Main

Arjuna masih terdiaam dengan rasa bingungnya. Sampai saat ini dia tak menyangka jika dirinya akan bisa bicara dengan Daisha. Selama ini dia tak mengharapkan hal itu, tapi mungkin akan lebih membahagiakan jika dia bisa benar-benar mendapatkan Daisha.

“Apa aku harus mendapatkannya alih-alih hanya menyukainya dari jauh?” tanyanya. Dia sedang membuat keputusan di kepalanya apakah dia akan melakukannya atau tidak.

“Mikirin apa?” Seseorang datang dari arah belakangnya membuat Arjuna sedikit terlonjak. Keterkejutan Arjuna rupanya juga membuat orang yang baru datang itu juga terkejut.

“Ngagetin aja!” sentak Arjuna tak terima.

“Lo yang ngagetin gue. Kaya lihat setan aja!” Tak ingin disalahkan, Dikta juga melayangkan protes pada Arjuna.

Tak menanggapi ucapan Dikta, Arjuna melihat ke arah belakang Dikta seperti sedang mencari seseorang. “Di mana El?” tanyanya. Setau dia, Dikta dan El tadi pergi bersama.

“Lagi beli minum,” jawab Dikta yang mendapatkan anggukan dari Arjuna.

Dikta mengambil tempat duduk yang tadi diduduki oleh Daisha. “Lagi bikin apa sih?” Dikta mulai penasaran karena belakangan ini Arjuna lebih sering pergi ke lab dibanding bersenang-senang dengan mereka di kantin.

“Bukan apa-apa.” Arjuna menjawab. Dia memutuskan untuk menyudahi kegiatannya itu karena jika ada temannya di sana semuanya tak akan berjalan lancar. Selalu ada saja cara temannya itu untuk mengganggunya.

Dikta mengangguk. Lagipula dia tak sepenasaran itu untuk tahu apa yang sedang dikerjakan oleh Arjuna.

“Kita tunggu dia di luar aja. Lagian gue udah selesai,” ujar Arjuna sambil membereskan barangnya ke dalam tas.

Dikta mengangguk. Mereka berjalan menuju keluar dari lab itu. “Nunggu di mana?” Dikta kembali bertanya.

“Tadi lo bilang sama dia di lab, kan?” Arjuna balik bertanya yang kemudian diangguki oleh Dikta.

“Ya udah kita nunggu di sana aja.” Kebetulan, tepat di seberang lab komputer ada sebuah gazebo yang bisa mereka gunakan untuk menunggu El.

Tak menunggu waktu lama, mereka pergi ke sana untuk menunggu El. Jika saja mereka orang jahil, maka mungkin mereka akan meninggalkan El begitu saja dan menertawakan pria itu jika bertemu nanti.

Mereka mulai melihat seseorang dengan langkah yang sangat mereka kenali. Sudah lama mereka bersama, tentu saja mereka akan mengenalinya.

“El!” Dikta berteriak memanggil orang itu sebelum dia masuk ke lab komputer.

El memalingkan wajahnya melihat siapa yang memanggilnya. Ketika dia menangkap sosok orang yang memanggilnya, El langsung menghampirinya dan membatalkan niatnya untuk masuk ke lab.

“Kok di sini?” tanya El begitu dia tiba. Tak lupa dia juga memberikan masing-masing satu kaleng soda yang telah dia beli.

“Udah selesai, lagian lo lama banget,” jawab Dikta.

“Lo kira jarak dari kanti ke sini dekat?” Dikta tak menjawab karena memang benar jaraknya agak jauh dan El harus berjalan dari sana.

“Udah sih!” Arjuna berusaha melerai kedua orang itu. 

“Mau ke mana sekarang?” tanya El. Mereka membatalkan kelas mereka hari ini karena dosen mereka yang tak bisa masuk.

“Gak tahu. Sia-sia gue datang ke sini kalau gak masuk kelas,” protes Dikta.

Arjuna sangat malas mendengar hal itu. Walau mereka memang jarang bolos, tapi Arjuna tahu jika mereka di kelas mendengarkan dosen mungkin hanya empat puluh persen dan sisanya tidur. Tapi otak mereka lebih cepat daripada yang lain, keren bukan?

**** 

“Kamu kenal dari mana orang se-cakep dia?” Seperti yang Daisha duga, saat ini Grace sangat heboh menanyakan Arjuna.

“Di suatu tempat,” jawab Daisha seadanya.

“Di mana? Kok gak bilang aku sih?” protesnya. Dia menampilkan wajah sedihnya karenaa Daisha tak memberitahunya tentang hal sepenting ini.

“Pulang kelas malam waktu itu, aku dikerjar orang – “

“Kamu dikerja dia?” pekiknya. Untung mereka sudah keluar dari lab.

“Sshhtt.” Daisha meminta Grace jangan terlalu heboh karena meski mereka telah keluar dari lab, tetap saja di sana banyak orang.

Grace spontan menutup mulutnya. “Dia kejar kamu?” Grace kembali bertanya dengan suara yang lebih pelan.

“Bukan dia. Justru dia yang tolongin aku,” jawab Daisha. Jawaban dari Daisha berhasil membuat mata Grace berbinar.

“Kenapa kaya cerita di novel-novel,” desisnya sambil menyatukan kedua tangannya. Dia merasa sangat gemas sekaligus iri dengan kejadian yang dialami oleh Daisha.

“Bisa kamu ceritakan keseluruhan?” Grace meminta.

Daisha juga tak dapat menolak, akhirnya dia menceritakan apa yang terjadi malam itu.

Mulut Grace terbelalak. “Tapi kamu baik-baik aja, kan?” tanya Grace. Setelah mendengar cerita Daisha secara keseluruhan, dia akhirnya paham seberapa bahaya keadaan waktu itu.

“Gak apa-apa. Buktinya sekarang aku masih hidup,” kekeh Daisha.

“Ah, harusnya waktu itu aku antar kamu pulang,” sesalnya. Dia tak bisa mengantar Daisha waktu itu karena memang orang tuanya sudah menelpon.

“Udahlah jangan dipikirin,” jawab Daisha.

“Oh iya, Jay ke mana? Kok gak kelihatan?” tanya Daisha. Dia baru sadar jika pria itu sama sekali tak menampakan batang hidungnya hari ini.

“Gak tahu. Aku juga udah kirim dia pesan tadi, tapi sama sekali gak dia balas. Aku telpon juga gak aktif. Mungkin lagi ada urusan sama keluarganya, kamu tahu sendiri dia seperti apa,” ucap Grace.

Daisha mengangguk menyetujui apa yang dikatakan oleh Grace. “Habis ini masih ada kelas, kan?” tanya Daisha memastikan.

“Hhmm harusnya ada. Tapi tadi di grup kelas bilang kalau dosennya lagi ada urusan, jadi kemungkinan besar hari ini kita gak ada kelas lagi,” jelas Grace.

“Ahh baguslah aku bisa pulang lebih awal.” Daisha sudah sangat ingin membaringkan badannya di ranjangnya.

“Kamu mau pulang sekarang?” tanya Grace.

“Entah. Kamu?” Daisha balik bertanya.

“Main dulu yuk!” ajak Grace. Rasanya sudah lama mereka tidak main bersama. Daisha akhirnya mengangguk karena dia juga lama tak main.

“Boleh,” jawabnya.

“Gak apa-apa? Kamu gak lelah?” tanya Grace. Dia takut akan mengambil waktu istirahat Daisha.

“Enggak. Sekalian aku juga mau beli buku,” jawabnya. 

Mengenai buku, dia akan membeli sebuah buku yang baru dari penulis favoritnya yaang baru terbit. Entahlah, tapi semua buku karya Antonio dia sangat menyukainya.

“Jangan bilang kamu mau beli buku karya orang itu lagi?” Grace sudah sangat curiga dengan yang satu ini. Dia adalah salah satu saksi di mana Daisha menghabiskan uangnya untuk membeli buku-buku orang itu.

Daisha tersenyum yang mengartikan jika apa yang ada dalam pikiran Grace memang benar adanya.

“Astaga Sha, sampai kapan kamu mau habiskan uang kamu itu buat beli buku dia?” tanya Grace. Grace tak tahu apa yang membuat temannya itu sangat tergila-gila dengan penulis bernama Antonio itu.

“Makanya aku bilang buat kamu baca salah satu buku dia, pasti kamu bakal ngerti.”

“Aku gak mau habisin waktu aku buat baca buku itu.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!