"Lo mau kerja, Ca?" Tanya Randy tak percaya.
Caca mengangguk. "Gue pengen kerja paruh waktu, gajinya gak gede pun gue gak masalah. Asal gue ada kerjaan. Lo tahu kan bentar lagi gue punya anak. Ya kali gue minta uang susu sama Bokap. Lo juga tahu biaya kuliah gue aja udah gede banget, gak mungkin gue bebanin mereka dengan anak ini lagi." Jelasnya.
Randy menatapnya lekat. "Gue gak setuju. Anak itu ada Bapaknya, Ca. Suruh dia tanggung jawab. Kalau dia gak mau, gue bersedia nanggung tanggung jawab itu. Elo juga sekalian."
Caca tersenyum geli. "Makasih sebelumnya, Ran. Tapi gue gak bisa terus nyusahin banyak orang. Ke depannya gue pengen besarin anak ini pake uang gue sendiri. Pasti beda rasanya besarin dia pake hasil jerih payah sendiri kan?"
Randy menatap Caca lekat dengan raut tak rela jika wanita yang dicintainya itu harus banting tulang dengan kondisi hamil seperti sekarang ini.
"Ren, boleh kan?" Caca menarik tangan Randy lalu memasang wajah memelas. "Gue pengen rasain gimana dapet duit hasil jerih payah sendiri. Pasti puas banget kan?"
Randy menatap Caca heran, pasalnya baru kali ini ia melihat orang yang begitu antusias ingin bekerja sedangkan dirinya masih bisa membeli segala hal meski tak bekerja sekali pun.
"Oke, gue bakal pikirin. Tapi gue gak mau keluarga lo nantinya salahin gue karena memperkerjakan elo." Putus Randy yang berhasil membuat Caca kesenangan.
"Huaaaa... makasih, Ran." Histerisnya sembari menggenggam erat tangan Randy. "Gua jamin gak akan ada yang nuntut elo. Ini murni kemauan gue."
Randy tersenyum senang saat melihat kebahagiaan di wajah Caca saat ini.
Gue janji bakal buat elo senyum terus, Ca. Karena senyuman elo aja udah buat gue bahagia. Batin Randy.
"Jadi kapan gue bisa kerja?" Tanya Caca begitu antusias.
"Lo bisa langsung kerja kapan lo mau, gue gak ngasih batasan. Kebetulan gue butuh barista. Dan lo lulus seleksi karena kopi buatan lo enak." Jawab Randy kembali menyeruput kopinya.
Caca tertawa senang. "Seriusan?"
Randy mengangguk seraya meletakkan kembali gelas di meja.
"Tapi gue gak ngerti sistem kerja barista, apa gue perlu ikut training dulu kali ya?" Caca tampak berpikir.
"Gue yang bakal ajarin." Jawab Randy yang lagi-lagi membuat Caca kembali tersenyum senang.
"Lo temen gue yang paling baik, Ran. Makasih udah nerima gue sebagai karyawan elo." Ucap Caca dengan tulus. Ia benar-benar bahagia karena akhirnya keinginan untuk bekerja terpenuhi. Randy yang melihat itu pun ikut tersenyum senang.
****
Di tempat lain, Kiano terlihat duduk termenung di apartemen temannya. Agra, teman dekat sekolahnya dulu.
"Nih makan dulu." Agra menyodorkan sebungkus nasi padang pada Kiano. Dengan ragu Kiano menerimanya. Seumur-umur baru kali ini ia merasakan kesulitan dalam hidupnya. Bahkan untuk tidur dan makan saja ia mengandalkan sahabatnya itu. Beruntung Agra masih mau menerimanya.
"Makasih." Ucap Kiano menatap bungkus nasi itu nanar.
Agra yang melihat itu pun duduk di sebelahnya lalu memberikan tepukan di pundak Kiano. "Sabar, bro. Ini ujian buat lo."
