Kebetulan

Seperti rencana Daisha tadi, sekarang mereka benar-benar ada di sebuah pusat perbelanjaan, tepatnya mereka berada di sebuah toko buku.

“Di mana ya? Biasanya di sini,” ujar Daisha saat dia masih belum menemukan buku yang dia cari.

“Mungkin di toko buku ini gak ada.” Grace masih meyakinkan Daisha untuk tidak membeli buku itu. Bukannya Grace ikut campur, tapi jika kalian tahu seberapa banyak koleksi buku Daisha, maka kalian juga akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Grace.

“Ada kok, orang kemarin aku lihat di medsos mereka udah konfirmasi kalau di sini ada,” jawab Daisha dengan yakin.

Grace sudah habis cara untuk menghentikan gadis itu. Biasanya ada Jayden yang berhasil menghentikan Daisha, tapi sekarang pria itu sama sekali tak nampak bahkan tak memberikan kabar padanya.

Cukup lama mereka mencari hingga pada akhirnya Daisha menemukannya. “Ketemu,” ucapnya dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

“Kamu mau beli apa?” Daisha akhirnya bertanya apa yang akan dibeli oleh Grace setelah dia mendapatkan apa yang dia inginkan.

“Kalau di sini gak beli apa-apa, kan emang cuma mau antar kamu aja,” jawabnya. “Tapi antar aku ke toko tas,” sambungnya.

Tasnya masih banyak dan semuanya masih bagus, tapi ada model baru yang keluar hari ini dan dia sangat menyukainya.

“Tas lagi?” Kali ini Daisha yang merasa tak habis pikir dengan Grace. Rasanya baru minggu lalu temannya itu membeli tas yang katanya keluaran terbaru dan sekarang dia sudah mau membeli lagi?

“Hmm, ada model baru yang keluar hari ini dan aku suka,”  jawabnya.

Daisha menghela nafas. “Mungkin rasa sukamu pada tas itu sama seperti bagaimana aku menyukai buku-buku ini,” ujar Daisha.

Mereka hanya harus saling menghargai dan mengerti dengan kesukaan mereka masing-masing. “Ya udah yuk!” Daisha mengajak Grace untuk pergi dari sana setelah dia membayar bukunya.

“Mau di toko yang mana?” Daisha kembali bertanya karena Grace terus melewati beberapa toko tas di lantai itu.

“Tokonya ada di lantai tiga, kita ke sana.” Mereka akhirnya menuju toko yang dimaksud oleh Grace.

“Seberapa besar kecintaanmu pada tas sampai setiap minggu kamu membelinya?” tanya Daisha penasaran.

“Seperti kecintaanmu pada buku?” Yakin tak yakin Grace menjawabnya.

“Sudah berapa banyak tas yang kamu punya di rumahmu?” Dia yakin tas yang dia punya hanya sebagian kecil tas yang dimiliki oleh Grace. Temannya itu sangatlah kaya raya.

“Sekitar dua sampai tiga?” Hanya itu yang bisa Grace perkirakan.

“Ahahah aku tahu kamu bohong. Aku saja sudah melihat lebih dari sepuluh tas yang pernah kamu pakai,” ujar Daisha.

“Dua atau tiga lemari maksudku,” kekehnya. Bukannya ikut terkekeh, Daisha justru malah terbelalak dengan mulut terbuka. Langkahnya juga berhenti karena keterkejutannya.

“Jangan berlebihan, itu belum seberapa. Ayo!” Grace menggandeng tangan Daisha untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Sudah Daisha duga jika temannya ini tak mungkin datang ke toko tas yang harganya biasa saja. Temannya ini pasti datang ke suatu tempat di mana mereka menjual tas dengan harga fantastis.

“Ayo!” Grace mengajak Daisha untuk masuk ketika mereka telah berada di depan toko itu. Daisha hanya mengikuti ke mana Grace menariknya.

“Ada yang bisa saya bantu?” Sesaat setelah pelayan di sana mengatakan hal itu, Grace tanpa pikir panjang langsung mengatakan barang yang dia cari.

“Simpan dulu yang ini ya, saya cari yang lain lagi.” Grace meminta untuk membungkus tas yang sudah dia incar dan katanya kembali mencari tas lain.

“Kamu masih belum selesai?” Daisha bertanya karena dia mendengar Grace akan mencari tas lain.

“Aku udah selesai kok. Tinggal kamu yang cari. Kamu mau yang mana?” tanya Grace. Matanya melirik ke seluruh penjuru toko melihat tas yang kiranya pantas dikenakan oleh Daisha.

“Aku gak beli. Ini juga masih bagus.” Daisha berusaha menjelaskan pada Grace. Tentu saja uangnya tak akan cukup jika harus membeli tas di sana.

“Memang siapa bilang jika kamu yang akan membelinya? Aku yang akan bayar,” ucap Grace enteng.

Mata Daisha terbelalak. Dia tak mungkin menerima hal itu. Dia berteman dengan Grace bukan untuk hal ini.

“Aku gak mau,” jawabnya tegas.

Grace memandang Daisha dengan tatapan jengah. Entah untuk keberapa kali dia mendapatkan tolakan seperti ini dari Daisha. Jika sebelum-sebelumnya dia masih bisa terima dengan hal itu, tidak dengan sekarang.

“Kamu pilih yang kamu mau atau aku pilihin sepuluh buat kamu?” Ancaman yang tidak bisa dihindari jika begini caranya.

“Grace...” rengek Daisha. Dia tidak mau seperti ini.

“Oke aku pilih sepuluh buat ka – “

“Oke aku ambil yang ini!” Dengan segera Daisha mengatakan sambil menunjuk acak salah satu tas yang ada di sana. Setidaknya satu tas lebih baik daripada sepuluh tas yang akan dipilih oleh Grace.

Grace tersenyum puas saat Daisha akhirnya memilih tasnya. “Nah gitu dong, apa susahnya sih,” ucapnya.

“Mbak tolong bungkus dua ini ya,” pintanya yang diangguki oleh pelayan itu.

Mereka keluar dari sana dengan masing-masing satu kantong belanja. “Kamu maau beli apa lagi? Kalau aku...” Grace terlihat sedang berpikir kiranya apa lagi yang akan dia beli saat ini.

“Grace cukup. Udah berapa uang yang kamu habiskan hari ini?” Daisha tahu jika Grace punya banyak uang. Tapi bukannya akan lebih baik jika uang itu ditabung saja?

“Ayolah!!” rengeknya. 

“Akhh!” pekik Daisha saat dia merasa badanny melayang. Dia sudah berpiki jika setelah ini dia pasti akan jatuh dan badannya akan menghantam lantai setelah dia menabrak orang barusan.

Cukup lama dia memejamkan matanya, namun dia sama sekali tak merasakan sakit di badannya. Bukan rasa sakit ataupun dinginnya lantai yang dia rasakan melainkan dia merasakan ada sebuah tangan yang menahan pinggangnya.

Perlahan Daisha membuka matanya. Dia tersadar dan sangat berterima kasih pada orang yang telah memegangi badannya.

Keduanya bertatapan cukup lama. Kejadian ini terasa de javu bagi mereka sampai akhirnya suara Grace menyadarkan mereka.

“Sha, gak apa-apa?” tanya Grace.

Daisha dan orang yang baru saja menangkap tubuhnya saling menjauhkan diri dan berdehem canggung.

“G-gak apa-apa.” Daisha memalingkan wajahnya untuk menatap orang itu.

“Makasih lagi, Juna,” ucapnya. Ya, pria yang baru saja dia tabrak dan menangkap tubuhnya adalah Arjuna.

Arjuna mengangguk dan tersenyum. Lain dengan Arjuna yang terlihat tenang dan santai, El dan Dikta memandang dua orang yang ada di hadapannya itu dengan penasaran.

“Lo kenal mereka?” tanya El sambil menunjuk ke arah Dikta dan Grace.

Arjuna mengangguk. “Kenalin, teman gue El dan Dikta. Dia Daisha dan dia Grace.” Arjuna saling memperkenalkan orang-orang itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!