Setelah membayar semua makanannya, Rendi menggandeng tangan Tania lagi untuk mengajaknya pulang.
Kalau bukan karena permintaan papanya untuk pulang sekarang juga, Rendi akan mengajak Tania berkeliling naik motornya sampai sore.
Dan Rendi juga pasti akan segera menembak Tania. Gara-gara Papa, jadi gagal deh nembak pujaan hatinya.
Rendi melajukan motornya tak terlalu kencang, takut Tania eneg dan muntah karena pasti akan kena goncangan di jalan.
Rendi ingat kembali kalau dia belum sempat mengungkapkan perasaannya pada Tania.
Bagaimana kalau Dito tahu dan menyerobotnya? Sedangkan Dito pernah mengungkapkan isi hatinya kepada Tania. Hanya tinggal menunggu persetujuan Tania saja.
Bagaimana ini? Masa playboy kalah sama Dito si mulut lemes?
Tapi kalau aku ungkapkan di jalanan kayak gini, sangat tidak romantis. Rendi terus saja bertanya-tanya sendiri.
Sementara Tania yang mengharapkan Rendi menembaknya, hanya bisa menelan kekecewaan karena panggilan dari papanya Rendi.
Walaupun Rendi terkenal sebagai playboy di sekolahnya dan kadang agak songong, tapi Tania sangat mencintainya.
Dari dulu Tania rela menjomblo hanya karena mengharapkan Rendi menjadi pacarnya.
Bukan hanya Dito yang ditolaknya. Banyak playboy-playboy saingan Rendi yang tak bisa meluluhkan hati Tania.
Dan kini saat harapannya sudah di depan mata, malah gagal karena mereka juga asik menikmati makanan tadi.
Tania menyandarkan kepalanya dipunggung Rendi. Dan tangannya mendekap erat pinggang pujaan hatinya seakan takut terlepas.
"Tania! Kamu tidak tidur kan?" tanya Rendi sambil mengguncang tangan Tania yang melekat erat di pinggangnya.
"Enggak," jawab Tania singkat.
"Kirain tidur. Aku takut kamu ngiler, nanti bajuku bau pete." Rendi meledek Tania lagi sambil tertawa.
Tania mencubit perut Rendi. Walaupun kesal tapi Tania suka dengan sifat songongnya Rendi. Apalagi dia bisa memeluk Arjunanya tanpa ada penolakan.
Rendi terus melajukan motornya tanpa menambah kecepatannya. Rendi pun sebenarnya tidak ingin saat-saat bersama Tania cepat berlalu.
Satu tangan Rendi membelai tangan Tania yang masih setia mendekapnya.
Ciiit.
Rendi mengerem mendadak, karena ada motor lain yang mendahuluinya.
Otomatis membuat tubuh Tania semakin menempel di punggung Rendi. Dan dua gundukan milik Tania seakan menancap di punggung Rendi.
"Aduh! Bolong deh punggungku!" seru Rendi.
Tania yang malu oleh ucapan Rendi langsung menjauhkan dadanya dari punggung Rendi.
Rendi tertawa senang bisa meledek Tania lagi. Dia membayangkan wajah Tania pasti merah merona.
Dan Rendi juga membayangkan dua gundukan Tania yang pasti sangat kenyal.
"Peluk lagi, dong," pinta Rendi. Dengan malu-malu, Tania memeluk Rendi lagi.
"Jangan ngerem mendadak lagi, ya?" ujar Tania pura-pura tidak suka. Padahal ngarep.
"Kenapa? Gak suka ya?" tanya Rendi.
"Kaget tau!" jawab Tania asal. Tania sebenarnya tidak berbohong, dia memang kaget saat Rendi mengerem mendadak.
Tapi juga menyukainya, karena dia bisa semakin nempel di punggung Rendi. Dan merasakan getaran yang membuatnya seakan melayang ke langit biru.
Motor Rendi hampir sampai di rumah kontrakan pamannya Tania.
"Aku turun disini saja," ucap Tania saat mereka sampai di gang menuju rumah kontrakan paman Tania.
"Aku tidak boleh mengantarmu sampai ke rumahmu?" tanya Rendi.
"Memang kamu tau rumahku?" tanya Tania.
"Taulah," jawab Rendi lalu memasuki gang sempit itu.
Tania heran, darimana Rendi bisa tahu kontrakan pamannya? Sedangkan tak ada satu pun teman sekolahnya yang tahu.
"Ini kan?" tanya Rendi dan berhenti tepat di depan pintu.
"Iya," jawab Tania.
Lalu Tania turun dari boncengan motor sport Rendi.
"Mau mampir?" Tania basa- basi menawari Rendi. Padahal dia tahu kalau Rendi sudah ditunggu papanya.
"Lain kali saja ya? Aku sudah di tunggu papaku," sahut Rendi. Tania mengangguk mengerti.
"Besok sore boleh tidak, aku apel ke rumah kamu?" tanya Rendi.
Tania berbunga-bunga mendengar keinginan Rendi. Dia langsung mengangguk penuh semangat.
Lalu Rendi pamit dan melajukan lagi motornya. Tania tak beranjak dari tempatnya berdiri sampai motor Rendi tak terlihat lagi.
Dengan langkah ceria ala remaja yang sedang kasmaran, Tania memasuki rumah.
Pamannya sedang tertidur di bangku panjang yang ada di ruang tamu. Di tangannya ada sebuah kunci.
Tania mendekati pamannya, lalu melihat kunci yang dipegang oleh pamannya itu.
Seperti kunci mobil, tanya Tania dalam hati. Tania sering melihat bentuk kunci mobil, saat naik angkot dan duduk di samping sopirnya.
Lalu Tania melihat sebuah buku kecil tergeletak di meja. Tania mengambil buku itu. Tertulis di sampul buku itu, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor.
Tania membuka buku itu, pelan-pelan dia membaca isinya.
Tiba-tiba Tania menjatuhkan buku itu. Tatapannya nanar. Dia baru ingat, kalau tadi pagi dia telah membuat kesepakatan dengan bandot tua si rentenir yang menghutangi pamannya, bahwa dia setuju dinikahi dengan berbagai syarat.
Dan sekarang, pamannya sedang memegangi kunci angkot yang pastinya diberikan oleh bandot tua itu.
Itu berarti si bandot itu sudah memenuhi persyaratan yang diminta Tania, dan seminggu lagi pernikahan akan dilangsungkan.
Lalu bagaimana dengan Rendi? Bagaimana dengan rasa cinta yang sudah dipendamnya pada Rendi sejak lama?
Kenapa aku begitu bodoh membuat kesepakatan itu tadi pagi? Tapi jika tidak...
Tania memandang wajah pamannya yang sedang terlelap. Pamannya yang sudah merawatnya semenjak dia kecil.
Pamannya yang sudah dia anggap seperti bapaknya sendiri, setelah papa dan mamanya menghilang entah kemana.
Tania tidak akan sanggup membiarkan pamannya mendekam di penjara, karena tidak bisa membayar hutangnya.
Tania terisak membayangkan pernikahannya yang tinggal satu minggu lagi. Dia harus menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya. Bahkan Tania sangat membencinya.
Danu yang mendengar suara isakan, terbangun dari tidurnya. Dia mendapati keponakannya sedang memandangnya sambil menangis.
"Hey, Paman masih hidup! Paman belum mati, Tania! Kamu jangan menangisi Paman seperti itu!" seru Danu. Lalu beranjak dari tidurnya dan duduk. Mengumpulkan nyawanya.
Tania memandang kesal pada pamannya. Tania menangis karena sedih memikirkan hari pernikahannya dengan bandot tua itu tinggal menghitung hari, pamannya malah ngajak becanda.
Saking kesalnya, Tania melemparkan BPKB yang dia pegang ke kursi sebelah pamannya duduk.
Lalu Tania berlari masuk ke kamar dan menguncinya.
Tania melanjutkan tangisannya di dalam kamar.
Danu yang mendengar keponakannya kembali menangis, mengetuk pintu kamar Tania.
"Tania! Kenapa kamu menangis? Bukannya kamu harusnya senang, si Tono sudah menepati janjinya kepada kita!" seru Danu sambil terus mengetuk pintu kamar Tania.
Tania semakin kencang menangis. Dia menangisi hari pernikahannya minggu depan. Dan menangisi cinta yang telah lama di pendamnya harus terhempas.
Dia juga menangisi Rendi yang akan sangat terluka dan patah hati saat nanti mendengar Tania menikah. Walau pun dia tau, Rendi seorang playboy yang punya banyak stock cewek.
Apa yang akan dikatakannya nanti kepada Rendi? Apa Tania harus segera mengatakannya pada Rendi sebelum Rendi menembaknya?
Danu terus saja mengetuk pintu kamar Tania. Bahkan menggedornya.
"Tania! Kalau kamu tidak bisa diam, Paman akan mendobrak pintu kamarmu!" teriak Danu.
Tania yang masih sedih, terus saja menangis. Hingga pamannya mulai menghitung satu sampai tiga dan akan mendobrak pintu kamar, baru Tania menghentikan tangisannya di hitungan kedua.
Tak lama Tania membuka pintu kamarnya, dan melihat pamannya sudah meringkuk lagi di kursi panjang ruang tamu.
Tania yang makin kesal, masuk kembali ke dalam kamarnya, dan membanting pintunya dengan keras.
Blum!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments