"Lo gak papa, Ca? Apa perlu kita ke rumah sakit?" Tanya Randy saat mereka dalam perjalanan pulang. Pemuda itu mencemaskan kondisi Caca saat ini.
Caca langsung menggeleng. "Cuma pegel-pegel doang, Ran. Nanti juga gue bawa istirahat pasti ilang bengkaknya."
Randy meliriknya sekilas. "Yakin gak papa?"
"Iya." Sahut Caca yakin. Kemudian ia pun melihat ke luar jendela.
"Gue perhatiin Kiano kayaknya mulai perhatian sama elo." Kata Randy entah kenapa malah menyinggung Kiano. Padahal Caca sedang malas membahas lelaki itu karena masih kesal.
"Ck, dia perhatian karena gue hamil anak dia, Ran. Kalau anak ini gak ada, gak yakin gue dia mau deket-deket." Ketusnya seraya mengelus perut.
Randy menatapnya sejenak. "Lo benci sama dia?"
Caca menoleh, menatap Randy lekat. "Kayaknya gak usah bahas dia deh, Ran. Bikin mood gue ilang aja."
Randy tertawa kecil. "Sorry deh. Gak gue bahas lagi."
Caca menghela napas berat. "Lo beneran gak tahu dia karyawan baru?"
Randy menoleh lalu menggeleng. "Bukanya lo gak mau bahas dia tadi?"
"Ran." Caca menatapnya kesal. Alhasil Randy pun tertawa lucu.
"Oke, gue minta maaf. Gue beneran gak tahu sama sekali, soalnya gue serahin soal rekrut karyawan baru itu sama bawahan. Gue mana sempat ngurus soal karyawan. Kaget juga tadi pas tahu Kiano salah satu karyawan gue yang baru."
Caca mengangguk paham.
"Gue gak nyangka orang sekaya dia bisa-bisanya kerja jadi waiter?" Pancingnya karena penasaran dengan kehidupan Kiano sekarang.
"Entahlah." Sahut Caca tak ingin membahas masalah keluarga Kiano lebih jauh. Lagian ia tak punya hak ikut campur urusannya. Apa lagi mengatakan itu pada Randy. Caca rasa itu tak perlu.
Kali ini Randy yang mengangguk paham sambil sesekali melirik Caca yang terdiam sambil menatap jalanan lurus di depan. Entah apa yang sedang wanita itu pikirkan, Randy pun tak tahu. Juga tak ingin bertanya lebih jauh.
Di tempat lain Kiano tidak langsung pulang ke apartemen. Ia duduk termenung di sebuah bangku panjang pinggir jalan. Tidak peduli suasana semakin sepi bahkan udara yang cukup dingin sekali pun. Karena ia terus memikirkan kata-kata Caca yang menyiratkan kebencian yang mendalam. Seolah tak ingin dirinya berada di dekat gadis itu.
Kiano kemudian mengusap wajahnya dengan lebut. Benar-bebar tak bisa berpikir jernih sekarang. Ia sadar ini semua kesalahannya. Wajar jika Caca sangat membencinya. Ia akan terima itu.
Setelah puas merenung di sana, Kiano pun memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki.
Agra kaget saat melihat Kiano baru pulang jam dua belas malam. "Wih, hari pertama lembur lo?"
Kiano menatapnya sekilas sambil berjalan melewati pemuda itu. Lalu duduk bersandar di sofa. Agra yang merasa heran pun ikut duduk di sebelahnya. "Kenapa lagi, Bro?" Ditepuknya paha Kiano.
Kiano menggeleng dengan mata terpejam.
Agra menghela napas. "Lo baik-baik aja kan?"
Kiano mengangguk tanpa mengeluarkan suara.
"Bro, kalau ada masalah cerita sama gue. Yah, walaupun gue gak bisa ngasih solusi. Setidaknya gue pasti dengerin masalah elo." Agra coba mencari tahu masalah apa lagi sebenarnya yang menimpa sahabatnya itu. Bagaimana pun ia pasti akan membantunya.
Kiano membuka mata, lalu duduk menghadapnya. Ditatapnya Agra lekat, membuat si empu mendadak takut.
"Woi, kenapa liatin gue kayak gitu?" Agra mendadak takut.
Kiano menarik napas panjang, alih-alih menjawab ia justru pergi meninggalkan Agra yang terbengong karena sikapnya itu.
"Woi, dikacangin gue." Teriak pemuda itu merasa kesal. "Gaje lo."
Kiano sama sekali tak menggubrisnya dan memilih masuk ke kamar untuk mandi dan tidur. Hari ini cukup melelahkan untuknya yang baru pertama kali mencoba untuk bekerja.
Namun, baru juga Kiano hendak tidur. Agra mengetuk pintunya. Mau tidak mau Kiano pun bangun dan membukanya. "Kenapa?"
Terlihat jelas kebingungan di wajah Agra. "Itu." Menunjuk ke belakangnya sendiri. "Anya datang."
Tentu saja Kiano kaget dan langsung keluar dari kamar dan bergegas menuju ruang tamu.
Wanita bernama Anya itu langsung bangun saat Kiano datang dan berhambur memeluknya. "Sayang, kenapa kamu tega ninggalin aku sih?"
Kiano tidak menyahut, bahkan tak membalas pelukan kekasihnya itu. Dan itu membuat Anya heran.
Wanita itu mendongak, ditatapnya Kiano yang juga tengah menatapnya datar.
"Sayang?" Anya menarik diri. Namun masih bersikap manja seperti sebelumnya. "Sayang, aku diusir dari apartemen kamu. Pasti itu ulah Daddy kamu kan? Aku takut. Aku juga udah coba hubungin kamu, tapi gak pernah aktif."
Anya terlihat menangis sedih, tentu saja itu hanya akting untuk menarik perhatian Kiano.
"Kenapa baru sekarang kamu datang?" Tanya Kiano dengan nada dingin. Sontak Anya pun kaget.
"Sayang, aku pikir kamu masih ada keperluan di sini. Jadi aku nunggu kamu di sana." Rengek Anya kembali memeluk Kiano. Namun dengan cepat Kiano menjauh.
"Sayang?" Anya menatapnya bingung karena tak bisanya Kiano menolaknya seperti ini.
"Aku nyuruh Daddy sita apartemen itu seminggu yang lalu, Anya. Kemana aja kamu selama ini hem?"
Mendengar pertanyaan itu Anya gelagapan. "Ah, itu... aku nginep di apartemen Lita. Aku pikir kamu bakal balik." Katanya dengan wajah memelas.
Kiano mendengus sebal, ia tahu Anya tidak punya teman di sana. Ia baru sadar jika kekasihnya itu sangat pandai berakting. Ternyata selama ini ia sudah dibutakan oleh cinta sampai tak melihat keburukan kekasihnya sama sekali.
"Tunggu! Kamu yang nyuruh sita apartemen itu?" Kaget Anya baru sadar dengan kata-kata Kiano.
Agra yang menyaksikan itu dari jauh pun cuma tersenyum geli. "Gak nyangka si Anya itu bodoh." Gumamnya.
Kiano mengangguk tanpa minat.
"Tapi kenapa, Sayang?" Kesal Anya.
"Menurut kamu?" Kiano malah balik bertanya. Spontan Anya pun terlihat gugup.
"Kamu mau putus dari aku, iya? Oh, atau kamu mau balikan lagi sama di cewek murahan itu hem? Ngaku, Kiano." Sembur Anya mencoba mengalihkan pembahasan.
Kiano mengeratkan rahangnya. "Ini gak ada hubungannya dengan Caca, Anya."
Anya tersenyum getir. "Jadi bener kamu mau balikan sama dia? Kamu selingkuh?"
Kiano tersenyum getir. "Jangan bawa-bawa orang lain dalam hubungan kita, Anya. Ah, atau kamu yang selama ini selingkuh di belakangku hem?"
Mendengar itu wajah Anya pun langsung pias. "Sayang, aku gak mungkin lakuin itu. Aku cinta sama kamu."
"Cinta sama Kiano apa uangnya hem?" Sembur Agra yang mulai muak dengan akting wanita itu. Anya langsung menoleh ke arahnya.
Agra tersenyum getir. "Kita udah tahu kebusukkan elo, Anya. Jadi gak perlu pura-pura. Berapa lo dibayar satu malam? Enak ya sama batang bule?"
Anya melotot mendengarnya. "Ngomong apa sih lo, Agra?"
Agra tertawa hambar. "Ngaku anak orang kaya, tapi orang tua kandung lo buang. Duit dari mana? Kalau bukan ngangkang sama Om-om?" Celetuknya begitu frontal.
Wajah Anya pun merah padam, segera ia menatap Kiano. "Sayang."
"Eits, jauhin tangan kotor elo dari sahabat gue." Sergah Agra seraya menarik Kiano saat Anya hendak menyentuhnya. "Enak aja lo tangan bekas pegang barang orang lo pake buat nyentuh sahabat gue. Udah samak belum? Duit dari mana lo bisa balik ke sini? Berapa bule yang pake elo hem?"
"Agra! Gue bukan cewek kayak gitu." Kesal Anya mulai terisak. "Kiano, kamu harus percaya sama aku. Aku gak kayak gitu."
Alih-alih kasihan, Kiano justru menatapnya datar. "Kita putus." Ucapnya yang langsung pergi begitu saja. Bahkan tak menoleh sedikit pun.
"Kiano!" Teriak Anya frustrasi.
Alhasil Agra pun langsung mengusirnya karena muak melihat wajah wanita itu. Bisa-bisanya ia juga tertipu oleh wajah polos wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Uthie
rasain dehhh tuhhh.. habis - habisan di hina gtu 😏😏😏😏
2023-05-20
1
Pujiastuti
rasain lu Anya,,,,, baru nyadar ya kalian berdua dibohongi sama Anya,,,,,
2023-04-13
0
Aska
mamam tuh batangan bule 🤣🤣🤣
2023-04-13
1