Kiano tak menyahut dan masih setia menatap bungkus nasi ditangannya.
"Gak usah mikirin soal Anya, gue yakin dia bisa jaga diri di sana. Dia kan anak orang kaya, gak mungkin kelaparan lah." Agra berusaha menenangkan sahabatnya itu.
Kiano menatapnya lekat. "Sekarang gue gak punya apa-apa, gak tahu dia masih mau sama gue apa enggak, Ga?"
Agra tersenyum. "Justru ini kesempatan buat elo buat nguji kesetiaan dia. Kalau emang dia cinta beneran sama elo, dia akan tetap ada disamping lo apa pun kondisinya. Percaya sama gue."
Kiano mencoba untuk memikirkan pekataan sahabatnya itu. "Ga, gue boleh pinjem ponsel lo gak?"
"Lo mau nelepon Anya?"
Kiano mengangguk. "Dari kemaren gue gak hubungin dia. Dia pasti khawatir."
Agra menyodorkan ponselnya pada Kiano. "Hubungi dia, jelasin apa pun yang elo alami di sini. Karena cuma itu yang bisa lihat ketulusan dia sama elo."
Kiano mengangguk. Agra tersenyum seraya menepuk pundak Kiano, lalu meninggalkannya sendiri untuk memberi ruang.
Kiano menaruh nasi bungkus itu di atas meja, lalu beranjak ke balkon untuk menghubungi kekasihnya. Tidak lama panggilan pun tersambung.
"Halo, siapa?" Kiano tersenyum saat mendengar suara yang amat ia rindukan itu. Baru saja ia ingin menjawab, tiba-tiba ia mendengar suara laki-laki yang cukup jelas.
"Siapa, Sayang? Mengganggu kesenangan saja."
Kening Kiano mengerut. Sayang? Menggangu kesenangan?
"Tidak tahu, Sayang. Tidak ada sahutan. Mungkin salah sambung." Jelas itu suara Anya. Lalu tidak lama terdengar suara cekikikan sebelum panggilan itu berakhir.
Kiano mematung di tempatnya bahkan perlahan tangannya yang memegang ponsel pun luruh.
Seketika ia kembali mengingat kejadian satu tahun lalu di mana sang Mommy pernah memberikannya beberapa foto soal Anya. Namun ia seolah tutup telinga dan mata, membakar foto itu tanpa melihatnya lebih dulu. Karena saat itu ia sangat percaya pada kekasih hatinya yang polos itu. Berulang kali Ariana memintanya untuk menjauhi gadis itu, tetapi Kiano lagi-lagi mengabaikan itu karena berpikir Ariana tak setuju karena status Anya yang hanya anak angkat di keluarganya.
Dunia seolah tengah menghukumnya kini. Satu per satu orang yang dicintai pergi meninggalkannya. Kiano tersenyum getir.
"No." Panggil Agra saat melihat Kiano masih berdiri di balkon. "Udah lo hubungin Anya?"
Kiano berbalik. "Ga, bantu gue sekali lagi."
Agra menatapnya bingung. "Bantu apaan?"
Kiano terdiam dan itu membuat Agra semakin bingung.
****
Di mall, Caca tampak berjalan sendirian sambil melihat-lihat toko. Sampai langkah kakinya pun berhenti tepat di depan sebuah toko perlengkapan bayi. Karena penasaran ia pun masuk ke dalam dan langsung disambut hangat oleh karyawati di sana.
Caca pun tersenyum dan langsung melihat-lihat. Ia memekik tertahan saat melihat pakaian bayi yang menurutnya lucu semua. Ukurannya yang sangat kecil membuat Caca gemas sendiri. "Duh, jadi pengen borong semua."
Sampai hatinya pun jatuh pada satu set pakaian bayi laki-laki berwarna biru muda. "Ya ampun, gemesin banget."
"Ini edisi terbatas, Mbak. Cuma ada satu di toko kami. Jika Mbak tertarik kami bisa bantu membungkusnya." Kata karyawati tadi yang berhasil membuat Caca kaget.
"Eh! Edisi terbatas?"
Karyawati itu mengangguk dengan senyuman ramahnya.
Duh, pasti harganya mahal. Tapi ini bagus banget, pengen. Batinnya sambil terus menatap satu set pakaian bayi itu penuh minat. Padahal bisa saja ia langsung membelinya, tapi ia tak mau membuang banyak uang yang bukan hasil jerih payahnya sendiri. Andai saja ia sudah bekerja, pasti akan langsung membelinya. Ia sudah jatuh cinta dengan satu set pakaian itu.
"Gimana, Mbak?" Tanya sang karyawati yang lagi-lagi membuat Caca terkesiap.
"Ah, enggak dulu deh, Mbak. Soalnya saya belum tahu jenis kelaminnya. Saya ambil ini aja deh dulu." Akhirnya ia pun menunjuk random pakaian bayi. Meski matanya masih melirik ke arah pakaian tadi.
"Gak, gue gak bisa beli itu pake uang yang ada. Gue bakal beli baju itu pake uang sendiri." Tekadnya. Alhasil Caca hanya mengambil satu baju yang dipilihnya asal tadi. Sebelum pergi dari sana Caca sempat melirik set itu lagi sampai akhirnya memutuskan untuk pergi.
Satu jam shopping dengan kondisi hamil membuat tubuh Caca lelah setengah mati. Ia menaruh semua barang belanjaannya di dapur karena apa yang dibelinya itu memang kebanyakan stok bahan dapur. Setelah itu ia beranjak ke ruang tengah mendudukkan diri di sofa. Dan tiba-tiba ia mengingat pakaian bayi di mall tadi.
"Semoga pas gue udah punya duit sendiri barangnya masih ada." Ucapnya seraya mendesah pelan. Diusapnya perut buncitnya itu dengan lembut karena anaknya kembali melakukan pergerakan. "Kamu juga suka ya sama bajunya? Nanti ya kita beli. Mamanya kerja dulu."
Caca duduk termenung di sana. Membayangkan anaknya memakai pakaian itu. Pasti sangat menggemaskan.
Saat sedang asik membayangkan hal indah, tiba-tiba terdengar suara bel pintu. Ahasil Caca pun mau tidak mau harus bangkit dan bergegas untuk melihatnya. Ia membuka pintu lalu terkejut saat melihat Kiano berdiri di sana.
Seketika wajah Caca pun berubah datar. "Ngapain lagi sih lo ke sini? Ganggu kesenangan aja tahu gak?"
Kiano tidak memberikan jawaban, ia menggeser tubuh Caca dan melongos masuk tanpa permisi. Mulut Caca terbuka lebar melihatnya.
Caca pun tersadar dan bergegas menyusulnya. "Kiano! Keluar dari rumah gue." Usirnya.
Sayangnya pemuda itu malah membaringkan tubuhnya di sofa dengah menjadikan tangan sebagai bantal.
Caca terperangah lagi melihatnya. "No." Panggilnya, tetapi lelaki itu seolah tuli. Caca menggeram kesal dengan kedua tangan terkepal.
"Kiano!" Akhirnya Caca pun berteriak kencang sampai Kiano harus menutup telinganya. "Pergi gue bilang!"
Kiano membuka mata lalu menatapnya datar. "Jangan teriak-teriak, Ca. Kasian anak kita." Katanya dengan santai dan tanpa beban. Sontak Caca pun lagi-lagi dibuat terperangah olehnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
sandi Gelau
bagi seksa dulu..biar no kejar2 mu caca
2023-08-20
0
Indra Fiantikara
Jgn mau ca diajak balikan, emang dikira ban serap...
2023-05-27
1
Uthie
baru nyadar dia pas denger langsung ceweknya lagi main sama laki lain 😏😏😏
2023-05-19
0