"Sekarang Mommy tanya sama kamu, Kiano. Apa yang Caca gak punya dari wanita itu hem?"
Kiano tak bisa menjawab karena ia tak pernah tahu seperti apa Caca. Yang ia tahu hanya Anya dan Anya. Cinta pertamanya.
Seperti anak muda kebanyakan, saat itu cinta Kiano pada Anya sedang menggebu-gebu. Lalu kedua orang tuanya justru menjodohkannya dengan gadis yang sama sekali tak ia kenali. Bagaimana bisa ia menerima itu sedangkan hatinya sudah dimiliki orang lain. Kiano menolaknya dengan keras, tetapi kedua orang tuanya malah mengancam akan mengirim Anya pergi dari kehidupannya jika ia menolak pernikahan itu. Karena itu Kiano tak bisa menolaknya dan melimpahkan kebencian itu pada Caca. Gadis yang tak tahu menahu soal kehidupannya. Ditambah kala itu Caca juga tak menolaknya seolah itulah yang gadis itu inginkan. Disitulah Kiano menyimpulkan Caca adalah wanita licik.
Ariana mendengus sebal. "Kamu gak akan bisa jawab, Kiano. Karena kamu gak pernah lihat kelebihan Caca, yang jauh lebih diatas j*l*ng itu."
"Mom." Kiano memperingati agar Ariana berhenti memanggil Anya dengan sebutan itu.
Ariana memijat pangkal hidungnya. "Cari Caca, Kiano. Sebelum kamu menyesal dam melihat Mommy mati."
"Mom, please. Berhenti bicara seperti itu. Okay, aku bakal cari Caca." Putus Kiano merasa putus asa dengan sikap keras kepala Mommy-nya itu. Bagaimana pun ia belum siap kehilangan wanita yang sudah melahirkannya itu.
Mendengar hal itu, wajah Ariana langsung berbinar. "Beneran kamu mau nyari Caca?"
Kiano mengangguk. "Asal Mommy janji buat jaga kesehatan, aku akan melakukan itu."
Ariana mengembangkan senyuman lebar. "Cari dia sampe ketemu, No. Mommy pengen dia datang ke sini. Ya ampun, Mommy gak sabar buat meluk dia."
Kiano terdiam melihat jiwa semangat dalam diri sang Mommy. Kadang ia heran kenapa Caca bisa secepat itu mengambil hati kedua orang tuanya. Padahal sejak mereka menikah Caca jarang ke rumahnya selain dirinya yang membawa gadis itu ke sana. Karena sedari dulu Kiano memang sengaja tak ingin mereka dekat karena itu membatasi kebebasan Caca untuk bertemu mereka. Siapa sangka mereka tetap dekat bahkan sampai tahap ini. Entahlah, Kiano sendiri pusing memikirkannya.
****
Keesokan hari, Caca kembali ke kampus setelah beberapa hari bolos. Seperti biasa, ia memakai pakaian longgar untuk menutupi kehamilannya.
"Ca." Panggil seseorang saat Caca baru saja keluar dari mobilnya. Refleks ia pun menoleh dan seketika matanya terbelalak.
"Randy?" Caca menatapnya heran. Bagaimana tidak, sejak hari kelulusan itu Randy menghilang bak ditelan bumi. Dan baru sekarang lelaki itu muncul.
Pemuda itu tersenyum lalu mendatanginya. "Apa kabar, Ca?" Tanyanya.
"Kayak yang lo liat gue sehat banget. Lo sendiri gimana? Ke mana aja lo?" Sembur Caca dengan tatapan berbinar.
Alih-alih menjawab, Randy hanya tersenyum kecil lalu melihat ke arah perut Caca. Sontak Caca pun salah tingkah.
Kenapa dia liat perut gue? Jangan-jangan....
"Bisa ikut gue sebentar?" Ajaknya yang berhasil membuyarkan pikiran Caca.
"Sekarang?" Tanya Caca yang dijawab anggukkan oleh Randy. "Ck, gue ada jam kuliah, Ran. Gimana kalau nanti kita makan siang bareng? Em... di depan ada resto, makanannya lumayan enak. Tunggu gue di sana ya?"
Randy mengangguk. "Gue tunggu."
Caca tertawa kecil. "Jangan nunggu gue juga kali, Ran. Cuma bercanda tadi. Gue lama. Mending lo ke mana dulu kek. Hari ini gue ada dua jadwal kuliah. Siang baru free."
Randy mengangguk lagi. "Ya udah, resto depan kan?"
"Hm." Caca mengangguk antusias. "Ya udah, gue masuk dulu ya? See you, Ran." Tanpa menunggu lagi Caca bergegas pergi karena beberapa menit lagi kuliahnya akan dimulai.
Randy tersenyum. "Mulai hari ini gue gak akan lengah lagi, Ca. Gue bakal dapetin elo apa pun caranya. Gak peduli status lo sekali pun." Cukup lama pemuda itu berdiri di sana dengan senyuman lebarnya. Entah kenapa setelah bertemu Caca lagi hatinya samakin yakin untuk mendapatkan Caca kembali.
Tidak jauh dari sana terlihat mobil Kiano terparkir, sejak tadi lelaki itu mengawasi mereka berdua. Awalnya Kiano ingin mendatangi Caca dan mengatakan keinginan Mommy-nya. Sayangnya ia malah melihat adegan itu.
"Cih, bahkan saat hamil anakku saja kamu masih bisa kencan sama cowok lain, Caca." Dengan wajah dinginnya Kiano pun meninggalkan tempat itu.
Siang harinya, Caca menepati janjinya untuk makan siang bersama Randy di restoran depan kampus. Dan kini keduanya sudah duduk berhadapan.
Caca merasa heran karena restoran itu sangat sepi. Padahal beberapa kali ia makan siang di sana biasanya tempat itu selalu penuh.
Randy terus memperhatikannya. "Kenapa, Ca? Lo gak nyaman ya?"
Spontan Caca menatap Randy. "Eh, enggak kok. Cuma heran aja, kok sepi ya? Biasanya tempat ini rame banget."
Randy tersenyum. "Lupain itu. Ayo makan."
Caca mengangguk antusias. Kemudian langsung melahap salad sayur yang dipesannya tadi.
"Kenapa cuma pesen salad? Emang kenyang?" Tanya Randy.
"Soalnya cuma makanan ini yang bisa gue makan, Ran. Kalau gak salad paling roti tawar atau selai coklat. Yang lain pasti mual." Jawab Caca keceplosan. Namun detik berikutnya ia terhenyak sadar akan jawabannya barusan. Spontan ia menatap Randy.
Randy tersenyum dan sama sekali tak terlihat keterkejutan di wajahnya. "Ya udah, makan kalau gitu. Biar baby-nya juga sehat."
Deg!
Caca kaget mendengar perkataan Randy barusan. Randy tahu soal kehamilannya? Lalu apa dia juga tahu soal Kiano ayah dari anaknya itu?
Melihat ekspresi kaget Caca, Randy pun bicara lagi. "Lo gak perlu nutupin apa pun dari gue, Ca. Gue tahu tentang lo, semuanya."
Lagi-lagi Caca dibuat kaget oleh pemuda di hadapannya itu. Ditatapnya Randy lamat-lamat. "Dari mana lo tahu?"
Randy memotong daging menjadi beberapa bagian. "Tahu sendiri."
Caca terlihat gugup sekarang. "Sejak kapan lo tahu, Ran?"
"Sejak awal." Jawab Randy kemudian menyuap sepotong daging ke dalam mulutnya. Lalu tersenyum ke arah Caca.
Caca menegakkan tubuhnya seraya menatap Randy tak percaya.
Randy menghela napas. "Gue tahu karena sering lihat elo pulang bareng Kiano, Ca. Gue penasaran, jadi coba nyari tahu tentang lo. Maaf soal itu karena gue lancang."
Caca terdiam karena bingung harus bicara apa lagi. Ia pikir selama ini tak ada yang akan tahu soal hubungannya dengan Kiano selain Anya.
"Ca." Panggil Randy yang berhasil membuyarkan lamuman Caca.
"Hm?" Ditatapnya Randy dengan wajah tegang.
Randy terkekeh lucu. "Jangan tegang gitu, Ca. Santai aja, gue gak akan bilang sama siapa-siapa kok."
Caca menghela napas pendek. "Gue gak nyangka bakal ada yang tahu soal rahasia ini selain keluarga tentunya."
Randy tersenyum geli. "Kebenaran itu akan salalu terungkap, Ca."
Caca mengangguk kecil lalu menyuap sesendok salad ke mulutnya sambil sesakali melirik Randy.
"Oh iya, tadi lo nanya gue ke mana aja kan? Gue gak ke mana-mana, Ca. Gue cuma sibuk aja akhir-akhir ini, nerusin usaha bokap."
Caca mengangguk paham. "Terus lo gak kuliah?"
Randy menggeleng. "Gue mau fokus usaha aja, Ca. Kasian bokap udah tua."
Lagi-lagi Caca mengangguk dan lanjut makan. Sekarang ia agak canggung karena Randy mengetahui rahasianya.
Randy meliriknya sekilas. "Kuliah lo gimana? Gue denger lo ambil kedokteran ya?"
"Iya, gue pengen jadi orang berguna, Ran." Jawab Caca yang kemudian menyesap jusnya.
"Bagus itu. Pertahanin pemikiran lo, Ca." Sahut Randy. Caca pun mengangguk sebagai jawaban.
Randy terus mencuri pandang ke arah Caca. "Jerawat lo di deket bibir manis banget, Ca."
Eh?
Caca menyentuh sekilas jerawat yang ada di dekat bibirnya. "Jerawat kok dibilang manis. Gue juga gak tahu, akhir-akhir ini gue sering jerawatan. Walau gak banyak sih."
"Tapi jerawat lo itu emang bikin lo tambah manis, gue suka."
"Hah?" Caca menatapnya bingung.
Randy terkekeh lucu. "Lucu banget ekspresi lo, Ca. Santai aja kali.
Caca mendengus sebal. "Bacot lo, Ran." Ketusnya yang kemudian lanjut makan. Randy pun terkekeh lagi karena menurutnya Caca sangat menggemaskan. Sejak dulu gadis itu selalu memberikan reaksi alami tanpa dibuat-buat. Itu salah satu yang ia sukai dari Caca.
"Oh iya, Ran. Lo tahu Gladis gak?" Tanya Caca pada akhirnya.
"Kenapa emang?"
"Dia mau nikah bulan depan." Ungkapnya. "Tapi sayang gue gak bisa dateng, perut gue makin gede gak memungkinkan buat hadir. Meski gue pengen banget sebenernya."
Randy yang mendengar itu pun berhenti makan. "Kalau lo pengen banget, gue siap temenin."
Caca memutar bola matanya malas. "Gak ngebantu sama sekali."
"Siapa bilang gue gak ngebantu. Gue bisa ngaku suami lo, gampang kan? Bilang aja kita selama ini diam-diam nikah. Gue yakin mereka bakal percaya." Caca tertawa geli mendengarnya.
"Gak perlu. Gue gak mau mempersulit hidup lagi. Mending gue duduk di rumah dari pada nambah masalah." Sahut Caca kemudian.
Randy menatapnya serius. "Gimana kalau gue serius mau nikahin lo, Ca?"
Caca terdiam sejenak, tetapi detik berikutnya ia terbahak karena masih berpikir Randy bercanda.
"Gue serius, Ca. Gue bisa jadi suami sekaligus ayah buat anak dalam perut elo. Gue bakal terima dia kayak anak gue sendiri." Seketika tawa Caca pun berhenti.
"Gak bisa! Dia anak gue!" Seru seseorang yang berhasil menarik perhatian keduanya. Seketika mata Caca pun melotot saat menyadari siapa orang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Mery Trizmiza
caca sama randy aja biar mantan suami nya nyesel tuh
2023-06-03
1
Uthie
Baru kebakaran tuhhh si manusia nyebelin 🤨😏🤨
2023-05-19
0
suharty thy
ya ampun mam udah tau bagaimana sifat dan kehidupan pacar anaknya, bukannya memberikan bukti nyata malah membenci orang nya dan suruh anaknya menjauhi pacarnya, contohnya saat jalan terus pacar anaknya lewat tanpa sengaja atau sengaja kan bisa di videoin atau nggak telpon anaknya suruh datang liat kelakuan pacarnya, lah ini tiba2 nggak ngerestuin, di suruh menjauh, lah logikanya siapa yang mau jauhin sedang si pacarnya nggak ada salah apa2 tiba2 di jauhin dan di putusin, coba aja tuh ibu pas suruh anaknya menjauhi pacarnya bilangnya "aku suruh kamu ngejauhin pacar kamu sebab aku lihat pacar kamu ini-itu, begini-begitu dan ini bukti nya, kalau kamu nggak percaya sama buktinya kamu selidiki sendiri diam2" ya pasti anaknya bakal selidikin dulu bibit bebet dan bobotnya sih pacar
2023-04-08
1