Chapter 5

Di ruang rawat VIP, Kiano terlihat sedang bercengkrama dengan sang Mommy. Lelaki itu dengan telaten menyuapi wanita terkasihnya. Sampai sang Mommy pun mengatakan jika dirinya merindukan Caca.

"Mommy mikirin Caca, No. Sejak kalian cerai, dia gak pernah datang lagi ke rumah. Mommy juga udah sering hubungi dia, tapi nomornya gak aktif. Dia sehat kan? Mommy kangen Caca. Tolong bujuk dia, bawa dia ke sini." Mohonnya.

Kiano tidak menyahut.

"Kiano, Mommy mohon. Bujuk dia buat rujuk ya? Mommy cuma mau Caca yang jadi menantu di rumah kita. Mommy sayang banget sama Caca."

"Mom, itu gak mungkin. Caca udah punya pacar baru. Kita berdua sama-sama udah punya kehidupan masing-masing." Bohongnya. Pasalnya Kiano sendiri tidak pernah tahu di mana dan apa yang dilakukan mantan istrinya selama ini.

Terlihat jelas kekecewaan di wajah Ariana bahkan matanya berkaca-kaca. Kiano yang melihat itu pun menaruh mangkuk di atas nakas. Lalu menggenggam erat tangan Mommy-nya. "Mom, udah ya? Aku sama Caca gak mungkin balik lagi. Kita udah bahagia kayak gini."

Ariana menarik tangannya. "Kamu yang bahagia, No. Mommy yakin Caca enggak, hati Mommy mengatakan itu. Cari Caca, Mommy gak mau tahu." Kekehnya yang kemudian memunggungi Kiano.

Kiano menghela napas berat. "Ya udah, Mommy istirahat ya? Kiano ke luar sebentar cari makanan."

"Hm." Sahut Ariana acuh tak acuh. Kiano pun cuma bisa menghela napas dan berlalu pergi.

Kiano pulang ke rumah lebih dulu untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah itu ia kembali ke rumah sakit. Sebelum itu, ia mampir dulu di sebuah minimarket dekat rumah sakit untuk membeli minuman dan cemilan. Namun, ia terkejut saat melihat Caca ada di sana tengah membayar barang belanjaan di kasir. Tentu saja Caca tak menyadari keberadannya karena sibuk berbincang dengan sang kasir.

Mata Kiano pun tertuju pada barang belanjaan mantan istrinya itu. Dan ada yang cukup menarik perhatiannya. Yaitu beberapa kotak susu hamil yang Caca beli. Refleks mata Kiano pun tertuju pada perut Caca, tetapi ia tak bisa menyimpulkan apa pun karena mantan istrinya itu memakai sweater kebesaran.

Ck, kamu mikir apa sih? Bisa aja dia belanja buat orang lain. Batinnya.

Tidak ingin ambil pusing, Kiano melanjutkan langkahnya menuju deretan rak untuk memilih beberapa cemilan yang diinginkan dan langsung membayarnya.

Usai membayar, Kiano hendak meninggalkan tempat itu. Namun, lagi-lagi langkahnya tertahan saat melihat Caca duduk di kursi yang ada di depan minimarket, tengah menikmati satu cup es cream. Sambil sesekali mengelus perutnya.

Seketika tubuh Kiano terpaku dengan mata tertuju ke sana, ia bisa melihat dengan jelas tonjolan perut Caca saat wanita itu melakukan usapan lembut di sana. Caca benar-benar hamil?

"Caca." Panggilnya tanpa sadar. Sontak Caca pun menoleh, terlihat jelas keterkejutan di wajahnya. Bahkan wanita cantik itu refleks bangun dari posisinya dan mencoba menutupi perutnya karena mata Kiano masih tertuju ke sana.

"Ki__kiano?" Caca gugup setengah mati dan terus menutupi perutnya. Ia tak sadar jika yang dilakukannya itu membuat Kiano semakin yakin soal apa yang dipikirkannya.

Kiano mendekat, dan itu membuat Caca panik. "E__elo kenapa ada di sini? Bukanya di luar negeri?" Ia semakin gugup dan terus menghindari tatapan lelaki itu.

"Ikut aku." Tanpa aba-aba Kiano langsung menarik tangannya. Caca yang kaget dan belum siap pun langsung menyambar barang belanjaannya.

"Masuk." Titah lelak itu membukakan pintu mobil untuk Caca.

"Eh? Mau ngapain?" Panik Caca. Namun Kiano memaksanya masuk dan menutup pintu dengan kasar. Tentu saja Caca kaget dan bingung. Ditatapnya Kiano yang mengitari mobil dan ikut masuk. Namun detik berikutnya ia tersadar dan hendak kabur, tetapi kalah cepat karena Kiano sudah mengunci pintu mobil. Kiano pun melirik perut Caca, kemudian mentap mantan istrinya itu lekat meski Caca berusaha menghindari tatapannya.

"Jelasin." Pintanya dengan nada dingin.

Caca tidak menjawab dan masih berusaha membuka pintu meski itu akan sia-sia.

"Ca." Panggil Kiano lagi masih berusaha sabar. Tetapi Caca tetap bungkam. Membuat Kiano kesal.

"Caca! Jawab." Bentaknya yang berhasil membuat Caca kaget dan terpojok. Dengan takut Caca menatap mantan suaminya itu.

Dengan gemetar Caca menjawab jika anak itu bukan milik Kiano. "I__ini bukan anak lo. Ini anak orang lain, selama ini gue selingkuh dibelakang lo. Randy, dia temen sekelas gue. Lo inget kan dulu gue pernah jalan sama dia. Ini anak gue sama dia."

Kiano mengeratkan rahangnya dan tak percaya begitu saja. "Berapa usia kandungan kamu, Ca?"

Lagi-lagi Caca tidak menyahut dan membuat kesabaran Kiano benar-benar habis.

"Caca!" Bentaknya lagi. Spontan Caca pun menjawab karena takut.

"Empat bulan."

Seketika Kiano bungkam. Ia bukan orang bodoh, dan masih ingat dengan jelas waktu dan tempat kejadian malam itu. Dan itu terjadi sesuai dengan usia kandungan Caca saat ini. Ia yakin sekali anak itu miliknya. Kiano juga tahu dirinya lah yang pertama untuk Caca.

Kiano memukul setir dengan kasar, dan itu membuat Caca semakin terpojok. "Buka, No. Gue mau pulang." Pintanya ketakutan. Ia tak pernah melihat Kiano marah selama ini, dan ternyata cukup mengerikan.

"Kenapa kamu sembunyiin hal sebesar ini, Ca? Apa tujuanmu sebenarnya hem? Kamu mau pake anak itu buat jerat aku lagi?" Geram Kiano.

Caca meremat pelastik belanjaannya sekuat tenaga. Hatinya sangat sakit mendengar tuduhan tak masuk akal itu.

"Jawab aku, Caca!"

"Terus gue harus apa?" Teriak Caca tak kuasa menahannya lagi. Ditambah hormon kehamilan menbuatnya lebih sensitif. "Lo sendiri yang bilang di depan semua orang kalau kita gak pernah tidur. Terus lo mau gue ujuk-ujuk datang ke rumah lo dan bilang gue hamil gitu? Mikir dong, No!"

Kiano terdiam seketika.

Napas Caca memburu sangking emosinya. Bisa-bisanya Kiano punya pikiran seperti itu. "Gue gak akan minta pertanggung jawaban elo. Gue gak pernah minta itu. Gue bisa besarin dia sendiri, karena gue yakin lo juga gak bakal mau nerima anak ini. Lo selalu anggep semuanya kesalahan. Jadi buat apa sekarang lo peduli sama gue?" Lirihnya.

Kiano mengusap wajahnya dengan kasar lalu ditatapnya Caca dengan sorot tajam. "Terus sekarang kamu mau bilang ini salahku? Ayolah, Ca. Malam itu juga kamu yang jebak aku."

"Iya! Emang gue yang jebak lo, puas sekarang!" Teriak Caca lagi benar-benar tersulut emosi. "Gue mohon sama elo, No. Tolong jangan ganggu gue lagi. Gue gak akan minta lo sama keluarga lo tanggung jawab. Ini anak gue, gue yang bakal besarin dia sendiri. Lo gak perlu mikirin anak ini, lanjutin hidup lo sesuai keinginan yang lo mau selama ini. Please jangan peduliin gue sama anak ini, lo gak ada hubungannya sama dia."

Kiano mengeratkan rahangnya saat mendengar itu. Entah kenapa ia merasa tak terima dengan perkataan Caca yang mengatakan anak itu tak ada hubungan apa pun dengannya. Padahal sudah jelas itu anaknya.

"Please, biarin gue pergi. Gue janji gak bakal muncul di depan elo maupun keluarga lo. Itu kan yang lo mau selama ini? Gue udah lakuin itu, No. Jadi please jangan ganggu gue ya?" Caca memohon dengan sepenuh hati. Ia benar-benar tak pernah menduga akan bertemu Kiano dan secepat ini kehamilannya terbongkar.

