Rendi sampai di rumahnya. Tepatnya rumah orang tuanya. Rumah megah yang hanya dihuni oleh Rendi dan mamanya, yang bernama Sari. Dan dua orang pembantu.
Karena papanya jarang sekali pulang ke rumah. Dia punya rumah di tempat lain. Entah mengapa papanya lebih suka tinggal di sana.
Sari tak pernah cerita sedikit pun tentang alasan papanya tidak mau tinggal bersama mereka.
Walau pun begitu, papanya sangat sayang pada Rendi, anak satu-satunya. Apapun keinginan Rendi pasti dipenuhi.
Sari juga sangat sayang kepada Rendi. Ditengah kesibukannya sebagai juragan batik di pasar, Sari selalu sempat mengurus semua kebutuhan Rendi sehari-hari.
Dan Rendi sendiri sangat menghormati mereka berdua. Walau pun Rendi tahu kehidupan rumah tangga orang tuanya tidak terlalu baik.
Mereka jarang terlihat bersama. Sama-sama sibuk dengan pekerjaannya.
"Assalamualaikum." Rendi mengucap salam sebelum masuk ke rumahnya. Itu yang selalu diajarkan oleh kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam," sahut mama dan papanya.
Tumben mereka ada di rumah bersamaan. Karena biasanya, papanya datang saat mamanya masih sibuk di pasar.
Dan akan pergi lagi menjelang mamanya pulang.
Rendi menyalami tangan kedua orang tuanya, lalu duduk di antara keduanya.
"Darimana kamu, Sayang?" tanya Sari.
"Dari sekolah, Ma," sahut Rendi. Lalu membuka hapenya.
"Taruh dulu hapemu. Papamu mau bicara," ucap sang mama.
Rendi menurut, lalu meletakan hapenya di atas meja.
"Ada apa, Pa?" tanya Rendi.
"Kamu udah lulus SMA, kan? Kamu mau kuliah di mana?" tanya papanya.
"Belum tau, Pa," jawab Rendi santai.
"Eh, kok belum tau sih? Mestinya sudah kamu pikirkan dong," sahut Sari.
"Bingung, Ma," sahut Rendi.
"Bingung kenapa? Kamu tinggal bilang mau kuliah di mana. Nanti Papamu yang akan membiayainya," ucap Sari sambil melirik ke arah suaminya.
"Iya. Nanti Papa yang akan membiayai semuanya," sahut papanya.
"Ya nanti, Rendi pikirkan deh Pa. Sekarang Rendi mau istirahat dulu di kamar. Capek," sahut Rendi lalu pergi ke kamarnya.
Sebenarnya Rendi hanya ingin memberikan waktu bagi keduanya untuk lebih lama ngobrol.
Rendi sendiri juga memang capek, dari pagi tadi ke sekolah, lalu pergi bersama Tania.
"Kamu itu, diajak ngomong orang tua malah kabur," ucap Sari. Rendi hanya nyengir lalu naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya.
"Kamu tidak punya rencana untuk Rendi?" tanya Sari pada suaminya. Suami yang tak pernah ada waktu untuknya.
"Rencana apa?" tanya suaminya, yang selalu sibuk dengan pekerjaannya.
"Ya rencana apaan kek. Nguliahin di luar negeri atau mau menikahkannya," jawab Sari asal.
"Ngaco aja, kamu. Sekolah saja baru lulus SMA, mau dikawinkan. Soal kuliah di luar negeri, kalau anaknya mau ya kenapa tidak?" sahut suaminya.
"Ya sudah. Urus anakmu yang bener. Kalau sudah ada keputusan, kabari aku," ujar suaminya lalu beranjak dari tempat duduknya.
"Mau kemana lagi, kamu?" tanya Sari.
"Kamu tidak perlu tau urusanku. Yang penting aku bertanggung jawab penuh pada kalian berdua," sahutnya, lalu pergi dengan mobilnya.
Sopirnya sudah standby dari tadi di dalam mobil.
"Jalan! Kita urus kios yang ada di dekat terminal. Biar bisa segera di pakai," perintah papanya Rendi pada sopirnya.
"Siap, Bos," ucap sopirnya, lalu melajukan mobil ke arah terminal.
Hah itu orang, sudah tua tidak juga berubah. Mau sampai kapan dia seperti itu terus. Tidak malu pada anak yang mulai besar. Gerutu Sari pada suaminya yang telah pergi.
"Rendi! Mama mau balik lagi ke pasar! Kalau kamu mau makan, minta mbak Sri!" teriak Sari di depan pintu kamar Rendi.
"Iya, Ma!" jawab Rendi dari dalam kamarnya.
"Mbak, nanti siapkan makan untuk Rendi kalau dia minta makan. Jangan lupa jusnya yang tadi aku belikan, ada di kulkas!" seru Sari pada Sri, ART-nya yang masih berumur dua puluhan.
"Iya, Bu. Nanti saya siapkan," sahut Sri dengan sopan.
"Baju kamu tuh. Aku kan sudah sering bilang, jangan pakai baju ketat seperti itu. Apalagi kalau tidak ada aku di rumah," tukas Sari.
"Iya, Bu. Maaf," sahut ART-nya yang berbadan seksi dan masih muda itu.
"Ya sudah. Aku mau ke pasar lagi. Pak Yadi jangan lupa suruh bersihin taman, kalau sudah pulang beli pupuk. Rumputnya sudah tinggi-tinggi."
Tanpa menunggu Sri menjawab, Sari langsung pergi dengan motor matic kesayangannya.
Sari selalu mengingatkan pembantunya yang masih muda tapi sudah menjanda itu, agar tidak memakai pakaian seksi, terutama saat dia sedang tidak di rumah.
Sari khawatir suaminya yang biasanya pulang ke rumah saat dia sedang di pasar, tergoda.
Dan akan lebih khawatir lagi kalau ART nya itu menggoda anak lelakinya yang sudah mulai dewasa.
Sri itu bekerja di rumah keluarga Rendi, menggantikan bibinya yang sekarang sering sakit-sakitan dan sudah tidak kuat bekerja lagi.
Dia yang seorang janda dengan satu anak, membutuhkan pekerjaan buat menghidupi anaknya. Sementara anaknya, katanya dititipkan di rumah mertuanya.
Sari telah sampai di kios batiknya dan mulai lagi dengan kesibukannya, dibantu beberapa karyawannya.
Sementara Rendi yang sore nanti punya janji main ke rumah Dito, keluar dari kamarnya. Dia sudah berganti pakaian lagi.
"Mas Rendi mau kemana?" tanya Sri, saat melihat anak majikannya sudah rapi.
"Ke rumah teman," sahut Rendi acuh.
"Mas Rendi mau makan dulu?" tanya Sri lagi.
"Enggak. Aku sudah makan, tadi di luar," jawab Rendi, lalu berjalan ke luar rumahnya.
"Mas Rendi! Ini ada jus jambu dibelikan Mama mas Rendi, tadi." Sri masih saja mengejar Rendi yang sudah ada di luar rumah.
"Ya sini. Biar aku minum nanti di rumah temanku," sahut Rendi.
Sri buru-buru mengambilkan jus jambu di kulkas, lalu memasukannya ke dalam kantong plastik.
Rendi menunggu di motornya yang sudah dinyalakan mesinnya.
Mobil papanya kembali lagi, ke rumah. Rendi hanya menatap sekilas, lalu pergi setelah Sri memberikan jus jambu dari mamanya.
Papa Rendi langsung masuk ke dalam rumahnya. Dia membawa mobilnya sendiri. Sopirnya ditinggal di kios untuk bersih-bersih.
Sri yang masih di teras, ditariknya masuk ke dalam rumah lalu mengunci pintunya.
Papa Rendi terus menarik Sri sampai ke kamar belakang. Kamarnya Sri.
Majikan dan pembantu itu seperti pasangan suami istri yang telah lama tidak bertemu.
Saling serang. Saling terjang. Dan saling mengerang.
"Lepaskan semuanya, Sri," ucap majikannya yang sudah tak bisa menahan diri.
Tanpa menunggu perintah dua kali, Sri membuang semua kain yang menempel di tubuhnya, tanpa menyisakan sehelai benang pun.
Dia juga dengan lihay melucuti majikannya yang sudah tidak sabaran itu. Tanpa menunggu lebih lama lagi, majikannya telah menyeret Sri dan langsung menancapkan pusakanya.
Suara erangan Sri yang stereo pun tak ada yang mendengar, karena di rumah besar itu hanya ada dua manusia yang sedang memupuk dosa dalam kenikmatan.
Sri bagaikan setetes air di gurun pasir bagi majikannya, yang mampu menghilangkan dahaganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments