Chapter 3

"Selamat buat kelulusan kalian berdua ya?" Ucap Ariana menatap putra dan menantunya dengan tatapan berbinar.

Caca tersenyum ramah. "Makasih, Mom." Ucapnya kemudian.

"Terus gimana soal cucu? Udah bisa dong direncanain?" Celetuk Tias, Mama Caca.

"Ma." Caca memelototi Mamanya itu lalu melirik Kiano sekilas. Seperti biasa lelaki itu terlihat tenang dan mengabaikan pertanyaan. Dan ujung-ujungnya Caca yang harus menanggapi.

"Mommy juga setuju. Udah saatnya kalian rencanain punya anak. Apa lagi kalian bakal ldr-an." Timpal Ariana.

Spontan Tias dan Ferry pun menatap Caca dan Kiano bergantian.

"Maksudnya gimana ya?" Tanya Tias yang memang belum tahu soal rencana Kiano yang akan melanjutkan kuliah di luar negeri.

Caca menggigit ujung bibirnya, berharap Kiano segera mengatakan soal perceraian mereka supaya tidak lagi memberikan harapan palsu pada mereka.

Kiano meraih gelas jusnya, lalu menyesap sedikit dan kembali menaruhnya di meja. "Mom, Dad, Ma, Pa." Akhirnya pemuda itu pun bicara.

Spontan semua pandangan pun tertuju padanya.

Kiano menatap mereka semua bergantian lalu mengutarakan tujuannya. "Aku sama Caca sepakat buat cerai."

"Apa?" Kaget keempatnya kompak. Seketika suasana pun hening.

"No, apa-apaan ini?" Tanya Regar menatap Kiano tajam. Beruntung penyakitnya tidak kambuh karena kaget mendengar pernyataan anaknya barusan.

Dengan tenang Kiano membalas tatapan Daddy-nya itu. "Aku sama Caca emang gak cocok sedari awal. Jadi kita mutusin buat cerai setelah lulus."

"Caca?" Ariana menatap menantunya itu penuh harap.

"Maaf semunya. Caca juga gak bisa jalanin pernikahan yang kayak gini terus. Kita berdua lebih baik pisah dari pada nyakitin perasaan satu sama lain." Jelasnya dengan raut wajah sedih. Sebenarnya Caca sakit saat melihat kekecewaan di wajah orang tua dan mertuanya saat ini. Apa lagi kedua orang tuanya diam tanpa memberikan komentar apa pun. Itu artinya mereka benar-benar kecewa.

Cukup lama suasana pun hening. Sampai Regar pun kembali angkat bicara.

"Kalau emang itu keputusan kalian, Daddy harus bilang apa? Mungkin sedari awal Daddy yang salah karena maksa kalian berdua. Kami semua gak akan paksa kalian lagi." Putusnya. Sontak Ariana pun merengek karena tak terima dengan keputusan suaminya.

"Kiano, kamu udah mikirin matang-matang kan, Nak?" Akhirnya Papa Caca pun angkat bicara.

Kiano mengangguk yakin. "Kami berdua udah sepakat buat pisah, Pa."

Tias menatap putrinya iba. Ada rasa penyesalan mendalam karena ikut menjodohkan putrinya dengan Kiano dulu. Karena keegoisannya itu Caca harus menjadi janda diusia yang masih belia.

Caca meraih tangan Tias dan menggenggamnya erat, lalu tersenyum seolah mengisyaratkan jika dirinya baik-baik saja.

Hari yang harusnya penuh kebahagiaan itu pun berubah menjadi hari penuh kekecewaan dan kesedihan. Namun itu tak berlaku bagi Kiano, karena pemuda itu terlihat santai seolah tak terjadi apa pun.

****

Sidang perceraian pun berjalan dengan lancar. Keduanya resmi bercerai secara hukum maupun agama. Keluarga Kiano memberikan sebuah rumah mewah dan uang yang cukup besar sebagai harta goni gini. Meski Caca tak pernah memintanya.

