Chapter 18

Jantung Caca berdegup kencang saat mereka memasuki sebuah ruang rawat VIP. Benar dugaanya, Kiano sudah ada di sana. Pemuda itu sudan berganti pakaian kasual. Tengah duduk di tepi brankar seraya menatap ke arah pintu. Tanpa sengaja pandangan Caca pun bertemu dengan pemuda itu. Namun cepat-cepat Caca memutus pandangan saat Ariana datang menghampiri.

Ariana memberikan sambutan hangat. Bahkan Caca juga mendapat pelukan dan ciuman dipipi seolah mereka sudah mengenal sebelumnya. Padahal ini pertama kalinya mereka bertemu.

"Caca ya?" Sapanya. Spontan Caca pun mengangguk kecil. "Duh, cantiknya."

Tias pun ikut tersenyum. "Anak semata wayang saya lho, kalau gak cantik harus diragukan Mama Papanya."

Ariana tertawa geli mendengar candaan Tias barusan. "Bener banget. Ya udah, yuk duduk dulu." Ajaknya membawa Tias dan Caca duduk di sofa. Sedangkan Ferry meletakkan buah tangannya di atas nakas dan duduk di sebelah Regar yang masih terbaring lemah.

Sedangkan Kiano sejak tadi terus memperhatikan Caca yang tengah mengobrol dengan sang Mommy. Gadis itu terlihat kaku menurut Kiano.

Regar yang melihat itu tersenyum. "Gimana, No? Cantik kan anaknya Om Ferry?"

Kiano terhenyak dan langsung menatap Daddy dan Ferry bergantian. Lalu tersenyum kecil. "Semua perempuan cantik, Dad."

Ferry tertawa mendengarnya. "Pinter anak kamu, Gar."

Regar tersenyum dan kembali menatap putranya, meraih tangan anak itu lembut. "Jadi gimana soal pembahasan kita sebelumnya hem? Sekarang kamu udah tahu kan orangnya gimana? Setuju kan?"

Kiano menatap sang Daddy tanpa memberikan jawaban. Ya, sebelumnya Regar memang sudah mengatakan soal perjodohan itu pada Kiano. Tentu saja Kiano ingin menolaknya, tetapi kondisi Regar saat ini yang lemah membuatnya urung melakukan itu. Regar sendiri mengidap penyakit sirosis hati. Yang membuatnya harus menjalani perawatan intensif dalam jangka panjang. Dan membutuhkan pendonor yang cocok.

"Anak Om kurang cantik ya?" Timpal Ferry. Sontak Kiano menggeleng.

"Dia cantik." Jawabnya dengan wajah datar. Kedua lelaki paruh baya itu pun tertawa bersamaan. Dan itu menarik antensi ketiga wanita yang duduk di sofa. Lagi-lagi Caca dan Kiano pun bertemu pandang. Hanya saja kali ini tidak ada yang mengalah. Sampai dehaman Ferry pun mengejutkan keduanya.

"Jadi gimana keputusan kalian berdua hem? Setuju untuk menikah?" Tanyanya. Spontan Caca dan Kiano pun kembali bertatapan. Namun tak ada yang bersuara di antara mereka.

Kenapa dia malah diem sambil natap gue? Jangan bilang dia setuju? Huaaaa, apa dia suka juga sama gue? Batin Caca begitu percaya diri dan masih setia menatap lelaki kaku itu.

Sial! Kenapa dia gak nolak sih? Kesal Kiano membatin. Ia benar-benar berharap Caca yang menolaknya lebih dulu lalu dirinya akan menimpali. Jadi ia punya alasan kuat tanpa harus menyakiti perasaan Daddy-nya. Sayangnya gadis itu malah diam seolah menginginkan pernikahan konyol itu. Kiano kesal sekarang.

"Ah, kayaknya mereka setuju, Fer. Diam tandanya iya. Gimana kalau kita nikakan mereka lusa?" Kata Regar dengan senyuman bahagianya.

Caca dan Kiano kaget mendengarnya. Keduanya benar-benar terdiam sangking syoknya. Lusa? Bukankah itu terlalu cepat.

"Setuju." Sahut Ariana dengan antusias seraya merangkul Caca.

Caca melirik Kiano, sayangnya lelaki itu tak memberikan tanggapan apa pun. Menyimpulkan bahwa lelaki itu memang setuju menikah dengannya.

Regar menyentuh lengan Kiano. "Daddy tenang sekarang, No."

Kiano mengusap tangan Regar lembut. "Daddy harus sembuh."

"Tentu, Daddy pasti sembuh supaya bisa lihat cucu-cucu imut dari kalian nantinya." Mendengar itu semua orang tertawa geli. Kecuali Caca dan Kiano, keduanya cuma bisa lirik-lirikan dan tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Dan lusanya, Pernikahan pun dilangsungkan secara tertutup dan rahasia di kediaman gadis itu. Acara sederhana namun begitu khidmat. Karena yang hadir hanya keluarga inti saja.

Caca terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya gading. Begitu pun dengan Kiano yang terlihat tampan dengan beskap warna senada. Meski begitu terlihat jelas ketegangan di wajah keduanya. Padahal mereka belum memiliki perasaan apa pun saat itu, tetapi tetap saja mereka setegang itu.

Saat ini Kiano sudah berhadapan di depan penghulu dan Ferry sebagai wali Caca.

"Bagaimana, apa bisa kita mulai ijab kabulnya?" Tanya sang penghulu.

Kiano pun mengangguk.

"Baiklah, sebelum kita mulai saya mau tanya sama mempelai wanita. Apa benar-benar bersedia dan ikhlas menikah dengan sodara Kiano Atmaja?" Tanya Penghulu pada Caca.

Kiano menoleh dan menatapnya tanpa ekspresi, berharap Caca menolaknya. Sayangnya gadis itu malah mengangguk meski terlihat sedikit ragu.

Ya Tuhan, apa ini benar-benar langkah terbaik? Batin Caca yang sebenarnya memiliki perasaan ragu.

Kiano menghela napas pelan dan fokus kembali ke depan. Ditatapnya sang Daddy yang tersenyum senang meski ditangannya masih tertancap jarum infus. Jika Kiano menghentikan pernikahan ini, apa yang akan terjadi padanya? Itulah yang saat ini Kiano pikirkan. Alhasil ia pun memilih lanjut karena tak ingin terjadi seuatu pada sang Daddy.

Dan pernikahan pun dilanjutkan dengan khidmat. Ferry menjabat tangan Kiano dengan erat, seolah siap menyerahkan putrinya pada pemuda itu.

"Ananda Kiano Atmaja, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya, Raicha Mahalini. Dengan seperangkat alat solat, serta uang seribu dolar dan emas seratus gram dibayar tunai!" Ucap Ferry begitu lantang seraya menghentakkan tangannya.

Jantung Caca berdegup tak karuan karena sangat tegang. Kedua tangannya saling memaut dan mulai basah karena berkeringat.

"Saya terima nikahnya Raicha Mahilini binti Ferry Setiawan dengan maskawin tersebut dibayar tunai!" Kiano berhasil mengucapkan itu dalam satu tarikan napas. Sontak semua orang pun bernapas lega, termasuk Caca tentunya yang sudah tegang sedari tadi.

"Bagaimana saksi, sah?"

"Sah!" Sahut para saksi dan keluarga inti yang hadir di sana.

Semua orang pun langsung mengucap syukur dan penghulu segera membacakan doa.

Caca mencium tangan Kiano sesuai perintah, begitu pun dengan Kiano yang mengecup kening istrinya meski tak rela. Kedua mempelai itu pun bertukar cincin kawin. Dan setelahnya mereka pun sungkeman dan bersalaman dengan keluarga besar.

Setelah acara sederhana itu selesai, mereka pun memilih ke kamar untuk berganti pakaian. Tentu saja Caca gugup karena ini pertama kalinya satu kamar dengan lelaki, meski Kiano sudah menjadi suaminya sekarang. Tetap saja ia gugup dan merasa aneh.

"Beresin barang kamu, kita pindah ke apartemen sore ini." Ucap Kiano dengan nada dinginnya.

"Hah?" Kaget Caca juga merasa bingung.

Kiano menatapnya tanpa ekspresi. Caca pun langsung mengangguk patuh lalu duduk di depan meja rias. Sedangkan Kiano malah keluar dari kamar.

Caca menghela napas berat. "Kenapa sikap dia gitu sih? Kayak orang kepaksa aja." Gerutunya seraya melepas aksesoris di kepalanya. Setelah itu ia pun berganti pakaian dan memasukkan barang-barang berharganya ke dalam koper.

Sore hari, Kiano dan Caca pun benar-benar langsung pindah ke apartemen meski diawal kedua orang tua Caca tidak setuju. Namun Kiano berhasil meyakinkan mereka dan sekarang mereka sedang dalam perjalanan. Selama itu pula suasana tampak hening. Tidak ada yang berani bersuara lebih dulu.

Kiano mengambil sesuatu dari laci dasboard, lalu memberikan itu pada Caca. Yaitu sebuah amplop coklat.

Caca mengernyit bingung. "Apa ini?" Tanyanya.

Namun Kiano tak menjawab, alhasil Caca pun menerimanya dan membuka isinya. Seketika mata gadis itu terbelalak saat melihat isinya ternyata surat perjanjian pernikahan. Di mana mereka akan bercerai dalam jangka waktu satu tahun. Itu artinya mereka akan berpisah setelah hari kelulusan. Di sana juga tertulis jika di antara mereka tidak boleh ikut campur masalah kehidupan masing-masing. Bahkan mereka akan tidur terpisah.

Refleks Caca menoleh ke arah suaminya itu untuk meminta penjelasan. "No?"

Kiano menoleh sekilas. "Sejak awal aku gak setuju dengan pernikahan ini."

Caca kaget mendengarnya. "Kalo elo gak setuju, kenapa nerima pernikahan ini, Kiano? Lo bisa nolak."

"Aku terpaksa, kamu tahu kondisi Daddy kan? Sesuai isi perjanjian itu, kita akan jalanin hidup masing-masing meski tinggal satu atap." Jawab pemuda itu dengan entengnya.

Caca meremat kertas itu. "Terus buat apa kita nikah?"

"Memang kamu harapin apa dari pernikahan ini? Cinta? Maaf, aku gak bisa ngasih itu. Jadi jangan berpikir soal cinta dalam pernikahan ini. Harusnya kamu nolak pernikahan ini sejak awal."

Caca menatap Kiano tajam. "Terus kenapa elo juga gak nolak hah? Pengecut!" Bentaknya tersulut emosi.

Dengan santai Kiano menoleh sekilas lalu menjawab. "Aku cuma mikirin kondisi Daddy."

Caca tercengang mendengarnya, benar-benar tak percaya dengan jawaban Kiano yang seolah mengabaikan perasaannya saat ini. Caca pikir Kiano diam karena setuju, ternyata lelaki itu hanya pengecut yang memilih diam meski hatinya menolak.

"Ternyata gue salah nilai elo, Kiano. Oke, gue turutin kemauan elo. Di antara kita gak akan pernah ada cinta." Putus Caca seraya memalingkan wajahnya ke arah jendela. Hatinya benar-benar sakit karena Kiano seolah mempermainkannya. Jika tahu begini, dari awal Caca menolak untuk menikah.

Kemudian suasana pun kembali hening.

Terpopuler

Comments

Aska

Aska

belum up Thor

2023-04-25

0

Dewi Khanza

Dewi Khanza

lanjut thor, jangan lama-lama upnya thor

2023-04-23

0

Aska

Aska

katanya gak cinta sm Caca tapi bikin perut Caca masuk angin sembilan bulan itu ulahnya siapa no 😃

2023-04-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!