Terkejut

“Kamu baik-baik aja?” tanya Arjuna. Beruntung pria itu datang tepat waktu, jika tidak mungkin kepala Daisha saat ini tengah terluka.

“Aku baik-baik aja,” jawab Daisha walau masih dengan nafas yang terengah. Arjuna mengerti jika Daisha sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

Seorang anak kecil berlarian di perpustakaan dan anak itu menyenggol tangga yang sedang digunakan oleh Daisha hingga akhirnya Daisha jatuh. Beruntung Arjuna dengan cepat menangkap Daisha sebelum gadis itu mengenai lantai.

“Maaf kak, maafkan adik saya.” Seorang gadis yang sepertinya lebih muda dari Daisha menghampiri mereka dan meminta maaf.

Daisha tersenyum simpul walau sedikit canggung. “Gak apa-apa, boleh kasih tahu adiknya supaya gak lari-lari di tempat umum ya,” balas Daisha dengan ramah.

Gadis itu mengangguk dan pergi dari sana. “Kamu bisa bangun?” Arjuna bertanya sambil menggandeng Daisha. Gadis itu mengangguk dan mencoba untuk berdiri.

“Awh,” ringisnya. Ternyata kakinya sakit, mungkin kakinya sedikit terkilir.

Dengan cepat Arjuna mengangkat tubuh Daisha meski tanpa persetujuan gadis itu. “Juna, aku bisa jalan cukup papah aku aja,” bisik Daisha. Dia merasa sangat malu karena ada beberapa orang yang sedang memperhatikan mereka.

“Aku gak mau ini semakin parah,” jawab Arjuna. “Tunda rencana kamu buat lakuin hobby kamu itu, kita ke rumah sakit dulu,” lanjut Arjuna.

Bagaimanapun keadaan Daisha adalah yang terpenting saat ini. Karena tak ingin merasa malu lebih lanjut, Daisha tak lagi protes. Dia hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh Arjuna.

“Tas aku,” bisiknya. Arjuna tahu arah pembicaraan gadis itu hingga pria itu kembali ke tempat di mana mereka meletakan tas mereka tadi.

Setelahnya Arjuna menuju ke mobilnya dengan Daisha dalam gendongannya. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di dada bidang Arjuna, menyembunyikannya di sana daripada dia merasa malu.

Sementara itu Arjuna merasa kesenangan karena dia bisa berdekatan dengan Daisha. Bahkan mungkin sekarang gadis itu bisa mendengar detak jantungnya dengan jelas.

Mereka tiba di depan mobil mereka. “Boleh minta tolong buka pintu mobilnya?” tanya Arjuna. Jika tangan dia bebas, dia tak akan meminta tolong pada Daisha. Tapi apa lagi yang bisa dia lakukan ketika kedua tangannya sedang dia gunakan.

Daisha mengangguk sebelum kemudian dia membukanya. Arjuna mendudukan Daisha di samping kursi kemudi dan dia berputar untuk duduk di posisinya.

“Sakit?” tanya Arjuna. Dia berharap Daisha bisa menahannya sampai mereka tiba di rumah sakit nanti.

“Enggak kok,” dustanya. Tentu saja itu sangat sakit, tapi akan terasa aneh dan manja jika dia mengatakannya pada Arjuna.

“Tahan sampai kita tiba di rumah sakit ya,” ucap Arjuna.

“Sebenarnya kita tak perlu pergi ke sana. Besok juga akan sembuh, Aku hanya perlu mengolesnya dengan minyak pijat,” ucap Daisha.

“Gak, kita ke rumah sakit sekarang. Gak akan makan waktu banyak juga.” Daisha hanya bisa diam dan menurut. Dengan pergi ke rumah sakit, itu berarti dia harus mengeluarkan uang untuk biayanya. Setelah ini dia harus lebih giat bekerja untuk mendapatkan uang.

Mereka tiba di rumah sakit dan Daisha langsung ditangani. Sebenarnya itu bukan hal yang darurat, dia hanya sedikit terkilir tapi karena Arjuna memaksa untuk pergi ke rumah sakit, akhirnya dia pergi.

Daisha keluar dari ruang pemeriksaan dengan sedikit pincang karena rasa sakitnya masih belum hilang sepenuhnya.

“Juna, sebentar aku harus bayar dulu,” ucapnya begitu dia melihat Arjuan di kursi tunggu.

“Gak usah, udah aku urus semuanya. Yuk pulang,” ajak Arjuna sambil menggandeng gadis itu. Daisha mengangguk.

“Kalau gitu nanti aku tinggal ganti ke kamu,” ujarnya. Arjuna tak menjawab, dia kembali membawa Daisha ke dalam mobil.

Gadis itu mengeluarkan dompet dari tasnya. “Berapa semuanya?” tanyanya hendak membayar tagihan rumah sakit yang dia gunakan tadi.

“Gak perlu, aku gak mau,” jawab Arjuna menolak.

“Kok gak mau. Kan aku yang diobatin, kenapa jadi harus kamu yang bayar?” 

“Pokonya gak usah. Aku mau  biayain kamu.” Ucapan Arjuna berhasil membuat Daisha bungkam. Kalimat yang digunakan oleh Arjuna terdengar sangat ambigu di telinganya.

“M-maksud a-aku, aku gak mau kamu ganti pakai uang,” ucapnya dengan cepat.

“Terus aku harus apa?” tanya Daisha. Dia berdo’a semoga keinginan Arjuna bukan hal yang aneh-aneh.

“Balas aku dengan kamu cepat sembuh dan kita main bareng nanti kalau kamu udah pulih. Gimana?” tanya Arjuna meminta pendapat Daisha. 

Cukup lama gadis itu menimbang hingga akhirnya dia mengangguk pelan. Hal itu membuat senyum di wajah Arjuna terbit dengan cerah.

“Aku bakal tagih kamu nanti. Sekarang kita pulang,” ucapnya dengan semangat.

Arjuna mengantar Daisha ke rumahnya. Memapah gadis itu hingga tiba di dalam rumah. “Oh iya, ini obat kamu. Semuanya dimakan sehari tiga kali. Jangan sampai terlewat.” Arjuna memperingati Daisha.

“Kamu ini sebenarnya kenapa?” tanya Daisha merasa ada yang beda dengan sikap Arjuna padanya.

“Aku? Emang aku kenapa?” tanya Arjuna.

“Kamu kaya...”

“Kalau aku bilang aku suka kamu, kamu bakal jauhin aku?” tanya Arjuna dengan pandangan yang sangat berharap.

Cukup lama Arjuna menanti jawaban dari Daisha tapi dia tak kunjung mendapatkanya. “Ah sudahlah lupakan,” ucap Arjuna kemudian.

Dia tak ingin membebani Daisha dengan perasaannya. Cukup dia lakukan dengan perlahan saja untuk mendekati gadis itu.

Mereka telah tiba di rumah Daisha dengan Arjuna yang membantu gadis itu berjalan hingga dalam rumah.

“Mau minum dulu?” tanya Daisha. Agak tak sopan jika dia sama sekali tak menawarkan minum apalagi pada orang yang telah menolongnya.

Arjuna mengangguk. Baru saja Daisha akan beranjak dari duduknya untuk mengambil air yang dia tawarkan pada Arjuna, pria itu menghentikan Daisha.

“Aku mau minum, tapi biar aku aja yang ambil sendiri, kaki kamu lagi sakit,” ujar Arjuna. Daisha mengurungkan niatnya untuk mengambil air dan membiarkan Arjuna mengurusnya sendiri.

“Maaf karena malah kamu yang repot sendiri,” ujar Daisha menyesal.

“Gak apa-apa.” Arjuna kembali dengan dua gelas air mineral di tangannya. Dia memberikan satu untuk Daisha dan satu lagi untuk dirinya sendiri.

“Makasih,” ucap Daisha.

Mereka berbincang ringan seperti biasa sebelum akhirnya ada beberpa orang berpakaian hitam yang menerobos masuk ke dalam rumah Daisha dengan rusuh.

Hal itu tentu saja membuat Daisha dan Arjuna terkejut bukan main. Namun, Arjuna kembali menormalkan ekspresi wajahnya begitu dia mengenali mereka.

“Maaf Tuan,” ucap salah satu dari mereka dan dua orang lainnya memegang kedua tangan Arjuna sebelum menyeretnya keluar.

“Juna!!” Daisha berteriak karena dia terkejut dan khawatir ketika melihat Arjuna dibawa oleh orang-orang itu. 

Tepat ketika mereka berhasil membawa Arjuna sampai teras depan, Daisha susah payah berjalan menyusul untuk menolong Arjuna.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!