Ariana memeluk Caca erat usai persidangan. "Sampai kapan pun Mommy akan terus anggap kamu satu-satunya menantu, Ca."

Caca memeluk mantan mertuanya itu dengan hangat. "Makasih, Mom. Caca juga bakal anggap kalian seperti orang tua sendiri sampai kapan pun."

Regar mengusap kepala Caca lembut. Bagaimana pun mereka sudah terlanjur mencintai Caca seperti putrinya sendiri. Sedangkan Kiano tampak diam sejak tadi. Sepertinya pemuda itu merasa lega karena akhirnya terlepas dari ikatan pernikahan yang membelenggunya.

Dan mereka pun harus berpisah di sana. Kiano pulang ke rumah orang tuanya dan Caca dibawa pulang oleh orang tuanya juga.

Sepanjang perjalana pulang Caca tampak diam sambil menatap ke luar jendela. Tias yang melihat itu pun semakin merasa bersalah.

"Papa minta maaf, Ca. Gak seharusnya Papa jodohin kalian. Papa merasa jahat sama kamu, diusia semuda ini status kamu udah janda. Papa pikir pernikahan kalian bakal berhasil." Lirih Papa melirik putrinya dari cermin.

Caca yang mendengar itu pun menatap Papanya dengan senyuman. "Ck, Papa santai aja. Caca gak papa kok, lagian gak ada yang tahu soal pernikahan kami."

Tias menatap putrinya iba. "Tapi calon suami kamu nanti pasti tahu, Caca."

Caca tersenyum lagi. "Mama sama Papa tenang aja, aku juga gak ada niat buat nikah lagi dalam waktu dekat. Aku mau kejar cita-cita dulu. Mau jadi orang sukses. Baru deh mikirin soal pasangan."

Ferry tersenyum kecil. "Papa harap kamu bahagia selalu, Ca. Kedepannya Papa gak akan maksa kamu lagi buat lakuin hal yang gak kamu suka. Terus gimana soal study kamu?"

"Aku ambil kedokteran, Pa. Alhamdulillah lulus." Jawabnya. Sontak kedua orang tuanya pun terlihat bahagia.

"Alhamdulillah, Papa seneng dengernya."

"Mama juga. Anak kita emang pinter, Pa. Cocok jadi dokter. Dokter Caca." Ujar Mama yang berhasil mengundang tawa keduanya. Dan perjalanan pulang mereka pun dipenuhi canda tawa.

Berbeda dengan Kiano, sejak tadi kedua orang tuanya sama sekali tak bicara. Bahkan sampai rumah pun mereka mengabaikannya begitu saja. Kiano tidak terpengaruh sama sekali karena semua ini memang sudah menjadi keputusannya.

Dua bulan setelah perceraian, Caca benar-benar menjalani kehidupannya dengan bebas. Ia juga tinggal sendirian di apartmenenya. Dan selama itu pula dirinya disibukkan oleh segala macam urusan untuk masuk perguruan tinggi.

Namun, beberapa bulan ini Caca selalu merasa aneh dengan tubuhnya. Ia sangat mudah lelah dan mengantuk. Bahkan kadang Caca juga mual dipagi hari. Bukan hanya itu, ia juga sering tidak bisa tidur si malam hari. Dan itu cukup menganggunya.

Caca menaruh buku yang baru selesai ia baca di tempat semula. Lalu tidak sengaja ia melihat kalender siklus haidnya, seketika ia baru sadar sudah tiga bulan dirinya tidak haid. Sangking sibuknya ia sampai lupa akan hal itu.

Diambilnya kalender itu dengan cepat, lalu dilihatnya hari terakhir ia haid. Benar saja, sudah tiga bulan ia tidak haid dan itu membuat jantungnya berdebar cepat.

"Gak, gak mungkin." Caca kembali mengingat kejadian malam itu. Di mana ia dan Kiano tidak sengaja menghabiskan malam bersama. Ia tersenyum getir. "Gak mungkin, Ca. Kalian cuma lakuin itu sekali. Mana bisa elo hamil?"

