Buku Yang Sama

Dunia kepenulisan tak selalu berjalan dengan mulus. Yang orang pikirkan tentang seorang penulis adalah bisa mencari uang dengan mudah hanya dengan modal imajinasi. Tapi nyatanya itu semua tak semudah yang mereka pikirkan.

Buktinya, Daisha Kanafika, sudah hampir satu tahun lamanya dia menggeluti bidang itu, tapi tetap saja dia tak kunjung berhasil.

“Aaarrhhh bisa gila kalau gini caranya,” ucap gadis itu sambil kembali merobek kertas bercoret tinta hitam itu.

Gadis itu menumpukan tangannya di atas meja dan memegang kepalanya. Sudah sekitar dua jam lamanya dia berusaha mencari alur cerita menarik yang akan menarik perhatian orang, namun dia tak kunjung mendapatkannya.

Daisha, gadis itu mengulurkan tangannya untuk mengambil sebuah buku di rak. Buku dengan sampul gelap itu adalah salah satu novel kesukaannya.

Ceritanya yang menarik dengan konflik yang sangat menegangkan berhasil membuat Daisha juga terpana dengan keterampilan sang penulis.

“Dari mana dia bisa mendapatkan ide seperti ini?” ujarnya. Sebuah kisah balas dendam yang dilakukan oleh Nahkoda dengan bumbu romansa itu berhasil membuat Daisha ternganga. Bukan balas dendam biasa, namun semua ini dilakukan di tengah samudera. Gila, satu kata yang bisa menggambarkan buku ini.

“Antonius,” desisnya. Itulah nama pena yang tertera di buku berjudul Dendam Samudera itu. 

“Ahh gak bisa, kayanya aku harus istirahat dulu,” ucapnya. Dia akhirnya kembali menyimpan buku itu dan beranjak dari tempat duduknya menuju ke ranjang.

Karena mengontrak, dia selalu sendirian ketika malam tiba seperti ini, kecuali jika teman-temannya menginap atau mengajaknya menginap di rumah mereka.

Tapi meski dia tinggal di rumahnya, dia juga akan sendiri karena kedua orang tuanya telah berpisah dan telah menemukan kehidupannya masing-masing.

Tak jarang Daisha berpikir jika dirinya selama ini telah dibuang oleh orang tuanya. Bahkan, biaya kuliah dan juga kontrakan ini dia mengusahakannya sendiri. Tapi beruntung otak cerdasnya berhasil membuat dia mendapatkan sebuah beasiswa sehingga dia tak harus membayar biaya kuliah sepenuhnya.

Gadis itu membuka ponselnya dengan posisi badan yang terlentang. Dia membuka sebuah aplikasi berwarna merah di mana dia menganggap jika aplikasi itu adalah dunianya.

“Ahh, bahkan yang membaca tak sampai seratus.” Lagi dan lagi Daisha mengeluh. Aplikasi yang baru saja dia buka itu adalah aplikasi menulis online di mana dia mengusahakan cita-citanya berawal dari sana.

“Mungkin aku emang harus nyerah,” sambungnya sambil mematikan ponselnya. Dia menatap langit-langit kamarnya yang berhamburan bintang.

Bukan bintang sungguhan, hanya sebuah lampu tidur yang bisa menampilkan bintang di seluruh penjuru kamarnya. Katanya itu agar pikirannya tenang setelah banyak hal yang harus dia pikirkan.

Sebagai mahasiswi jurusan Sastra Indonesia harusnya dia bisa menciptakan sebuah karya yang menarik banyak minat pembaca. Tapi pada kenyataannya dia selalu gagal. Yang ada di pikirannya hanya selalu saja menciptakan sebuah karya romansa yang banyak diciptakan pula oleh penulis lain.

“Aku lelah.” Setelah mengucapkan itu, matanya terpejam pertanda dia mulai masuk ke alam mimpinya. Tentu saja gadis itu pasti sangat lelah. Selain hanya kuliah, dia juga berusaha mendapatkan uang dengan bekerja paruh waktu dan juga harus memikirkan kelanjutan ceritanya di malam hari walau kadang itu sangat sulit.

**** 

Cahaya mentari yang baru saja muncul dari peraduannya membuat seorang gadis yang sedang terlelap tidur mengerjabkan matanya.

Dia membuka netra cantik itu perlahan, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. “Aaah jam berapa ini?” tanyanya sambil mencari ponselnya.

Karena tertidur, membuat dia lupa menyimpan ponselnya di mana. Akhirnya setelah beberapa lama, Daisha menemukan ponsel itu tepat di bawah tubuhnya.

“Masih ada setengah jam lagi,” ucapnya setelah dia melihat jam di ponselnya yang menunjukan pukul tujuh tiga puluh.

Dia beranjak untuk melakukan ritual mandinya. Setelahnya, Daisha membereskan barang-barang yang harus dia bawa ke kampus dan mengambil sepotong roti sebelum kemudian dia berangkat.

Dia memakan roti itu sambil jalan, tak lupa dia menjejalkan earphone. Matanya tertuju pada sebuah buku di tangannya. Dia kembali membaca rangkaian kalimat yang sebenarnya telah dia baca ratusan kali mungkin.

Buku karya Antonius itu selalu menjadi teman setianya ketika dia akan berangkat ke kampus. “Sepetinya aku harus melakukan hal baru,” ucapnya.

Kakinya melangkah menuju kampus. Hari ini dia berjalan kaki karena belum terlalu terlambat. Cuaca pagi yang segar membuatnya nyaman sehingga dia tak ingin menyia-nyiakan hal itu.

Bruk

Buku yang sedang dia baca terjatuh kala tubuhnya menabrak sesuatu. Tak ada permintaan maaf dari mulutnya, padahal dia yang salah karena berjalan sambil membaca buku.

“Ah maaf.” Justru permintaan maaf itu malah keluar dari mulut seorang pria dengan topi dan masker hitam yang dia tabrak. Tak hanya meminta maaf, pria itu juga membungkukkan badannya sebagai tanda hormat sebelum kemudian bergegas pergi dari sana.

Daisha yang hanya diam sambil terus memperhatikan kepergian pria itu. Semakin jauh hingga akhirnya pria itu tak lagi terlihat.

“Sampai mana tadi aku membaca?” tanyanya sambil mengambil buku yang terjatuh itu. “Ahh, aku kehilangannya,” sambungnya.

Tak ingin membuang waktu, akhirnya Daisha memilih mengabaikan hal itu dan kembali melanjutkan perjalanannya.

Dia akan mencarinya nanti jika ada waktu luang di kampus. Tibalah dia di kampus. Dia masih harus berjalan untuk sampai ke kelasnya.

“Daisha!!” teriak seseorang dari belakangnya. Dia sudah sangat mengenali suara ini. Suara teman yang sedari dulu selalu bersamanya.

Daisha berbalik, dia memberikan senyum terbaiknya dan melambaikan tangannya. “Kenapa ekspresi mukamu seperti itu?’ tanya Grace. Gadis itu tak sendiri, dia juga datang bersama dengan salah satu teman mereka juga, namanya Jayden.

Daisha menghela nafas saat temannya berkata demikian. “Ini, aku kehilangan bagian bacaku,” ucapnya sambil mengacungkan buku yang di pegang.

Kali ini Jayden yang menghela nafas dalam. “Astaga, mau berapa kali lagi kamu baca buku itu, Sha?” tanya Jayden.

Jayden dan Grace adalah saksi sesering apa Daisha membaca buku tentang balas dendam itu. 

“Benar, itu sangat memuakan,” timpal Grace. Tentu saja dia sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh Jayden.

“Kalian tak akan tahu apa yang aku rasakan. Ini sangat luar biasa,” jawab Daisha membela dirinya.

“Lagi pula, kenapa bisa kehilangan bagian bacamu?” Grace sedikit penasaran dengan hal ini. Apa yang membuat itu sampai terjadi?

“Ada orang yang menabraku ketika aku membaca buku ini tadi,” jawab Daisha.

Grace memicingkan matanya. “Kamu yakin dia yang menabrak, buka kamu?” Jika dipikirkan dengan logika, yang ada adalah Daisha yang menabrak karena dia yang berjalan sambil membaca buku.

Daisha tak bisa mengelak karena itu adalah kenyataannya. “Udah aku duga.”

“Berhenti membaca sambil bejalan.” Ini sudah peringatan kesekian dari Jayden.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!