Isi amplop coklat part 2.

Pertama aku ingin mengajak Kinara melihat museum hits yang populer akan kaca-nya yang sangat ikonik. Museum itu dinamakan Museum Louvre, museum itu itu merupakan rumah bagi ratusan ribu karya seni dunia yang legendaris. Mulai dari koleksi peninggalan Mesir kuno hingga peradaban Yunani.

Ini kali ketiga aku mengunjungi kota Paris, jadi aku sudah tau seluk beluk Museum Louvre. Tapi tidak untuk Kinara, ini pertama kalinya dia menginjakkan kakinya di kota Paris ini, dan aku senang, aku lah orang pertama yang menemaninya.

Aku bisa melihat senyuman kebahagiaan terpancar dari wajah Kinara, dia begitu menikmati keindahan koleksi-koleksi bersejarah di museum ini.

“Ra, bagaimana tempat ini?” tanyaku padanya, aku ingin mendengar pendapat dia tentang Museum Louvre ini.

Aku melihat Kinara mulai mengedarkan pandangannya, menatap setiap koleksi-koleksi bersejarah yang tertata rapi, dan tertempel di dinding.

“Mas, aku tidak menyangka, aku bisa melihat semua ini. Membayangkannya pun aku tidak pernah, aku pun tidak pernah bermimpi bisa datang ke tempat ini. Untuk bisa sekolah saja aku sudah sangat bersyukur, jadi aku tidak pernah bermimpi untuk bisa pergi ke luar negeri.” Jawaban Kinara sungguh membuatku terharu.

Aku tahu keluarga Kinara sangatlah sederhana, tapi keluarganya sangat disegani di desanya.

“Ra, aku janji sama kamu, kapanpun kamu mau, aku akan mengantar kamu ke tempat yang kamu inginkan, bukan hanya Paris. Aku bahkan bisa membawamu keliling dunia.”

Aku sendiri tidak tahu kenapa aku bicara seperti itu kenapa Kinara, tapi aku ingin sekali membuatnya bahagia. Bisa merasakan kehidupan mewah yang sama sekali belum pernah dia rasakan selama ini.

Kinara malah tersenyum mendengar apa yang aku katakan, mungkin dia berpikir aku hanya bercanda, padahal aku sangat serius saat mengatakannya. Aku begitu terkejut saat tiba-tiba Kinara memelukku.

“Terima kasih, Mas. Mas mengajakku kesini saja aku sudah sangat bersyukur, jadi Mas tidak usah mengajakku untuk keliling dunia, sayang uangnya,” ucapnya.

Astaga, aku kira Kinara menolak karena dia tidak ingin pergi bersama denganku, tapi ternyata dia malah memikirkan soal uang.

Aku menyentuh kedua pundak Kinara, dan aku beranikan untuk mengecup keningnya. “Jangan memikirkan soal uang, aku hanya ingin membuatmu bahagia,” ucapku.

Aku melihat Kinara tersenyum manis, bahkan senyuman itu memperlihatkan dua lesung pipi di kedua pipinya.

“Aku percaya, Mas mampu mengajakku keliling dunia. Tapi menurutku, uang itu lebih baik kita sumbangkan untuk orang-orang yang masih membutuhkan. Dulu Ayah sering mengajakku ke panti asuhan, aku tidak tahu kalau selama ini Ayah menjadi donatur di panti asuhan itu. Padahal selama ini hidup kami tidaklah mewah, bisa makan saja, kami sudah sangat bersyukur. Tapi aku benar-benar tidak menyangka, Ayah bisa menyisihkan uangnya untuk disumbangkan ke panti asuhan. Ayah pernah berkata kepadaku, sebagian harta kita adalah milik orang lain.”

Aku begitu terkesiap mendengar cerita Kinara, selama ini aku tidak pernah berpikir untuk menyumbangkan uangku. Tapi aku tidak tahu kalau kedua orang tuaku. Selama ini aku hanya menggunakan uangku untuk bersenang-senang bersama kekasihku dan juga teman-temanku.

Hari ini, sekali lagi Kinara membuka kedua mataku, aku mendapatkan satu pembelajaran lagi. Apa yang kita miliki, bukanlah milik kita sepenuhnya, ada sebagian dari harta kita adalah milik orang-orang yang membutuhkan. Terima kasih Kinara, kamu sudah membuatku menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Kami sudah terlalu lama berada di Museum Louvre, aku pun mengajak Kinara untuk pergi ke tempat wisata lainnya, dan Menara Eiffel akan menjadi tujuan terakhirku.

Sekarang kami sudah berada di dekat Menara Eiffel, tempat yang sejak tadi ingin sekali Kinara kunjungi. Saat ini sudah menjelang Maghrib, akhirnya kami mencari tempat untuk beristirahat, sekalian menunaikan ibadah sholat maghrib.

Setelah selesai sholat Maghrib, Kinara mengajakku untuk naik ke atas Menara Eiffel. Dia ingin sekali melihat keindahan kota Paris dari atas Menara Eiffel.

Aku pun menurutinya, meskipun aku sudah sangat lelah, tapi aku tidak ingin mengecewakannya. Apalagi wajah itu terlihat sangat bersemangat.

“Kalau begitu nanti kita sekalian makan malam di sana,” ajakku.

Pada tingkat kedua dari Menara Eiffel, ada restoran yang bernama Le Jules Verne, restoran itu terkenal akan menu steak dan wine-nya. Aku memang sekali-kali minum wine, tapi itu jika aku sedang menghadiri acara penting atau jamuan makan malam dengan rekan bisnisku.

Kinara setuju dengan usulku, kami pun segera meluncur menuju Menara Eiffel. Dalam perjalanan menuju Menara Eiffel, Kinara tak henti-hentinya bertanya soal sejarah berdirinya Menara Eiffel.

Aku memang tidak tahu banyak tentang sejarah berdirinya Menara Eiffel, jadi aku hanya menceritakan apa yang aku tahu saja.

Aku tidak menyangka, Kinara malah mengejekku karena ketidaktahuanku itu. Justru Kinara malah lebih tahu banyak tentang sejarah Menara Eiffel.

Aku pun menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal, aku merasa sangat malu. Kalau Kinara bertanya soal bisnis, aku akan menjawabnya, tapi kalau soal sejarah, aku angkat tangan dan menyerah.

***

Akhirnya aku dan Kinara sudah sampai di puncak Menara Eiffel. Aku melihat kedua mata Kinara mulai berkaca-kaca, aku tidak mengerti kenapa Kinara seperti itu, akhirnya aku memberanikan diriku untuk bertanya.

“Ra, ada apa? kenapa kamu menangis?” tanyaku sambil menyentuh bahunya.

Kinara tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Aku bukannya menangis karena sedih, Mas. Tapi aku sangat bahagia, akhirnya aku bisa berada di tempat ini sekarang. Melihat keindahan kota Paris di malam hari, dari atas Menara Eiffel, ini sungguh bagaikan mimpi bagiku,” ucapnya.

Aku memberanikan diriku untuk menghapus air mata Kinara yang sudah membasahi kedua pipinya. Aku usap dengan kedua ibu jariku.

“Jangan menangis lagi, kalau kamu menangis, nanti cantik kamu hilang lo,” candaku.

Ternyata dengan kata-kata yang aku katakan mampu membuat Kinara kembali tersenyum ceria, rasanya sungguh melegakan melihat senyuman itu lagi. Aku membiarkan Kinara untuk terus menikmati pemandangan yang ada di bawah sana.

Aku mengambil ponselku dari saku celanaku, aku berniat untuk mengabadikan momen-momen ini, tapi saat aku mulai menyalakan ponselku, aku melihat begitu banyak pesan masuk, salah satunya dari Eza.

Sejak kemarin aku memang sengaja mematikan ponselku, karena aku tidak ingin Eza menghubungiku dan marah-marah tidak jelas. Tapi sekarang, justru Eza ada di Paris, bersama denganku dan juga Kinara, bahkan di hotel yang sama pula.

Aku membuka pesan yang dikirim oleh Eza, aku terkejut saat melihat pesan itu.

Gimana, sudah kamu buka hadiah dariku? Apa kamu suka? Untung kamu tadi keburu datang, kalau gak, semua itu akan jatuh ke tangan Kinara dan kamu pasti tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

Jangan main-main denganku, Bian. Aku bahkan bisa melakukan lebih dari itu. Datanglah ke kamar 103, kalau kamu tidak datang, aku akan memberitahu Kinara tentang siapa kamu sebenarnya.

Sial, sebenarnya apa isi amplop itu? Saking penasarannya, aku meninggalkan Kinara dengan alasan mau ke toilet.

Aku lalu mengambil amplop coklat yang tadi Eza berikan padaku, membukanya dan mengambil isi amplop itu.

Kedua mataku membulat dengan sempurna. Tebakannya ternyata benar, isi amplop ini adalah foto-fotoku bersama dengan orang dari masa laluku.

Jadi Eza ingin memakai foto-foto ini untuk mengancamku! Aku merobek satu persatu-satu foto itu dan membuangnya ke tempat sampah.

"Mas."

Kinara? Sejak kapan dia ada disini? Sial! Kenapa tadi aku gak masuk ke dalam toilet saja!

"Kamu mau ke toilet?" tanyaku sedikit gugup.

"Hmm, Mas kok diluar, sudah selesai ke toiletnya?"

"Hmmm, ya sudah kalau kamu mau ...." Aku menghentikan ucapanku saat melihat Kinara mulai berjongkok dengan perlahan, seperti ingin memungut sesuatu.

Kedua mataku kembali membukat dengan sempurna, saat ternyata ada satu foto yang terjatuh ke lantai dan akan diambil oleh Kinara.

"Ini foto apa ya?" tanya Kinara sambil berniat membalik foto itu secara perlahan.

Aku menelan ludah dengan susah payah saat melihat Kinara tengah menatap foto itu dengan seksama.

"Cantik," ucap Kinara dengan tersenyum.

"Itu pasti punya orang dan terjatuh tadi, sini biar aku pegang, katanya kamu mau ke toilet?" aku mengambil foto itu dari tangan Kinara.

Kinara mengangguk, lalu melangkah pergi menuju toilet wanita.

Aku lalu menatap foto yang tadi Kinara bilang cantik. Aku menghela nafas lega, untung tidak ada fotoku di dalam foto yang ditemukan Kinara ini.

"Kamu brengsek, Za!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!