Ia terus berusaha meyakinkan dirinya. Digenggamnya erat kalender itu hingga ujung jarinya memutih. Caca benar-benar takut sekarang. Bagaimana jika dirinya benar-benar hamil?

Caca berjalan cepat ke arah cermin, lalu menyingkap kaos yang ia kenakan. Lagi-lagi Caca baru sadar jika perutnya sedikit membuncit. Dan hal itu membuatnya semakin yakin jika dirinya tengah hamil.

"Gue beneran hamil? Dan ini anak si brengsek itu?" Tanyanya pada diri sendiri lalu tersenyum getir. "Hah, kayaknya gue gila sekarang."

Caca kembali menurunkan kaosnya, lalu menyambar tas dan kunci mobilnya. Dari pada terus menerka-nerka tanpa ada kepastian, lebih baik ia memastikannya sendiri ke dokter.

"Gimana, dok?" Tanya Caca setelah dokter memeriksanya.

Dokter itu menatap Caca dan kertas-kertas di depannya bergantian. "Umur kamu berapa?"

"Delapan belas, dok."

"Kamu udah nikah?" Tanyanya lagi. Caca terhenyak karena mendapat pertanyaan itu. "Em... dua bulan lalu baru cerai, dok."

Dokter itu pun tampak kaget. "Jadi masih dalam masa iddah ya?"

Caca hanya mengangguk seraya meremat jemarinya karena gugup. Pasalnya ia tidak ada masa iddah karena Kiano tak mengakui jika mereka pernah tidur saat dipersidangan.

Dokter wanita itu menghela napas panjang. "Kalau boleh tahu, kapan hari pertama haid terakhirnya?"

Caca menggigit bibirnya. "Tiga bulan lalu, dok."

Alis sang dokter saling tertaut. "Lho, kamu baru sadar sekaranng?"

Caca mengangguk lagi seraya menatap dokter itu lekat. "Saya hamil ya, dok?" Tanyanya takut-takut.

Kini dokter gantian yang mengangguk. Sontak Caca pun memejamkan matanya sejenak sebelum kembali menatap sang dokter. "Tapi kami melakukannya cuma sekali, Dok. Karena itu saya pikir gak akan jadi masalah dan setuju buat cerai."

Dokter itu kembali menghela napas. "Itu bisa aja terjadi. Mungkin saat kalian melakukan itu, kamu sedang dalam masa subur. Umur kamu masih muda banget, emang mantan suami kamu umur berapa?"

"Seumuran, dok. Saya sama dia dijodohin. Kita nikah pas masih SMA."

Sekarang dokter itu pun paham permasalahannya. "Oke, tapi hal ini gak boleh kamu sembunyiin dari dia ya? Berhubung masih dalam masa iddah. Kalian bisa pikir-pikir lagi buat rujuk. Kasian kan anaknya kalau kalian pisah."

Caca tampak berpikir. "Kayaknya itu gak mungkin, dok. Dia benci banget sama saya. Lagian dia udah punya pacar dan sekarang lagi di luar negeri. Kayaknya saya bakal besarin anak ini sendiri."

Dokter terdiam lumayan lama. "Mau usg? Tawarnya kemudian.

Caca menganguk karena ia juga penasaran dengan kondisi janinnya. Tanpa sadar Caca mengelus perutnya. Ada sedikit rasa takut dan bahagia dihatinya. Caca harap ia bisa melewati semuanya dengan baik meski Kiano tak tahu soal anaknya itu. Lagipula Caca tidak yakin lelaki itu akan menerima anak dalam perutnya. Kata-kata lelaki itu masih ia ingat jelas karena itu Caca ragu untuk memberi tahunya.

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

kamu harus bisa Caca 👍🤨

2023-05-19

1

Aska

Aska

yg sabar caca km wanita hebat pasti bisa menjalani nya semangat bumil 💪

2023-04-06

0

Nur Aeni

Nur Aeni

sabar y Caca buat kiano nyesel bikin pacarnya yang di luar negeri selingkuh punya pacar lagi

2023-04-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!