Chapter 19

Caca memperhatikan kamar mewah yang akan ia tempatinya mulai saat itu. Dan merasa tak yakin dirinya akan betah di sana. Apa lagi sikap Kiano yang acuh, membuat perasaannya tak tenang. Caca juga sudah meyakinkan hatinya untuk tidak jatuh pada pemuda itu. Dan menjalani kehidupan seperti biasanya.

Gadis itu mendudukkan diri di tepian ranjang, menatap cincin yang melingkar dijari manisnya. Lalu tersenyum getir dan langsung melepas cincin itu dan menaruhnya di dalam laci.

"Nikmati hidup lo, Ca." Setelah mengatakan itu ia memilih untuk berbaring dan pada akhirnya tertidur.

Keesokan harinya, Caca sudah bersiap untuk sekolah. Karena ia sudah terbiasa sarapan pagi, perutnya pun terasa perih dan meminta diisi. Apa lagi tadi malam ia tidak makan karena tidurnya kebablasan.

Alhasil ia pun mencari dapur. Beruntung di meja makan ada roti dan selai caklat. Tanpa menunggu Caca menarik kursi lalu duduk di sana. Kemudian mengambil sehelai roti dan mengoleskan selai di atasnya. Lalu melahapnya sedikit demi sedikit.

Tidak lama Kiano pun muncul, ia terkejut saat melihat Caca sudah ada di sana dengan seragam sekolah. Sedangkan dirinya masih mamakai baju tidur. Caca juga terlihat kaget karena melihat Kiano masih dengan wajah bantalnya.

Lah, dia gak pergi sekolah? Batinnya.

Namun detik berikutnya Kiano terlihat santai, melewati Caca dan berhenti di depan kulkas. Lalu membukanya dan mengambil susu kotak. Kemudian menuangnya ke dalam gelas.

Caca terkejut saat Kiano meletakkan segelas susu di depannya. Lalu pemuda itu pun berlalu begitu saja membawa susu kotak itu bersamanya.

"Not bad, setidaknya dia masih punya perhatian sama istrinya." Gumam gadis itu kembali mengunyah sisa rotinya. Menikmati sarapan paginya meski hanya sendirian.

Dengan mulut yang masih mengunyah Caca menatap gelas susu itu curiga. "Tapi... dia gak naruh racun kan?" Gumamnya dengan mata memicing.

"Bodo amat dah, kalau ada racunnya paling gue mati." Lanjutnya dan langsung meneguk susu itu sampai tandas. Lalu meninggalkan tempat itu karena ia harus segera berangkat sekolah.

Namun, Caca dibuat heran saat mendengar suara keributan dari arah ruang tengah. Karena penasaran ia pun pergi ke sana. Dan betapa kagetnya ia saat melihat Ariana dan Kiano ada di sana. Tidak lama beberapa orang laki-laki masuk membawa benda berukuran besar yang masih terbungkus rapi, entah apa isinya Caca pun tidak tahu.

Alhasil Caca pun mendatangi Ibu mertuanya itu. "Mom?"

Spontan Ariana menoleh lalu tersenyum lebar. "Hai sayang."

Caca memeluknya singkat. Lalu Ariana pun menatap penampilan Caca dengan kening mengerut. "Lho, kamu mau sekolah?"

Caca mengangguk kecil. Tiba-tiba Kiano berdiri lalu merengkuh pinggangnya. Tentu saja Caca kaget dan langsung menoleh.

"Aku udah bilang supaya Caca gak sekolah dulu, Mom. Tapi dia tetap kekeh, katanya udah mau ujian kenaikan kelas jadinya gak boleh libur. Iya kan, Sayang?" Ujar pemuda itu menatap Caca.

Caca yang bingung pun cuma bisa mengerjapkan matanya seraya menatap pemuda itu. Dan apa tadi? Kiano memanggilnya sayang?

"Sayang?" Kiano mengulang panggilannya itu. Sontak Caca pun menoleh ke arah Ariana dan mengangguk. Ia baru sadar jika suaminya itu sedang berakting di depan Ibunya.

Ariana menghela napas kasar. "Kalau gitu Mommy gak bisa larang kalian. Tapi inget, kalian harus akur terus ya? Kan sekarang udah jadi suami istri. Dan kamu Kiano, harus baik sama Caca. Sekarang dia udah jadi tanggung jawab kamu sepenuhnya."

Kiano mengangguk patuh. "Pasti, Mom. Aku bakal jaga Caca baik-baik." Dikecupnya kepala Caca sekilas. Membuat tubuh si empu menegang.

Ariana tertawa kecil. "Ya udah, Mommy mau urus foto pernikahan kalian dulu," katanya yang kemudian mendatangi beberapa orang tadi. Yang ternyata membawa foto pernikahan Caca dan Kiano untuk dipajang di ruang tamu.

Caca menepis tangan Kiano yang masih menempel di pinggangnya. "Jangan nyari kesempatan." Ketusnya yang kemudian menatap lelaki itu tajam.

Kiano mendengus sebal. "Aku juga gak selera nyentuh kamu." Katanya yang kemudian berlalu begitu saja.

Caca menggeram tertahan, rasanya ingin sekali ia menjambak rambut pemuda itu sampai botak.

"Dasar brengsek! Pengecut." Umpatnya tertahan karena tak ingin Ariana mendengarnya.

"Ca, sini deh." Panggil Ariana yang berhasil membuat Caca kaget. Lalu detik berikutnya ia segera menghampiri wanita itu.

"Menurut kamu bagus di sini atau di sana?" Tanya Ariana seraya menunjuk dua sisi dinding yang masih kosong.

Caca pun menjawab sekenanya. "Di mana aja bagus, Mom." Lebih bagus lagi dibuang. Imbuhnya dalam hati.

Ariana tersenyum kecil. "Jawaban kamu ini sama aja kayak Kiano, emang jodoh."

Caca tersenyum kikuk seraya menatap foto pernikahannya itu. Sama sekali tak ada kesan kebahagiaan di sana, kenapa Caca baru menyadari itu. Ekpsresi Kiano menunjukkan dengan jelas jika dia sangat terpaksa.

Setelah drama pemasangan foto itu selesai, Caca pun mengurungkan niatnya untuk berangkat ke sekolah karena sudah terlambat. Alhasil ia pun berganti pakaian dan memilih bersantai di kamar sambil membaca novel barunya.

Menjelang siang, Caca pun beranjak ke dapur untuk memasak sesuatu. Gadis itu membuka kulkas dan tampak kaget karena isinya benar-benar lengkap.

Caca tersenyum senang, sebagai orang yang senang memasak ia merasa puas jika kulkas dipenuhi berbagai jenis bahan masakan. Cukup lama ia menimang akan memasak apa. Alhasil gadis itu memilih beberapa sayuran dan daging. Kemudian segera mengeksekusinya.

Satu jam lamanya ia menghabiskan waktu di dapur. Dan itu membuatnya sangat puas. Kini gadis itu sudah duduk menghadap hidangan super lezat buatannya sendiri. Cacing diperutnya mulai berdemo minta segera diberi makan.

Baru saja dirinya hendak menuang nasi ke dalam piring, tiba-tiba terdengar kegaduhan dari arah depan.

"Ck, apa lagi sih? Jangan bilang Mommy balik lagi." Gerutunya. Alhasil Caca mengurungkan niatnya untuk makan dan beranjak ke depan. Dan betapa kagetanya ia saat melihat Kiano tengah memeluk seorang gadis yang masih memakai seragam sekolah. Gadis itu menangis histeris dalam pelukan Kiano.

"Maaf." Ucap Kiano terdengar pilu bahkan lelaki itu mengusap rambut si wanita.

Caca berdeham kecil, spontan Kiano dan wanita itu melerai pelukan mereka dan menatap ke arah Caca. Seketika Caca pun mendapat tatapan tajam dari wanita itu.

Namun Caca seolah tak peduli dan memilih memandang suaminya.

"Siapa?" Tanya Caca dengan nada dingin. "Pacar elo?"

Kiano tidak menyahut dan malah merengkuh pundak wanita itu. Tanpa menjawab pun Caca sudah tahu jawabannya.

"Ya, gue Anya. Pacar Kiano." Sahut wanita itu dengan angkuh.

"Oh."

Anya kaget saat melihat respon acuh Caca. Tentu saja Caca tidak peduli soal hubungan mereka karena ia sudah memutuskan untuk tidak mengharapkan apa pun dalam pernikahan itu.

Caca menatap suaminya lekat. "Gue istri lo sekarang, No. Lo juga yang bawa gue ke sini. Setidaknya hargain gue, jangan sembarangan bawa masuk perempuan. Gue sama sekali gak peduli soal hubungan kalian, terserah kalian mau ngapain asal jangan di sini." Tegasnya yang kemudian berlalu begitu saja.

Mulut Anya terbuka lebar karena tak percaya dengan reaksi Caca barusan. Sepontan ia menatap Kiano. "Sayang?"

Kiano memijat pangkal hidungnya. "Sebaiknya kita pergi ya?"

Anya menatap Kiano tak percaya. "Tega kamu, No. Sebaiknya kita putus." Setelah mengatakan itu ia pun beranjak pergi.

"Anya." Panggil Kiano langsung mengejar kekasihnya itu. Sedangkan Caca kembali ke dapur dan mendudukkan dirinya di kursi makan dengan kesal. Bahkan selera makannya pun hilang sudah. Gadis itu hanya menatap hidangan di depan matanya tanpa selera.

Dan sejak saat itu mereka jarang bicara bahkan Kiano terkesan menjaga jarak dengan Caca. Karena itu Caca pun melakukan hal yang sama, tidak pernah mencari topik dengannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!