Alih-alih mendengarkan permohonannya, Kiano justru melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, membelah jalanan ibu kota yang lumayan pandat. Caca pun panik dan memasang seat belt dengan cepat.

"Kiano, pelan-pelan." Pintanya dengan suara bergetar karena ketakutan. Wajahnya pun pucat pasi sangking paniknya. Bagaimana jika mereka kecelakaan dan mati sekarang? Caca belum siap.

"Kiano! Please stop! Turunin gue di sini." Histerisnya karena semakin ketakutan. "Gue mohon."

Kiano pun mengurangi kecepatannya saat melihat wajah pucat Caca, bahkan keringat sebiji jagung keluat dari pelipinya. "Please, turunin gue di sini sekarang. Gue mau pulang." Ia terus memohon, berharap belas kasihan lelaki itu.

Namun Kiano masih tak peduli, benar-benar tak punya hati.

"Kiano, please. Gue mau turun." Mohon Caca lagi. Ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi supaya lelaki itu menurutinya.

Karena tak kunjung didengarkan, Caca pun memilih diam dan menatap ke luar jendela. Ia pasrah dan terserah akan dibawa ke mana. Sekali pun Kiano ingin membunuhnya Caca gak peduli lagi. Ia menyerah.

Kiano menoleh dan merasa kesal karena diabaikan. "Kamu cuma bikin hidupku susah, Ca." Celetuknya ingin menarik atensi Caca.

Dan itu berhasil, karena Caca pun menoleh. Ditatapnya lelaki itu tajam. Kali ini emosinya tak bisa lagi terbendung. Kiano sudah keterlaluan. Alhasil ia pun meluapkan semua emosinya. Ditariknya lengan baju Kiano sekuat tenaga. "Apa lo bilang barusan hem? Gue bikin hidup lo susah? Sejak kapan gue bikin hidup lo susah, Kiano? Gue gak pernah nuntut apa pun dari lo sedari dulu. Kapan gue minta sesuatu dari lo? Kapan? Sejak pertama lo yang ngatur hidup gue. Tapi gue tetap nurut karena hargain elo sebagai suami gue. Dan sekarang lo bilang gue nyusahin elo hem? Yang minta lo bawa gue siapa? Siapa, Kiano?" Teriaknya seraya melepaskan cengkramannya dengan kasar.

"Brengsek!" Tangisan Caca pun pecah karena tak sanggup lagi menahan sesak di dadanya yang sejak tadi ia tahan. Ia menangis tersedu sampai otot perutnya menegang dan menumbulkan nyeri.

"Akhhh." Caca menyentuh perutnya. Sontak Kiano pun menoleh mendadak panik. Cepat-cepat ia menepikan mobilnya ketepian.

"Ca?" Kiano hendak menyentuh perut Caca, tetapi dengan cepat ditepis olehnya.

"Jangan sentuh gue." Sarkasnya sambil menahan rasa sakit diperut bawahnya. Ia menarik napas dalam, lalu membuangnya perlahan. Berusaha mengontrol emosinya.

Melihat itu Kiano semakin panik. "Ca, kita ke rumah sakit ya?"

"Gak perlu." Tolak Caca.

"Tapi perut kamu...."

"Anter gue balik ke apartemen." Sanggahnya seraya menyandarkan kepalanya. Keringat dingin kini sudah membanjiri tubuhnya. Namun rasa sakit diperutnya tak kunjung hilang.

Kiano menatapnya penuh rasa bersalah. Kemudian bergegas membawa Caca kembali ke apartemen gadis itu.

"Ca, beneran kamu gak papa?" Tanya Kiano saat mereka sudah sampai di lobi apartemen.

Ditatapnya Kiano lekat. "Tolong sembunyiin soal kehamilan gue, No. Cuma itu yang gue minta. Satu lagi, tolong jangan ganggu gue lagi. Kita udah mutusin buat jalan masing-masing."

Setelah mengatakan itu Caca pun langsung meninggalkan Kiano. Membuat lelaki itu bungkam dan hanya bisa menatap kepergiannya.

Tapi... kenapa ia merasa ada sesuatu yang hilang?

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

Suka banget kalau Sikap si wanitanya dari awal udah tegas dan gak lembek sedari awal 👍👍👍🤨

2023-05-19

7

Aska

Aska

greget sm kelakuan kiano pengen ku tonjok bibir mu no

2023-04-06

0

Roslina Dewi

Roslina Dewi

ck...pengen nampol si Kiano😠👊

2023-04-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!