Cantik sekali kamu" ucap Tono melihat Tania yang masih rapi karena tadi baru saja pulang dari pergi bersama Rendi.
Tania hanya diam. Malas dia mendengarnya.
Eni menyuruh Tono duduk. Sementara Tania pura-pura sakit perut dan pamit ke kamar mandi.
Tono duduk. Gayanya sudah seperti ketua mafia kelas teri. Eni menatapnya dengan jengah.
"Ada apa?" tanya Eni dengan ketus.
Tono melemparkan dua buah kunci ke atas meja.
"Itu kunci kios yang kamu inginkan. Semua sudah rapi, tinggal kamu gunakan saja. Terserah kamu mau usaha apa," ucap Tono dengan angkuh.
"Ada dimana kiosnya?" tanya Eni.
"Dekat terminal. Kios nomor lima. Itu milikku yang sudah aku kosongkan. Sekarang jadi milikmu. Nanti kalau aku sudah menikahi keponakanmu, aku berikan surat-surat bukti kepemilikannya padamu. Termasuk sertipikat rumah yang akan kalian tempati!" sahut Tono lalu berdiri, hendak meninggalkan Eni yang masih tidak percaya dengan yang baru saja di dengarnya.
"Pastikan keponakanmu tidak mengingkari janjinya. Atau aku akan mengambil semua yang sudah aku berikan pada kalian! Termasuk menjebloskan suamimu ke penjara!" ucap Tono dengan nada ketus.
Eni menelan ludahnya yang terasa kering. Eni tak bisa menjawab ancaman Tono.
Lidahnya terasa kelu. Dia membayangkan suaminya membusuk di penjara. Eni bergidik ngeri.
Lalu Tono melangkah keluar. Diambang pintu, Tono menghentikan langkahnya.
"Jaga calon istriku! Aku tidak mau ada yang menyentuhnya! Kalau sampai kalian tidak bisa menjaganya, aku ambil lagi semuanya!"
"Iya, jangan khawatir," sahut Eni.
Semoga Tono tidak pernah tau soal Rendi, doa Eni dalam hatinya.
Tania keluar dari kamar mandi.
"Ngapain dia ke sini, Bi?" tanya Tania.
"Dia...menyerahkan kunci kios untuk bibi," jawab Eni.
"Kalau cuma mau menyerahkan kunci kenapa mesti panggil Tania sih, Bi?"
"Dia maunya begitu. Oh iya, dia tadi bilang pada Bibi untuk menjagamu. Katanya jangan sampai ada yang berani menyentuhmu," ucap Eni.
Tania hanya menelan ludahnya. Memang siapa dia, mau mengatur hidupku.
Tania masuk kembali ke kamarnya dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments