Rendi melajukan motor sport-nya dengan kecepatan tinggi. Dia masih bete karena tertangkap basah oleh Dito, sahabat koplaknya.
"Ren, bisa tidak pelanin motornya?" teriak Tania. Tangannya berpegangan pada jok motor Rendi.
"Pegangan yang kenceng!" seru Rendi tanpa mempedulikan Tania yang ketakutan.
Wajah Tania sudah pucat. Rambutnya yang tak tertutup helm, berantakan kemana-mana.
"Tapi aku takut!" teriak Tania lagi. Tangannya di lingkarkan ke pinggang Rendi dengan erat.
Rendi tersenyum-senyum sendiri. Lalu dia dengan sengaja mengerem motornya mendadak.
Sontak membuat Tania memajukan tubuhnya ke depan. Dan dada Tania mendarat mulus di punggung Rendi.
"Rendi...!" teriak Tania. Motor Rendi berhenti, tepat di jalanan yang sepi.
"Kenapa?" tanya Rendi sambil menahan tawanya.
"Kamu jahat, ih!" seru Tania sambil memukul punggung Rendi.
"Kok aku jahat? Yang jahat tuh si kampret Dito. Dia yang mengganggu kita," sahut Rendi.
Tania menundukan kepalanya. Dia justru sangat malu pada Dito.
"Emang rese tuh si kampret!" umpat Rendi lagi.
"Jangan begitu. Kita yang salah kok," ucap Tania.
"Kok kamu belain dia sih?" tanya Rendi.
"Bukan belain, memang kita yang salah kok," sahut Tania.
"Kita yang...berciuman sembarangan," lanjut Tania sambil menundukan lagi wajahnya.
"Iya juga. Bagaimana kalau kita lanjutkan lagi di tempat lain?" tanya Rendi bermaksud menggoda Tania.
Tapi Tania malah menganggapnya serius.
"Tempat lain?" tanya Tania.
"Iya tempat lain. Bagaimana kalau kita nonton film di bioskop?" tanya Rendi.
"Memang ada film yang bagus?" tanya Tania. Dia sangat senang diajak nonton oleh Rendi. Karena Tania sangat jarang sekali menonton film di bioskop.
"Tidak penting filmnya, Tania. Yang penting bisa berduaan sama kamu," sahut Rendi. Yang membuat wajah Tania merona.
"Mau ya?" tanya Rendi, lalu tangannya ke belakang tubuhnya mencari tangan Tania yang ada di belakang punggungnya.
Tania mengangguk. Rendi yang melihat anggukan Tania dari kaca spionnya, meremas tangan Tania, dan segera melajukan lagi motornya.
Tania memeluk Rendi dari belakang, karena tadi sebelum menjalankan motornya, Rendi menarik tangan Tania agar memeluknya.
Tania menyandarkan sebelah wajahnya ke punggung Rendi. Dia terlihat sangat bahagia. Diakhir perjalanan masa lajangnya, diberi kesempatan untuk berduaan dengan pujaan hatinya.
Setetes cairan bening jatuh dari mata indah Tania. Seandainya saja pamannya tak pernah terlibat hutang. Seandainya saja dia tak pernah membuat kesepakatan itu. Dan seandainya saja Rendi datang sebelum dia mengucapkan janjinya pada paman, bibi dan si bandot tua calon suaminya.
Tania hanya bisa berandai-andai. Nasi telah menjadi bubur. Semua tidak bisa lagi dirubahnya.
Tania semakin mengeratkan pelukannya. Rendi yang tak pernah tahu isi hati Tania, meremas tangan Tania yang melingkar erat di perutnya.
Hingga motor yang dikendarai Rendi berhenti di sebuah pusat perbelanjaan. Dilantai empat mal itu ada sebuah bioskop mewah.
Tania hanya pernah sekali ke tempat itu. Saat Mike, teman sebangkunya berulang tahun dan mengajaknya menonton.
Rendi mengajak Tania memilih film mana yang akan mereka tonton.
"Kamu suka film horor?" tanya Rendi saat melihat poster film horor yang sedang booming.
"Ih, enggak ah. Takut," jawab Tania.
"Kan ada aku. Kalau takut, tinggal peluk aku aja," ujar Rendi sambil menaik turunkan alisnya.
"Ih, apaan sih," sahut Tania malu-malu, sambil mencubit lengan Rendi.
"Jangan cubit disitu dong, sakit," ucap Rendi, pura-pura menahan sakit.
"Terus maunya dimana?" tanya Tania sambil pura-pura melihat poster-poster film yang akan diputar.
"Di sini," jawab Rendi sambil menunjuk bibirnya. Tania menengok ke arah Rendi, lalu menunduk malu. Karena banyak orang disana.
Rendi terkekeh. Lalu mengajak Tania ke loket untuk memesan tiket.
"Film ini saja ya? Filmnya romantis, kamu pasti suka," ucap Rendi. Tania hanya mengangguk.
Sebenarnya Rendi tak terlalu suka film romantis seperti itu. Tujuannya kesini memang bukan buat menonton, tapi hanya untuk berduaan dengan Tania.
Selesai membeli tiket, Rendi mengajak Tania membeli camilan.
"Kamu mau apa, Sayang?" tanya Rendi.
Tania jadi kikuk dipanggil sayang lagi oleh Rendi. Wajahnya bersemu merah, Tania kembali menunduk sambil menahan senyumnya.
"Hey, aku bertanya. Kenapa kamu tidak jawab?" tanya Rendi lagi.
"Apa aja. Terserah kamu," jawab Tania.
Lalu Rendi mengambil beberapa camilan dan minuman untuk mereka nanti.
"Kita duduk di sana yuk. Sambil nunggu buka," ucap Rendi sambil menunjuk sebuah bangku panjang.
Tania mengikuti Rendi yang berjalan duluan.
Rendi menyuruh Tania duduk di sebelahnya.
Saat ruangan bioskop mulai terbuka, Rendi yang sudah tak sabar, segera menarik tangan Tania.
Tadi Rendi sempat berbisik pada penjaga loket saat membeli tiket, untuk memberinya tempat duduk paling belakang.
"Kok kita di belakang. Enak juga di depan, bisa fokus nontonnya," ucap Tania yang masih lugu.
"Enak di belakang, tidak ada yang mengganggu," sahut Rendi. Lalu menarik tangan Tania untuk segera duduk.
Lampu masih menyala. Rendi mengajak ngobrol Tania. Lalu setelah lampu dimatikan, Rendi mulai meraih tangan Tania.
Dibawanya tangan Tania lalu di kecupnya perlahan.
"Tania. Aku cinta kamu." Rendi berbisik di telinga Tania. Membuat bulu kuduk Tania meremang.
Tania menundukan wajahnya. Tak bisa berkata apa-apa.
Rendi meraih dagu Tania. Dipandanginya wajah Tania dalam kegelapan.
Kali ini tak boleh gagal. Batin Rendi.
Saat Rendi mendekatkan wajahnya ke wajah Tania, ponsel Rendi berbunyi. Rendi mencoba mengabaikan. Tapi ponselnya terus saja berdering.
"Siapa sih yang mengganggu?" Rendi membuka ponselnya.
Ternyata Dito yang menelponnya. Dengan terpaksa Rendi mengangkatnya.
"Hallo. Apaan sih lu, gangguin gue mulu?" tanya Rendi dengan kesal.
Tania menatap ke arah Rendi. Lalu menatap ke layar lagi karena film sudah mulai seru.
"Bro, lu kesini sekarang. Gue lagi ada masalah nih. Gue ada di xx karaoke," pinta Dito di seberang sana.
"Masalah apaan? Gue lagi sama Tania. Entar deh gue kesana," sahut Rendi.
Tania kembali menatap Rendi.
"Ayolah, Bro. Gue butuh bantuan lo," pinta Dito memelas.
"Bantuan apaan?" tanya Rendi.
"Udah, lo kesini dulu. Entar elo juga tau sendiri. Please!" Dito terus saja memaksa.
"Kampret lu, ah! Gangguin orang pacaran mulu!" Rendi semakin bete.
Di seberang sana, Dito juga makin bete. Dia dapat masalah di tempat karaoke itu juga karena kesal melihat Rendi hendak mencium Tania. Sekarang malah Rendi bilang sedang pacaran sama Tania.
Tapi karena dia membutuhkan bantuan Rendi untuk membebaskannya dari sini, Dito terpaksa memohon lagi pada Rendi.
Resikonya, Dito akan melihat lagi Rendi bersama Tania.
Argh.
Dito menendang kursi yang ada di depannya. Dan mata security di sana memelototinya.
Dito yang sudah sangat kesal, membalas tatapan tajam security itu.
"Mana teman yang akan menjaminmu?" tanya security itu.
Dito menelpon Rendi lagi. Tapi ponsel Rendi sudah di non aktifkan. Karena Rendi juga sedang sibuk dengan mainan barunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments