Chapter 17

Kiano mendudukkan diri di sofa, lalu memijat pangkal hidungnya karena kepalanya pusing sekarang. Jujur Kiano teramat kecewa saat Agra berhasil membongkar jati diri kekasihnya itu. Dan langsung meminta sang Daddy menyita apartemen dan semua fasilitasnya di Aussie. Ia ingin tahu apa yang akan kekasihnya lakukan, alih-alih pulang Anya justru bermain gila dengan pria asing.

Tidak sampai di sana saja, selama ini Anya sudah menipunya mentah-mentah. Mengaku anak angkat dari pengusaha ternama, yang ternyata hanya anak dari keluarga sederhana. Mungkin Kiano tidak akan marah jika Anya hanya berbohong soal statusnya itu, tetapi wanita itu sudah membuat kesalahan fatal. Membuang orang tuanya yang tak bersalah hanya karena tak ingin ketahuan oleh Kiano. Tentu saja Kiano tak bisa memaafkan hal itu.

Beberapa hari lalu, Kiano juga mendatangi orang tua kandung Anya yang cukup memprihatinkan. Selama ini ia sudah terpedaya oleh cinta palsu Anya. Wajah polos dan manja Anya membuatnya seolah buta dan tuli. Kiano menyadari jika dirinya sangatlah bodoh.

Bukan hanya itu saja, kekayaan yang Anya punya selama ini tak lain dan tak bukan adalah pemberian lelaki hidung belang. Anya rela menjual diri hanya untuk tampil sempurna di depan teman-temannya, termasuk untuk menjerat Kiano. Yang pada dasarnya menyukai wanita manja dan polos.

Kiano yang semakin pusing pun memilih tidur karena besok ia harus kembali bekerja demi kelangsungan hidupnya. Memikirkan Anya hanya akan memperburuk suasana hatinya.

****

Di tempat lain, lebih tepatnya di kamar apartemen Caca. Bumil yang satu itu tak kunjung tertidur. Ia terlihat duduk di balkon seraya mengelus perutnya, menikmati hembusan angin dingin. Padahal malam semakin larut, tetapi ia masih tenggelam dalam pikirannya sendiri. Memikirkan soal pertemuannya dengan Kiano yang terus menerus seolah Tuhan memang sengaja melakukan itu. Semuanya bukanlah kebetulan semata.

Caca menghela napas berat. "Tuhan, jangan Kau hadirkan perasaan apa pun lagi dalam hatiku untuk lelaki itu. Aku lelah jika harus berharap lagi, Tuhan." Keluhnya.

Ia menyandarkan punggungnya di kursi kayu itu dengan mata terpejam. Entah kenapa ia malah mengingat saat pertama kali dirinya dipertemukan dengan lelaki itu, Kiano Atmaja.

Bruk!

Caca terkejut karena ia tak sengaja menyenggol susunan buku di meja perpustakaan. Sontak saja ia menjadi pusat perhatian semua orang karena membuat keributan di tempat yang harusnya tenang.

Buru-buru Caca memungutinya dengan wajah memerah karena malu. Sampai sepasang tangan besar pun membantunya memunguti buku yang berserakan di lantai itu. Spontan Caca pun mendongak.

Seketika ia terkesiap saat melihat sosok tampan di depan matanya itu, hanya saja pemuda itu terlalu fokus memunguti buku dan tak memperhatikan Caca. Pandangan Caca pun jatuh pada rompi yang lelaki itu kenakan, sontak ia pun langsung tahu jika penolongnya itu salah satu anggota osis. Mata Caca pun kembali tertuju pada name tagnya yang bertuliskan nama Kiano Atmaja.

Dengan sigap pemuda itu bangkit dan menaruh buku-buku itu kembali di atas meja. Lalu meninggalkan Caca begitu saja. Refleks Caca pun bangkit seraya memeluk tumpukan buku itu. "Hey, terima kasih." Ucapnya sedikit tertahan karena kembali tersadar dirinya sedang berada di perpustakaan.

Pemuda itu hanya melambaikan sebelah tangannya sedangkan tangannya yang satu lagi berada di saku celana.

Caca tersenyum. "Kiano Atmaja? Kenapa gue gak pernah lihat dan dengar nama dia ya? Ck, bisa-bisanya gue gak tahu ada cowok seganteng itu di sekolah ini." Gumamnya seraya menaruh buku yang ada dalam dekapannya itu kembali di atas meja. Kemudian ia pun beranjak keluar untuk mengejar pemuda itu, sayangnya ia tak menemukan jejaknya di sana. Caca menghela napas kasar, lalu meninggalkan perpustakaan dengan sedikit kecewa.

Saat pulang sekolah, Caca kaget karena yang menjemputnya bukan sang supir melainkan kedua orang tuanya. Sangat jarang kedua orang tuanya itu punya waktu kosong, tetapi hari ini mereka menyempatkan diri untuk menjemputnya.

Lho, tumben Mama sama Papa yang jemput? Biasanya juga sibuk. Pikirnya. Namun ia bergegas masuk ke mobil orang tuanya karena tak ingin membuat mereka menunggu.

Mama pun menoleh dengan senyuman manisnya. "Hai, Sayang. Gimana sama sekolahnya?"

Caca tersenyum. "Aman dong, Ma. Oh iya, tumben Papa sama Mama yang jemput? Pak Pur mana?" Tanya Caca seraya menaruh tas di sisinya. Lalu menatap kedua orang tuanya bergantian.

"Kita mau jenguk sabahat Papa yang sakit, Sayang. Makanya Papa yang jemput kamu." Jawab Mama.

Caca mengerutkan kening. "Lho? Caca juga harus ikut?"

Ferry mengangguk. "Papa mau kenalin kamu sama mereka."

Caca mengangguk pahan. "Tapi Caca laper, Pa." Rengeknya dengan wajah memelas.

Sontak Papa Ferry pun tertawa kecil. "Ya udah, kita mampir dulu di restoran, kasian banget anak Papa kelaparan."

Caca terkekeh lucu. "Makasih, Papa." Dikecupnya pipi Ferry penuh cinta. Sontak kedua orang tuanya itu tertawa geli.

Kini keluarga kecil itu pun tengah makan siang dengan khidmat. Caca yang sejak awal sudah kelaparan pun makan dengan begitu lahap.

"Ca." Panggil Ferry pada akhirnya. Spontan Caca pun menoleh dengan mulut yang masih mengunyah.

"Kenapa, Pa?" Tanyanya bingung.

Papa mengusap mulutnya dengan tisu karena sudah selesai makan. Kemudian menatap istrinya. Tias pun langsung mengangguk kecil. Tentu saja Caca bingung melihat interaksi mereka berdua.

"Sebenarnya Papa sama Mama udah jodohin kamu sama anak sahabat Papa."

Uhuk!

Caca langsung tersedak mendengar itu. Buru-buru ia meraih gelasnya dan meneguknya sampai tandas. Dadanya terasa sakit karena ia benar-benar tersedak. Bahkan sudut matanya sampai berair.

Ditatapnya sang Papa sambil tertawa geli. "Papa becanda ya?"

"Papa gak becanda, Sayang." Jawab Ferry terlihat serius.

Seketika wajah Caca pun menegang, bahkan sampai menelan air liurnya sendiri sangking kaget dan tak percaya.

"Papa udah sepakat jodohin kamu Kiano, anaknya Om Regar. Kamu inget Om Regar?" Tanya Papa yang langsung dijawab gelengan oleh Caca. Pasalnya ia memang tak mengenalnya.

Tias menyodorkan ponselnya pada Caca, menunjukkan foto Kiano. "Ini anaknya Om Regar, namanya Kiano."

Caca mengambil ponsel sang Mama dengan tatapan masih tertuju pada kedua orang tuanya, lalu melihat ke layar ponsel. Sontak matanya terbelalak kala melihat foto itu.

Huaaa! Ini kan cowok di perpus tadi? Demi apa gue mau dijodohin sama dia? Aaaa, mau banget. Pekiknya dalam hati. Tentu saja Caca tidak munafik, ia menyukai pria tampan seperti Kiano.

"Gimana? Ganteng kan?" Tanya Mama yang berhasil membuat Caca kaget.

"Biasa aja." Jawabnya cepat. Padahal dalam hatinya ia memekik kegirangan karena dijodohkan dengan cowok tampan yang baru ia temui di perpustakaan.

"Ck, lihat baik-baik Caca. Anaknya baik, ganteng, cool lagi. Mama yakin kamu suka kalau ketemu langsung." Bujuk Tias berusaha meyakinkan anaknya itu.

Udah ketemu, Mama. Caca suka kok. Tapi masalahnya... dia mau gak sama Caca? Teriak Caca dalam hati. Mana berani ia berkata seperti itu pada kedua orang tuanya.

"Ekhem." Gadis itu berdeham kecil seraya menegakkan tubuhnya. Berusaha untuk tetap tenang. "Pa, Ma. Caca masih sekolah, belum juga kelas tiga lho. Lagian belum tentu juga cowok itu mau kan sama Caca?"

Ferry dan Tias pun tersenyum geli. "Jadi kalau dia gak nolak, kamu mau kan?"

Eh!

Caca menghela napas untuk menyembunyikan kegugupannya. "Ma, Pa, Caca gak mau ah. Caca masih sekolah, masih pengen lanjut study." Caca tidak bohong dengan perkataanya. Ia masih ingin melanjutkan sekolah dan mengejar cita-citanya. Namun ia juga tak sepenuhnya menolak perjodohan itu.

Mama meraih tangan Caca lembut. "Ca, kalian masih bisa kok lanjut sekolah bahkan kuliah." Bujuknya.

"Iya, Ca. Soal sekolah aman itu, kalian bisa nikah diam-diam. Papa jamin gak akan ada yang tahu. Om Regar itu donatur terbesar di sekolah kamu. Papa rasa itu gak akan jadi masalah." Timpal Ferry mencoba meyakinkan putrinya.

Caca memasang wajah terpaksa. "Tapi...."

"Ca, Om Regar sakit parah. Papa takut ini akan jadi permintaan terakhirnya. Selama ini Om Regar udah banyak bantu keluarga kita. Papa berhutang budi, Ca. Papa gak tahu cara nolaknya gimana. Lagian gak ada salahnya kan kamu coba ketemu dia dulu?"

Udah, Pa. Caca udah ketemu. Jawab Caca dalam hati.

"Mama rasa kamu pernah ketemu dia kan? Kalian satu sekolah." Timpal Tias.

Caca langsung menggeleng. "Kita gak pernah ketemu. Siswa angakatan Caca banyak banget, Ma. Mungkin dia kelas unggul."

"Yap, Kiano memang anaknya pintar. Regar sering bilang itu ke Papa dan dia salah satu siswa berprestasi di sekolah."

"Tuh kan. Mana mau dia sama Caca yang cuma siswa biasa ini, Pa." Caca pura-pura minder. Ia tak ingin ada yang tahu soal ketertarikannya pada lelaki itu. Padahal sekarang ini ia sangat penasaran seperti apa Kiano ini.

"Ya udah gini aja. Kita langsung ke rumah sakit aja. Kamu bisa ketemu Kiano di sana, kalian bisa kenalan langsung." Usul Ferry. Alhasil Caca pun cuma bisa mengangguk pasrah, padahal dalam hatinya sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan pemuda itu. Rasa penasarannya benar-benar menggebu sekarang.

Terpopuler

Comments

Alanna Th

Alanna Th

dari awal cinta brtepuk sblh tngn. lnts knapa caca jadi beci? klakuan kiano tk sbgs tampangny kali y?

2023-08-07

0

Uthie

Uthie

Oalah.... ada tertarik juga tohh di awalnya 😁

2023-05-20

0

Aska

Aska

mencintai boleh ca tapi jgn sampai km dibodohi rasa cinta mu ke kiano
buang jauh2 rasa cintamu itu,

2023-04-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!