Saat aku tengah tertidur lelap, aku mendengar suara gedoran di pintu kamarku. Suaranya sangat mengganggu. Dengan terpaksa aku membuka kedua mataku, padahal semalam aku baru bisa tidur pukul 01.00 pagi dini hari. Bayangkan saja, sekarang baru pukul 07.00 pagi, dan hari ini juga weekend.
Baru 6 jam aku memejamkan kedua mataku. Padahal hari ini aku ingin tidur seharian, karena kemarin aku begitu lelah bekerja. Tapi, sepertinya alam semesta yang berpihak padaku.
“Siapa?” tanyaku saat kedua mataku sudah terbuka sepenuhnya.
Aku pun menyandarkan tubuhku ke sandaran ranjang. Ku usap kedua mataku menggunakan kedua ibu jariku.
“Ini Mama. Apa Mama boleh masuk?” ternyata Mamaku yang menyahut.
“Masuk aja, Ma, gak di kunci kok,” ucapku sambil menatap ke arah pintu kamarku.
Pintu kamarku mulai terbuka dengan perlahan. Mama ku muncul dari balik pintu itu. Aku mengernyitkan dahiku saat melihat penampilan Mama yang sudah rapi.
“Mama mau pergi ya?” tanyaku penasaran.
Mungkin Mama akan pergi arisan atau jalan sama temannya. Kan tidak mungkin Mama akan pergi ke kantor, karena aku jarang melihat Mama pergi ke kantor saat Papa masih mengurus perusahaan. Selain itu, hari ini kantor juga libur.
“Ini sudah siang, Sayang. Masa bangun saja harus Mama yang bangunin,” ucap Mamaku sambil duduk di tepi ranjangku.
“Ya gak apa-apa kan, Ma. Ini kan weekend juga. Gak ada yang ngelarang juga.” Seketika aku langsung merasakan cubitan di lengan ku yang kekar.
“Aw! Sakit, Ma!” seruku sambil mengusap lenganku yang mungkin saat ini sudah berubah memerah karena cubitan Mama yang sangat keras.
“Bian. Sebentar lagi kamu mau menikah. Apa kamu gak malu sama Ara nanti?” tanya Mamaku.
Aku mengernyit bingung. “Ara? Siapa itu, Ma? Apa calon istriku yang lain?” tanya ku yang masih kurang paham.
Dan kali ini bukan cubitan yang Mama berikan pada lenganku. Tapi tabokan yang sangat keras hingga membuat lenganku terasa sangat panas.
“Mama! ini sama aja dengan KDRT lho!” seruku tidak terima.
“Apa Kinara itu masih kurang sempurna, sampai kamu ingin calon istri yang lain!” suara Mamaku semakin meninggi.
“La kan aku tanya, Ma. Siapa itu Ara?” tanyaku sambil terus mengusap lenganku yang masih terasa begitu nyeri.
Untung gak sampai patah tulang.
“Ara itu Kinara, Sayang. Ayah Kinara memanggil Kinara dengan panggilan Ara,” jelas Mamaku. Dan aku hanya bilang ‘o’ sambil memayunkan bibirku yang seksi.
“Cepatan bangun, terus siap-siap. Hari ini kamu ikut Mama untuk menemani Kinara belanja,” ucap Mamaku.
“Kenapa aku harus ikut? aku capek, Ma. Aku mau istirahat hari ini,” protesku.
“Biar kamu bisa lebih deket sama Kinara. Masa kalian mau nikah, tapi kalian hanya bertemu satu kali.”
Apa yang dikatakan Mama memang benar sih. Aku juga ingin lebih mengenal Kinara. Sosok seperti apa dia saat diluar rumah. Apa dia akan sama seperti gadis-gadis yang dekat denganku? Yang hanya ingin menguras isi ATM ku hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Aku bahkan sudah lupa, berapa banyak uang yang sudah aku keluarkan untuk mereka semua. Dari tas mahal, perhiasan, bahkan mobil, semua itu aku berikan secara Cuma-Cuma. Tapi, imbalan yang aku dapatkan juga sangat menggiurkan.
“Mama tunggu di bawah,” ucap Mamaku lalu beranjak dari duduknya dan melangkah keluar.
“Ok, Bian. Sekarang saatnya kamu tunjukan pesonamu.”
Aku menyemangati diriku sendiri. Padahal sampai sekarang aku belum tau, dengan siapa hati ini akan berlabuh. Apa kelainan yang aku miliki bisa hilang dalam sekejap?
Daripada memikirkan yang aku sendiri tidak tau jawabannya, aku lebih baik bersiap-siap. Selain itu perutku juga sudah sangat lapar.
Tidak butuh waktu lama, cukup 30 menit untuk aku bersiap-siap. Perutku sudah mulai keroncongan sejak tadi. Aku pun melangkah keluar dari kamar. Bau harum masakan bibi sudah memenuhi indra penciumanku.
“Wah, ada acara apa ini, Ma, Pa? kenapa Bibi masak banyak banget?” tanyaku sambil menarik salah satu kursi meja makan lalu aku duduki.
Aku melihat makanan yang tertata di meja makan, semua makanan kesukaan aku. Padahal hari ini bukan hari ulang tahun aku. Bukan juga hari ulang tahun Mama dan Papa. Lalu ada acara penting apa yang tidak aku tau?
“Gak ada acara apa-apa, Sayang. Mama memang sengaja meminta Bibi untuk memasak semua makanan kesukaan kamu. Sebentar lagi kan kamu mau menikah, dan membawa mantu Mama ke rumah ini. Mama dan Papa hanya ingin mengucap syukur aja, kamu akhirnya mau menikah,” ucap Mama ku dengan senyuman di wajahnya.
“Lebih baik sekarang kita makan. Kasihan Kinara nanti menunggu lama,” ucap Papaku.
Aku hanya menganggukkan kepalaku dan mulai mengambil makanan kesukaanku dan aku letakkan di piring kosong. Entah kenapa setiap membahas pernikahan yang sudah semakin dekat, membuat mood ku jadi jelek.
Bukan karena aku tidak bersyukur mempunyai calon istri secantik Kinara. Tapi, yang aku rasakan saat ini lebih cenderung ke rasa takut. Takut rahasiaku akan terbongkar dalam waktu cepat. Takut aku akan menyakiti Kinara dan kedua orang tuaku.
Apa sama sekali gak ada jalan lain untukku menghindar dari pernikahan ini? Apakah aku harus benar-benar menikahi Kinara?
Setelah selesai makan, aku dan Mama langsung berpamitan sama Papa. Papa memang tidak ikut dengan kami, karena Papa ada urusan dengan sahabatnya.
Aku sudah tau, pasti Papa ingin mengatakan kepada teman-temannya kalau akhirnya anaknya yang keras kepala akhirnya mau menikah. Bahkan dengan gadis pilihannya.
“Sayang. Apa kamu gak ingin membeli cincin pernikahan untuk kalian menikah nanti?” tanya Mamaku.
Astaga!
Aku bahkan belum sempat memikirkan itu. Banyaknya pekerjaan di kantor sampai membuatku lupa kalau pernikahanku dengan Kinara sudah semakin dekat.
“Nanti aja sekalian, Ma. Mama boleh bantu pilih untuk aku dan Kinara nanti,” ucapku sambil menampakkan senyuman ku yang memang aku paksakan.
Mama ku hanya menganggukkan kepalanya. Tidak ada lagi ada kata-kata yang keluar dari mulut Mama, bahkan itu berlangsung sampai mobilku berhenti di depan rumah Kinara.
“Ma, aku tunggu di mobil saja ya?” pintaku.
“Gak sopan itu Sayang. Kamu harus ikut masuk ke dalam. Ini rumah calon istri kamu lho, bukan rumah teman arisan Mama.”
Aku memang sering mengantar Mama ke rumah teman arisannya, dan aku lebih memilih untuk menunggu di mobil sampai Mama menyelesaikan urusannya dengan temannya. Tapi, kali ini beda sih. Tapi, kenapa aku rasanya jadi agak canggung gini ya?
“Sudah, ayo turun,” ajak Mamaku yang sudah membuka pintu mobil dan melangkah keluar.
Aku menghela nafas dan membuangnya secara perlahan. Mencoba untuk menenangkan pikiranku sejenak. Membayangkan wajah teduh nan cantik Kinara, tanpa memikirkan siapa diriku ini.
Aku membuka pintu mobilku, melangkah keluar. Ku tatap rumah sederhana Kinara.
“Aku kembali lagi kesini. Menemui bidadari surgaku. Tapi, mungkin yang akan aku berikan kepada Kinara bukanlah surga, tapi neraka,” ucapku pelan sambil menghela nafas panjang.
Kenapa neraka?
Karena Kinara tidak pantas mendapatkan suami seperti diriku yang hina ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments