Pagi harinya Tania pamit pada paman dan bibinya ke sekolahan. Hari ini akan ada persiapan untuk acara perpisahan besok pagi.
"Mau kemana kamu pagi-pagi sudah rapi?" tanya Danu saat melihat keponakannya sudah berdandan rapi.
"Kan kemarin Tania sudah bilang kalau hari ini akan ke sekolah, persiapan buat acara perpisahan besok," jawab Tania.
"Biarkan saja sih, Pak. Biar Tania menikmati kebebasannya dulu. Minggu depan kan dia mau...." Eni menutup mulutnya yang kadang suka keceplosan.
Tania mengerucutkan mulutnya. Kesal karena bibinya mengingatkan lagi pada hal yang sangat dibencinya.
"Maaf, Sayang. Bukan maksud Bibi membuat kamu sedih. Tapi pamanmu itu lho, gak ada pengertiannya sama sekali," ucap Eni lalu melotot ke arah suaminya yang akan protes.
"Iya, gak apa-apa. Tania sadar kok." Lalu Tania menyalami kedua orang tua angkatnya itu.
"Tania pergi dulu, Paman. Bibi."
"Iya, Sayang. Hati-hati," sahut Eni. Danu hanya menatap keponakannya dengan perasaan khawatir.
Danu khawatir kalau nanti Tania bertemu lagi dengan kawannya yang bernama Rendi. Dan Tania akan berubah pikiran.
"Tenang saja, Pak. Tania tidak akan menjebloskan kamu ke penjara," sahut Eni, lalu masuk ke kamarnya.
Danu mengikuti istrinya ke kamar. Dilihatnya Eni sedang berdandan.
"Mau kemana kamu, Bu?" tanya Danu. Sebab biasanya Eni tak berdandan semenor itu kalau mau bekerja.
"Aku mau ke pasar. Beli baju batik buat acara pernikahan Tania nanti," sahut Eni sambil memoleskan lipstik di bibirnya.
"Memangnya kamu tidak berangkat kerja?" tanya Danu, karena biasanya Eni tak mau membolos sehari pun. Takut gajinya dipotong oleh majikannya.
"Aku sudah resign, Pak," sahut Eni.
"Resign. Emang kamu kerja kantoran?" tanya Danu sambil tertawa.
"Memangnya orang kantoran saja yang bisa bilang resign? Aku juga bisa," sahut Eni. Lalu menyemprotkan minyak wangi ke tubuh seksinya.
"Eh, kok pakai minyak wangi segala? Nanti di pasar juga campur aduk baunya," ucap Danu.
"Ya biarin saja. Paling tidak aku yang nyumbang bau wanginya," sahut Eni. Lalu dia mencari tas kecilnya yang dibelinya di pasar malam.
"Kayaknya dapat banyak pesangon nih?" ledek Danu.
"Memangnya aku kerja kantoran pakai pesangon segala?" sahut Eni.
"Memangnya pekerja kantoran saja yang dapat pesangon?" jawab Danu sambil terbahak-bahak.
"Udah, ah. Sekarang anterin aku ke pasar!"
"Mau nganter pakai apa?" tanya Danu.
"Ya mobilmu lah. Sekali-kali nyobain mobil baru!" ucap Eni lalu mengambilkan kunci mobil yang Danu simpan di atas lemari plastiknya.
Danu hanya menatap gemas pada istrinya. Danu memang belum mulai narik, karena ijin trayeknya belum keluar.
"Hay, Tania," sapa Rendi saat Tania berhenti di depan gang rumahnya untuk menunggu angkot.
Tania berbunga-bunga melihat Rendi sudah di depan matanya.
"Darimana kamu, Ren?" tanya Tania.
"Dari tadi," jawab Rendi sambil tertawa.
"Ih, aku nanya beneran." Tania merajuk.
"Aku juga jawab beneran. Aku dari tadi nungguin kamu di sini," sahut Rendi.
"Beneran?" Mata Tania berbinar-binar.
"He em. Ayo naik. Kamu mau ke sekolah kan?" tanya Rendi.
Tania mengangguk lalu segera naik di belakang Rendi.
Rendi melajukan motor sportnya pelan-pelan. Dia tidak mau kesempatan berboncengan dengan pujaan hatinya berlalu dengan cepat.
"Tuh, Bu. Kamu lihat sendiri kan? Tania bisa berubah pikiran, Bu," ucap Danu kepada istrinya, saat melihat Tania membonceng Rendi.
Danu dan Eni sedang berjalan menuju tempat parkiran angkotnya.
"Ibu sudah melihatnya dari kemarin. Bapak saja yang tidak mau mendengarkan kalau aku ngomong," sahut Eni dengan kesal.
"Kenapa kamu tidak melarangnya?" tanya Danu mulai gusar.
"Kan sudah aku katakan. Biarkan saja. Biarkan Tania merasakan kebebasannya sebentar," jawab Eni.
Danu menstater angkotnya. Eni sudah naik di depan. Gayanya sudah seperti juragan saja.
"Tenang saja, Pak. Aku kan sudah bilang, Tania tidak akan menjebloskan kamu ke penjara," ucap Eni lagi sambil terkekeh.
"Aku cuma khawatir, Bu. Anak lelaki itu bisa bikin Tania lupa sama keputusannya." Danu masih saja khawatir.
Tania dan Rendi masih menikmati perjalanan mereka ke sekolah. Satu tangan Rendi meraba ke belakang. Dicarinya tangan Tania yang masih berpegangan pada jok motornya.
Lalu membawanya agar memeluk pinggangnya. Tania tak menolaknya. Malah dia dekapkan kedua tangannya ke pinggang Rendi.
Danu dengan angkot barunya yang sudah ada di belakang mereka, tidak juga menyalipnya.
"Kenapa pelan sekali sih, Pak?" tanya Eni yang tidak melihat motor Rendi di depannya, karena dia asik browsing melihat model baju batik yang kekinian.
"Itu mereka," sahut Danu dengan menaikan dagunya.
"Siapa?" tanya Eni yang masih saja asik browsing.
"Taruh dulu hapemu, Bu. Lihat siapa itu di depan kita?" Danu kesal melihat istrinya asik sendiri dengan hapenya.
"Aah. Aku kan sudah bilang, biarkan saja. Ayo cepetan. Nanti keburu kesiangan. Pasar makin penuh." Eni kembali asik dengan hapenya.
"Enak saja nyuruh cepet-cepet. Memangnya aku sopir angkot?" Gerutu Danu.
"Lah, memangnya apa kalau bukan sopir angkot?" Eni menengok ke arah suaminya. Danu cengar- cengir tanpa dosa.
"Kamu mau ikut masuk apa nunggu di sini, Pak?" tanya Eni saat mereka sudah sampai di parkiran pasar.
"Ikutlah. Kamu kan mau beli batik buat aku, kan?" sahut Danu.
"Ya iyalah. Buat siapa lagi?" Lalu Eni berjalan duluan diikuti Danu di belakangnya.
Mereka mencari toko batik yang paling besar di pasar itu. Kata temannya Eni, disana modelnya bagus-bagus.
Soal harga, tergantung isi kantong. Ada yang paling ekonomis sampai harga premium.
"Mari, Bu. Mau cari batik buat siapa?" tanya seorang pelayan di toko itu.
"Buat kami, Mbak. Yang couple ya?" jawab Eni. Danu mengerutkan keningnya.
"Couple itu apa, Bu?" tanya Danu tak mengerti bahasa istrinya.
"Sepasang, Pak. Ih, Bapak gak up to date" sahut Eni. Padahal dia juga baru tau kata-kata itu setelah tadi browsing di google.
Danu nyengir. Istrinya sudah mulai cerdas sekarang. Gayanya bak sosialita.
"Mau yang ekonomis atau yang premium, Bu?" tanya pelayan itu lagi.
"Yang premium, Mbak," sahut Eni.
Danu semakin bingung. Yang dia tau premium itu BBM.
"Sama juragan saya ya, Bu. Yang premium ada di dalam sana," ucap pelayan itu menyuruh sepasang suami istri itu masuk ke bagian dalam toko.
"Mari silakan Bapak, Ibu. Mau yang model apa?" tanya seorang perempuan setengah baya yang masih kelihatan cantik dan berbadan sintal.
Eni menyenggol bahu Danu yang menatap perempuan itu tanpa berkedip.
Danu nyengir lagi, saat melihat mata istrinya melotot ke arahnya.
"Awas aja, aku congkel matamu kalau ngeliatin dia terus!" ancam Eni yang merasa kalah seksi.
Perempuan itu tersenyum ramah, melihat kelakuan pasangan yang seumuran dengannya itu.
"Saya cari baju batik couple yang paling bagus di sini," ucap Eni dengan sombongnya.
Danu menyenggol tangan istrinya. Dia takut uang istrinya kurang.
"Oh. Baik Bu. Di bagian sini koleksi kami yang paling bagus." Lalu perempuan cantik itu mempersilakan mereka melihat-lihat.
Eni dan Danu tercengang melihat harga yang tertera.
"Tidak salah ini harganya, Pak? Ini mah gajiku sebulan," ucap Eni pelan. Malu kalau terdengar perempuan itu.
"Kan kamu mintanya yang paling bagus," sahut Danu juga pelan.
Eni nyengir. Terlanjur malu, Eni tetap memilihnya, tapi dicarinya harga yang paling murah.
"Ini bisa kurang harganya? Saya beli dua lho," tanya Eni mencoba bernegosiasi. Bagaimana pun Eni tak rela gajinya ludes hanya buat membeli batik.
"Harganya sudah pas, Bu. Tapi nanti saya discount buat langganan," ucap perempuan itu lagi.
"Bagaimana, Pak?" Eni pura-pura bertanya pada Danu. Dia berharap Danu mau nombokin.
"Terserah kamu saja," sahut Danu berusaha menghindar. Dia hafal kelakuan istrinya kalau sudah kepepet. Pasti melemparkan padanya.
Eni hanya menelan ludahnya. Lalu mengambilnya sepasang.
"Bisa di coba dulu di sana, Bu. Kalau kurang pas nanti saya carikan ukurannya." Perempuan itu menunjuk sebuah kamar pas.
Setelah mencobanya, Eni kembali untuk membayar.
"Buat acara apa, Bu?" tanya perempuan itu saat menerima pembayaran dari Eni.
"Buat nikahan anak saya, minggu depan," sahut Eni.
"Oh, semoga samawa ya anaknya," ucap perempuan itu dengan tulus. Eni mengangguk dan mengambil belanjaannya.
"Ludes deh gajiku bulan ini," gerutu Eni sambil melangkah keluar dari toko batik itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments