Rendi mengajak Tania ke sebuah restauran yang jauh dari sekolahannya. Karena dia tidak mau ada teman sekolahnya yang melihat kebersamaan mereka.
Bukannya Rendi malu mengajak Tania. Tapi Rendi yang berniat akan menembak Tania hari ini juga, tidak mau ada temannya yang melihat seandainya Tania menolaknya.
Bisa jatuh popularitasnya, walau pun mereka sudah tidak satu sekolah lagi. Rendi tak mau meninggalkan kesan jelek sebagai playboy yang naas.
"Kok jauh banget tempatnya, Ren?" tanya Tania setelah mereka sampai di parkiran restauran itu.
"Tadi katanya terserah. Atau kamu mau pindah ke tempat lain?" tanya Rendi tak mau dianggap memaksa.
Tania menggeleng.
"Di sini juga gak apa-apa. Kan sama kamu," sahut Tania. Maksud Tania walau pun jauh ada Rendi yang bawa motor, jadi dia tidak perlu keluar uang buat bayar angkot pulangnya.
Rendi yang mendengarnya langsung berdesir. Playboy cap sendok dan garpu itu sedang dilanda asmara.
Dito pernah menyebut Rendi playboy cap sendok dan garpu, karena kalau nembak cewek paling mentok di restauran atau tempat yang berbau-bau makan.
"Kita masuk, yuk," ajak Rendi lalu menggandeng tangan Tania. Tania yang memang dari dulu sudah naksir berat Rendi, menurut dan sangat ikhlas di gandeng-gandeng terus oleh Rendi.
"Bagaimana kalau kita duduk di saung yang paling ujung sana?" tanya Rendi sambil menunjuk pada saung yang paling ujung.
"Jauh banget. Capek jalannya, ah. Mending di sini yang deket," sahut Tania.
"Aku siap menggendongmu kalau kamu capek," ujar Rendi sambil menepuk punggungnya.
Wajah Tania merah merona. Lalu menyembunyikannya dengan menunduk malu-malu.
Rendi menggandeng Tania lagi.
"Jangan nunduk terus dong. Aku kan juga pingin melihat wajahmu," ucap Rendi menggombal lagi.
"Ih, apaan sih." Tangan kiri Tania mencubit tangan Rendi yang menggandengnya.
"Cubitan kamu terasa sampai ke hatiku, Tania," gombal Rendi lagi.
"Udah ah, jangan menggombal terus," ucap Tania.
"Tapi suka kan digombalin?" tanya Rendi menggoda Tania.
Tania menundukan wajahnya lagi, menahan senyumannya.
"Yah, dia nunduk lagi. Entar nabrak lho gak lihat jalan," ucap Rendi sambil tertawa.
Tania pun ikutan tertawa. Hingga jarak yang lumayan jauh, tidak terasa. Dan sampai juga mereka di saung yang paling ujung.
"Sampai juga kan. Capek?" tanya Rendi. Tania menggelengkan kepala.
Lalu masuk dan duduk di dalam saung itu. Seorang pelayan menghampiri mereka, sambil menyodorkan buku menu.
"Kamu mau makan apa, Sayang?" tanya Rendi. Tania yang mendengarnya langsung melotot.
Rendi mengedipkan matanya, memberi kode pada Tania agar tidak protes. Tania menghela nafasnya. Lalu membaca menu yang disodorkan pelayan.
Setelah membaca semua daftar menunya, Tania menatap wajah Rendi. Dia bingung mau memilih yang mana. Karena harga yang tertulis, mahal-mahal.
Tania takut uang Rendi kurang. Karena Tania menilai Rendi melalui keuangannya yang tidak pernah lebih dari seratus ribu rupiah.
"Pilih saja sesukamu, Yang," ucap Rendi lagi.
"Uangmu cukup tidak? Harganya mahal-mahal lho," bisik Tania lirih di telinga Rendi.
Rendi yang mendengarnya hanya tersenyum. Belum pernah dia mengajak cewek makan, bertanya seperti Tania. Rata- rata mereka malah minta ini dan itu.
"Kalau kurang, nanti kamu aku tinggal di sini buat jaminannya," bisik Rendi juga.
Tania langsung mencubit pinggang Rendi.
"Enak aja. Entar aku disuruh cuci piring dong disini," sahut Tania masih sambil berbisik.
Rendi tertawa mendengar jawaban Tania. Lalu mencubit hidung bangir Tania. Tania makin tersipu malu.
"Mbak, saya pesan menu spesialnya saja deh. Dua ya." Rendi akhirnya memesankan untuk Tania. Karena melihat pelayan tadi sudah asem mukanya, melihat bisik-bisik mereka.
Pelayan itu mencatat menu pesanan Rendi sambil mendumel dan berjalan meninggalkan mereka.
"Kamu sih, mbaknya marah kan itu," ucap Tania. Rendi tertawa lagi.
"Kok aku? Kan kamu yang bisik-bisik terus ke aku. Suka ya sama bau parfumku?" Rendi meledek Tania lagi.
"Ih, ge er," sahut Tania. Tangannya memainkan tissue karena dia grogi duduk berduaan dengan Rendi.
"Tania, boleh aku bicara serius sama kamu?" ucap Rendi.
Degh.
Jantung Tania seperti berhenti berdetak. Saat yang di tunggu Tania sekian lama, akhirnya datang juga.
Rendi pasti akan mengungkapkan perasaannya pada Tania. Tania menyiapkan mentalnya untuk mendengarkan berita bahagia itu.
"Bicara apa?" tanya Tania pura-pura tidak tahu.
"Aku...Em...Aku...."
Belum sempat Rendi menyelesaikan kalimatnya, mbak-mbak pelayan yang tadi datang membawakan minuman mereka.
"Terima kasih, Mbak," ucap Tania ramah. Dia takut mbak-mbak itu marah lagi.
Padahal justru tugas pelayan yang mestinya membuat pengunjung senang dan tidak marah-marah.
Pelayan yang sudah terlanjur bete sama mereka itu, hanya menatap Tania sekilas. Lalu pergi lagi.
"Jutek banget pelayan itu," gumam Tania.
"Biarin aja. Nanti aku akan bilang ke managernya biar dia dipecat!" sahut Rendi.
"Eh, jangan! Kasihan dia. Masa hanya gara-gara kita, dia sampai dipecat." Tania yang lugu berusaha mencegah Rendi.
Rendi malah jadi tersenyum sendiri. Dan gemas ingin terus meledek Tania. Hingga dia melupakan niatnya yang ingin menembak Tania.
Apalagi setelah makanan pesanan mereka datang. Tania yang memang sudah sangat lapar, langsung mengeksekusi menu pilihan Rendi.
Kapan lagi makan makanan istimewa seperti ini, gratis pula. Ikan gurame bakar plus sambal dan lalapan di tambah pete bakar juga.
Rendi menyingkirkan pete bakarnya, yang langsung disaut oleh Tania.
"Idih, cantik-cantik makannya pete," ledek Rendi.
"Ih, biarin. Sejak kapan orang cantik tidak boleh makan pete?" sahut Tania yang tanpa malu-malu melahap pete bakarnya.
"Ya gak ada yang melarang sih. Cuma...." Rendi tak melanjutkan kalimatnya.
"Cuma apa?" tanya Tania.
"Cuma nanti kencingnya bau pete!" Lalu Rendi tertawa ngakak.
"Biarin. Aku kan gak akan kencing di sini. Jadi orang gak ada yang tau kalau kencingku bau pete," sahut Tania sambil nyengir.
"Sama aja. Itu namanya pencemaran lingkungan. Polusi udara!" Rendi lalu menutup hidung dengan tangannya.
Tania malah kesenangan dan memberikan bau nafasnya ke hidung Rendi.
Haah.
Lalu mereka tertawa terbahak-bahak.
Dasar abege labil! Bisa bayar enggak tuh? Gaya-gayaan makan di tempat mahal. Gerutu mbak-mbak pelayan tadi melihat keceriaan Rendi dan Tania.
"Ren, tuh mbak-mbak yang tadi ngeliatin kita mulu. Wajahnya jutek banget," ucap Tania yang melihat pelayan tadi memperhatikannya terus.
"Biarin aja. Paling dia jomblo akut, makanya dia bete melihat orang pacaran," sahut Rendi sambil memakan gurame bakarnya.
"Siapa yang pacaran?" tanya Tania yang megap-megap kepedesan.
"Ki...ta. Aduh, aku sampai lupa!" ucap Rendi sambil menepuk jidatnya dengan punggung tangannya. Karena telapak tangannya kotor kena ikan bakar.
"Lupa apa?" tanya Tania, lalu menyeruput minumannya.
"Lupa dengan misiku ngajak kamu kesini," jawab Rendi.
"Memang apa misinya?" Hati Tania sudah mulai deg-degan.
"Aku ngajak kamu ke sini kan mau...."
Tiba-tiba hape Rendi berbunyi. Ada panggilan masuk untuknya.
Rendi dan Tania melihat nama pemanggilnya, Papa. Karena Rendi meletakan hapenya di atas meja tempat mereka makan.
Rendi buru-buru membersihkan tangannya. Dan mengangkat telpon dari papanya.
Rendi agak menjauh, agar papanya tidak tau kalau Rendi sedang bersama cewek. Karena papanya selalu melarang Rendi pacaran.
"Iya,Pa. Rendi pulang sekarang," ucap Rendi menjawab telpon papanya. Lalu Rendi mematikan sambungan telponnya.
"Ada apa?" tanya Tania setelah Rendi kembali ke kursinya.
"Papaku menyuruh aku pulang sekarang," ucap Rendi pelan. Dia tidak tega melihat Tania yang sedang asik menikmati makannya, harus dihentikan.
Tania pun langsung menghentikan makannya. Lalu mencuci tangan dan mengelap mulutnya yang belepotan.
Wajahnya terlihat sedikit kecewa. Rendi bisa melihat itu. Sebenarnya Tania kecewa bukan karena harus menghentikan makannya, tapi karena Rendi tidak jadi menembaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments