Sebuah Fakta

Perlahan Ajuna membuka pintu itu dengan pelan. Awalnya dia hanya mengintip karena takut jika Daisha belum tidur dan melihatnya. Tapi rupanya hal itu salah karena haal pertama yang dia lihat adalah Daisha yang telah terlelap dengan posisi duduk.

“Astaga, dia tidur dengan posisi seperti itu?” bisik Arjuna dengan pelan. Dia tak ingin membangunkan Daisha yang sedang terlelap.

Dengan ragu Arjuna masuk ke dalam kamar Daisha. Tidak ada maksud jahat, dia hanya ingin membaringkan Daisha di kasurnya dengan nyaman karenaa jika Daisha tidur dalam posisi itu semalaman, Arjuna yakin badan gadis itu akan pegal ketika dia terbangun.

“Aku mohon jangan bangun,” ujarnya. Arjuna mulai menyimpan tangannya di balik leher dan tangan satunya lagi dia letakan di belakang lutut gadis itu untuk menggendongnya menuju ranjang.

“Ennghh.” Daisha sedikit menggeliat sebelum kemudian dia kembali memejamkan matanya, bahkan dengan nyaman gadis itu masuk ke dalam pelukan Arjuna.

Mata Arjuna terbelalak saat dia mendapat perlakuan seperti itu. Tentu saja ada rasa terkejut dan juga senang dalam hatinya. Bagaimana tidak, jika yang melakukan itu adalah seseorang yang sangat dia sukai.

Arjuna berhasil menidurkan Daisha di ranjang gadis itu. Tak lupa Arjuna juga memakaikan selimut hingga batas leher gadis itu.

“Selamat malam,” ucap Arjuna tepat di samping telinga Daisha. Tentu saja tak ada jawaban dari gadis itu. 

Arjuna terseyum simpul saat dia melihat Daisha tertidur dengan pulas. walau rasa sakit di kepalanya masih sangat terasa, tapi dia merasa lebih baik setelah dia melihat Daisha.

Arjuna hendak kembali keluar dari kamar itu sebelum pandangannya teralihkan oleh komputer yang masih menyala.

“Dia...” ucapnya sambil berjalan mendekat pada komputer itu. Bukan komputernya yang membuat dia tertarik, melainkan work yang terbuka di sana. Dia merasa tak asing dengan work itu.

Pria itu duduk di kursi dan mulai melihat apa yang ada di sana. Dia tahu hal ini sangat tidak sopan, tapi hal itu terkalahkan oleh rasa penasarannya yang lebih besar.

“Dia menulis?” tanyanya saat akhirnya dia melihat dengan jelas apa yang ada di sana.

Perlahan Arjuna membaca setiap tulisan itu. “Bagus,” desisnya. “Meski masih ada beberapa hal yang kurang, tapi ceritnya menarik,” sambungnya.

Tak hanya itu yang membuat Arjuna tertarik. Matanya juga menangkap sebuah post it yang tertempel di setiap pinggiran layar komputer. Dia membacanya satu persatu. Banyak sekali kata-kata motivasi di sana.

“Jadi dia ingin menjadi seorang penulis?” tanyanya. Hal baru yang diketahui Arjuna malam ini. Dia mengalihkan pandangannya pada rak buku di samping. “Itu sebabnya dia mengoleksi banyak buku karya Antonio,” ujarnya. Akhirnya dia mendapatkan jawaban.

Selama ini Arjuna kira Daisha hanya tertarik pada buku sebagai pembaca saja bukan sebagai penulis, tapi siapa sangka ternyata lebih tertarik dengan dunia kepenulisan.

Tak ada hal lain yang dilakukan oleh Arjuna setelahnya. Dia hanya memandang Daisha dengan tatapan yang tak bisa diartikan, kemudian keluar dari sana.

“Sebaiknya aku pergi,” ucapnya. Sesuai dengan apa yang Arjuna katakan, dia segera pergi dari sana tanpa sepatah katapun.

Efek mabuknya masih ada, tapi jika untuk pulang dia masih bisa. Karena tak membawa mobilnya, dia pulang menggunakan taksi.

**** 

Sinar matahari masuk melalui celah jendela kamar Daisha. Gadis itu mengerjabkan matanya untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk.

“Ahh sudah pagi,” ucapnya sambil perlahan bangun dari tidurnya. Dia terlihat sedikit berpikir.

“Tunggu dulu, emangnya semalam aku tidur di sini?” tanyanya. Ingatan terakhirnya adalah dia sedang mengetik di meja komputernya.

“Gak mugkin juga aku jalan sendiri ke sini,” sambungnya. Dia terus mengingat hal apa yang semalam telah terjadi.

“Ah Arjuna!” serunya. Dia segera beranjak untuk melihat pria itu. Apakah dia sudah bangun atau belum.

Baru saja pintu kamar terbuka dan memperlihatkan langsung ke arah sofa di mana semalam dia menidurkan Arjuna, tapi kosong. Tidak ada siapapun di sana selain bantal dan selimut yang dia berikan untuk Arjuna semalam.

“Ke mana dia?” tanyanya. Kemudian Daisha melihat ke dapur, kamar mandi dan setiap sudut di rumahnya, tapi kosong. “Sepertinya dia sudah pergi,” lanjutnya.

Sebenarnya tak ada hal yang harus disesali, tapi entah kenapa ada perasaan aneh yang hinggap di hati Daisha. Dia merasa tak terima jika Arjuna telah pergi dari sana.

“Baguslah, itu berarti dia sudah sadar sepenuhnya,” ucapnya. Lain di mulut lain di hati. Mungkin itu sangat sesuai untuk menggambarkan perasaan Daisha saat ini.

Tak ingin terus memikirkannya dan membuat hatinya tak enak, Daisha memutuskan untuk segera mandi dan berangkat ke kampus.

Beruntung kelas hari ini tak terlalu pagi hingga dia bisa sedikit bersantai untuk bersiap. Sebelum pergi ke kampus, dia kembali membuka komputernya dan melanjutkan pekerjaannya semalam. 

Ada cukup waktu untuk menyelesaikannya sebelum dia berangkat. Ingatannya tiba-tiba menuju pada kejadian semalam di mana Arjuna tiba-tiba datang ke rumahnya dalam kondisi mabuk.

Dengan cepat pula jari tangannya mengetik setiap adegan semalam dan sedikit memodifikasinya. “Ahh kenapa kalau soal dia otakku ini sangat cepat?” ujarnya sambil terus melanjutkannya.

“Oke selesai untuk hari ini, kita lanjut nanti malam,” ucapnya.

Dia mengambil tote bag yang sudah dia siapkan sebelumnya dengan peralatan tempur yang akan dia gunakan di kampus nanti.

Ponselnya berdering menandakan ada seseorang yang memanggilnya. Daisha tersenyum simpul saat melihat siapa yang memanggilnya.

“Hai Jay,” ucapnya begitu dia mengangkatnya.

Orang yang sedari kemarin dia dan Grace tanyakan akhirnya sekarang baru menghubungi.

“Ke mana aja kamu? Aku dan Grace mencarimu,” tanya Daisha.

“Cepatlah keluar, aku dan Grace sudah di depan rumahmu. Aku ceritakan nanti.” Bukannya menjawab pertanyaan Daisha, Jayden malah meminta gadis itu agar cepat keluar. Beruntung Daisha sudah selesai dengan persiapannya.

“Oke tunggu!” Daisha menutup sambungan telpon dan segera keluar dari rumahnya. Benar saja, mobil berwarna hitam itu sudah ada di depan rumahnya.

Daisha tebak jika Jayden telah menjemput Grace terlebih dulu sebelum menjemputnya. Grace yang duduk di samping jok kemudia melambaikan tangannya yang kemudian dibalas oleh Daisha.

Daisha mengambil tempat di belakang sendirian. “Ke mana aja kamu?” Bukan kabar yang ditanyakan begitu dia masuk ke dalam mobil melainkan keberadaan Jayden kemarin setelah pria itu hilang seharian.

“Aku mengantar orang tuaku ke rumah sakit, check up,” ucapnya.

“Lalu kenapa sampai tak bisa dihubungi?” Kali ini Grace yang bertanya. Gadis itu memang belum sempat membicarakan hal ini karena dia lupa.

“Itu dia, aku kehilangan ponselku waktu jalan ke rumah sakit,” jawabnya. Sekarang mereka telah mendapatkan jawaban atas hilangnya Jayden seharian kemarin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!